Chapter 25 Bagian 4 "Perdebatan Persetujuan Hubungan Asmara"

167 70 3
                                    

POV Karim

Aku menerima lamaran yang diajukan oleh Mevrouw Sofia padaku di saat acara kelulusan dan penyerahan ijazahku. Saat aku bersama Kedua orang tuaku dan Muhamed sampai di rumah, kedua orang tuaku memintaku untuk berbicara dengan mereka berdua untuk sesaat di ruang tamu karena mereka ingin menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap jawaban yang telah kuberikan pada Mevrow Sofia.

Ayah dan ibuku duduk di sofa yang menghadap ke arah sofa tempatku duduk kemudian ibuku membuka pembicaraan.

"Karim." ujar beliau memanggil namaku.

"Iya, Ibu." jawabku.

"Mengenai jawaban yang kamu kasih ke Putri Sofia waktu dia menyatakan lamarannya ke kamu sejujurnya Ibu enggak setuju sama jawaban itu." ujar Ibuku dengan nada serius.

"Kenapa Ibu enggak setuju?" tanyaku pada Beliau.

"Ibu khawatir keluarga besar Tuan Putri Sofia enggak akan nerima kehadiran kamu sebagai anggota keluarga mereka, karena kamu Muslim sedangkan mereka bukan." ujar Ibuku menjawab pertanyaanku masih dengan nada yang sama.

"Ibu, kalau keluarga Mevrouw Sofia enggak mau nerima keberadaan dan kehadiranku di antara mereka, kenapa kedua orang tuanya enggak keberatan atau protes waktu Mevrouw Sofia ngajuin lamaran ke aku supaya aku jadi suaminya?" tanyaku pada Beliau.

"Mungkin sebenernya, mereka juga enggak setuju tapi, mereka enggak nunjukin itu di depan kita." jawab Ibuku dengan nada agak sinis.

"Dari mana Ibu tau? Apa ada seseorang dari keluarganya Mevrouw Sofia atau orang terdekatnya dia yang ngasih tau itu ke ibu atau ini cuman prasangka Ibu aja?" tanyaku pada beliau.

"Yang Ibu tau, orang-orang kafir yang benci kita enggak akan nerima kehadiran kita sebagai bagian dari keluarga besar Kerajaan Belanda dan orang-orang kayak gitu pasti ada di keluarganya Tuan Putri Sofia cuman mereka enggak nunjukin itu, dan mereka bakal nunjukin wajah asli mereka saat mereka punya kesempatan buat nunjukin itu sama kayak waktu Ibu dan keluarga Ibu ngungsi dari Bosnia waktu perang berkecamuk.

Orang-orang yang Ibu anggep sebagai teman, tetangga dan keluarga Ibu tiba-tiba nyerang rumah tempat Ibu dan keluarga Ibu tinggal, padahal dulu Ibu sering bercanda, tertawa dan ngobrol bersama mereka tapi, pada akhirnya saat mereka punya kesempatan buat nyerang Ibu dan keluarga Ibu, mereka ngelakuin itu." ujar Ibuku memberikan penjelasannya padaku dengan nada sendu akibat ia mengingat kembali kejadian pahit nan getir yang pernah beliau dan keluarganya alami di Bosnia selama perang Bosnia berkecamuk.

"Ibu, hal yang sama juga terjadi di sini, sebelum perang kemerdekaan, warga sipil Belanda banyak yang berteman dengan pribumi Indonesia tapi saat perang kemerdekaan terjadi, pribumi Indonesia ngebantai warga sipil Belanda yang dulu berteman dengan mereka, itu terjadi saat Periode Bersiap.

Salah satu pelakunya bernama Kolonel Sabaruddin, dia banyak membantai warga sipil Belanda, memerkosa kalangan perempuan mereka dan menjarah harta benda yang mereka miliki saat perang kemerdekaan berlangsung.

Semua manusia bisa jadi brutal entah apapun agama, ideologi politik atau warna kulitnya." ujarku memberikan penjelasanku pada beliau sambil berharap bahwa ia akan memahami penjelasanku dengan hati nuraninya.

"Tapi, Karim masalahnya bukan cuman itu aja, keluarga kita ini rakyat jelata dan juga warna kulit milikmu sama kayak ayahmu dan walau wajahmu mirip Ibu, mereka bakal tetep nganggep kamu rendah." ujar Ibuku dengan nada khawatir.

"Ibu, apa Ibu enggak tau kalau nama belakang yang tersemat di identitas Ibu, aku dan Muhamed itu nama keluarga bangsawan? Ibu, aku dan Muhamed, kita ini bagian dari keluarga Sokolović, keluarga bangsawan dari kalangan Bangsa Eropa dari wilayah Bosnia-Serbia yang memeluk Islam dan pengaruhnya kuat pada masa Kesultanan Turki Usmani berkuasa.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now