Chapter 4 Bagian 5 "Rantai Takdir Tuhan"

294 66 0
                                    

POV Tuan Wisnu

Kami berdua sampai di kediaman ku. Aku membangunkan mevrouw yang sedang tidur dengan lelapnya. Melihat wajahnya yang tertidur pulas mengingatkan ku akan anakku yang sudah meninggal. Tidak, aku takkan kehilangan lagi, aku akan melindunginya walau nyawaku taruhannya.

Aku menengok ke samping, tanganku menggoyang-goyangkan bahunya dan menepuk-nepuk pahanya yang ditutup rok panjang berusaha membangunkannya sambil memanggil-manggilnya.

"Mevrouw? Mevrouw?"

"Eh...? Ehm, ja?"

"We zijn aangekomen (kita sudah sampai)."

"Oké." Jawabnya kemudian membuka pintunya keluar dari mobil bersama denganku setelah aku menarik tuas untuk membuka bagasi mobil.

Aku melihat ia pergi menuju bagasi kemudian membukanya. Aku langsung memintanya untuk berhenti.

"Mevrouw, jangan."

"Kenapa?"

"Anda tamu saya dan anda juga tuan saya, harusnya saya yang nurunin koper anda."

"Bukannya Tuan Wisnu ngerasa kalau saya anak Tuan Wisnu? Jadi saya kira nggak masalah kalau saya angkat koper saya sendiri ngeringanin beban Tuan." Ah, dia selalu seperti ini, setiap kali ada yang ingin membantunya melakukan sesuatu seringkali dia menolak secara halus kecuali jika dia memang benar-benar membutuhkan bantuan.

"Iya Mevrouw, saya ngerti kalau gitu saya buka pintu rumah saya dulu, anda langsung masuk ke dalam istirahat."

"Terimakasih, Tuan Wisnu." Jawabnya pada ku memberikan senyumannya yang manis, aku membalasnya.

Aku membuka pintu rumahku, ia masuk sedangkan aku memasukkan mobil ke dalam garasi. Setelah selesai mengurusi mobil, aku masuk ke dalam dan melihat ia sedang berdiri, sepertinya ia menunggu ku masuk.

"Mevrouw kenapa nggak duduk?"

"Tuan Wisnu kan tuan rumahnya, saya ngerasa gak enak kalau belum dipersilakan duduk, mungkin di Belanda saya bisa langsung duduk tapi budaya di sini setau saya beda jadi saya nunggu Tuan Wisnu."

"Ah, nggak apa-apa, duduk duduk aja. Inikan juga sebenernya rumah mevrouw dulu cuman, karena mevrouw pindah ngekos jadinya saya yang rawatin."

"Iya, saya inget kok, rumah ini gak banyak berubah ya?" Tanyanya sambil berkeliling melihat-lihat sekitarnya. Sepertinya ia sedang mengalami nostalgia kemudian, ia melihat kumpulan foto-foto dirinya bersama ku dan kedua orang tuanya. Beberapa waktu berlalu, ia terus memerhatikan foto-foto yang ada di meja hingga ia berhenti lalu memerhatikan satu foto yang isinya adalah dia yang berfoto dengan mendiang anakku.

"Tuan Wisnu?"

"Ya, mevrouw?"

"Kenapa setiap kali saya peduli dan sayang sama seseorang, orang itu selalu berada dalam bahaya?" Tanyanya sambil menatap ku dengan matanya yang mulai berbinar-binar itu berusaha menahan kesedihan yang dipendamnya.

"Maksud mevrouw apa?"

"Mendiang anak Tuan Wisnu, Laras, saya kangen sama dia."

"Saya juga mevrouw."

"Dia meninggal karena kanker, kenapa dia yang umurnya semuda itu bisa kena kanker? Kenapa pengobatannya gak berhasil?" Ujarnya bertanya pada ku.

"Mungkin itu udah takdir Tuhan mevrouw." Jawab ku padanya menggunakan argumen yang kutahu.

"Kenapa Tuhan harus ngambil dia duluan? Kenapa orang-orang baik harus dia buat menderita sedangkan mereka yang berbuat buruk nggak dapet penderitaan?"

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang