Chapter 22 Bagian 5 "Hancurnya Apartemen Riri"

92 69 0
                                    

POV Tantri

Kedua mataku perlahan terbuka, samar-samar dering suara alarm smartphoneku membangunkanku dari tidurku. Pagi telah tiba tapi badanku masih terasa berat untuk bangkit dari kasur tempatku berbaring, belum termasuk rasa pusing yang masih tersisa akibat puzzle-puzzle QR code yang menyebalkan itu membuat perutku sedikit merasakan mual.

Ah sial, ayolah Tantri bangunlah! Musuh-musuhmu tak kenal lelah dalam membuat hidupmu dan hidup teman-temanmu dipenuhi oleh penderitaan jadi kau harus kuat, sama seperti ayah dan leluhurmu!

"Huuft!"

Aku menghembuskan napasku sekuat yang aku bisa dan mengulanginya sebanyak tiga kali, lalu bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk. Saat aku berada di posisi duduk, aku segera menyibakkan selimut yang menutupi kedua paha sampai kakiku lalu menapakkan kedua telapak kakiku di atas lantai dan segera berdiri kemudian melompat-lompat kecil kemudian berjalan ke pintu kamar yang menjadi tempatku tidur.

Oh iya, seingatku saat aku langsung berbaring menghempaskan tubuhku di atas kasur ini aku tidak memakai selimut sama sekali, siapa yang menyelimutiku semalam? Ah entahlah, itu tidak penting, aku harus segera mengambil air wudhu dan melaksanakan salat subuh.

Saat aku keluar dari kamar, aku melihat Lodewijk sudah terbangun dari tidurnya dan sedang menonton acara berita olahraga sepakbola yang menayangkan berita hasil pertandingan semalam. Wow, bahkan di saat salah satu teman kita dalam kondisi bahaya, dia masih bisa menikmati hidup. Yah, mungkin karena cara kami dididik oleh orang tua kami masing-masing berbeda karena itu dia tidak sepertiku yang lebih kaku.

Aku berjalan menghampiri Lodewijk yang sedang duduk di Sofa dan pandangannya terpaku pada layar kaca yang menampilkan acara berita hasil pertandingan sepak bola yang sedang ia tonton lalu memanggilnya. Kepalanya dan badannya berputar menengok ke arah aku berdiri kemudian ia menyapaku dengan sedikit candaan tapi entah kenapa mendengar candaan itu membuatku sedikit jengkel.

"Akhirnya putri tidur bangun juga."

"Huuft!" aku menghembuskan napas sekeras yang aku bisa kemudian dia menunjukkan senyum jahilnya yang tipis lalu memberitahuku mengenai sarapan yang telah ia buat untukku dan Ilya.

"Aku udah buat sarapan buat kamu sama Ilya, Ilya udah makan jatah sarapannya soalnya dia bangun duluan sebelum kamu sekitar jam empat pagi tadi dan salat berjamaah sama aku di mesjid."

"Toilet di mana?" tanyaku padanya.

"Di sebelah sana." ujarnya padaku sambil menunjuk arah Toiletnya berada dengan lengannya beserta telapak tangannya yang terbuka menghadap atas beserta jari jemarinya yang lurus menghadap ke arah toilet.

Aku berjalan pergi meninggalkannya, mengambil air wudhu di toilet kemudian melaksanakan salat subuh di kamar yang aku gunakan untuk tidur sebelumnya lalu menyantap sarapan yang telah dibuat oleh Lodewijk di meja makannya sembari memeriksa apakah ada pesan masuk dari pemilik bangunan apartemen tempat Riri tinggal atau tidak.

Pemilik gedung apartemen tersebut sudah mengirimkan pesan kepadaku, dia bilang dia bersedia menemuiku di rumahnya pada pukul delapan pagi. Aku memberitahu Lodewijk mengenai ini dari ruangan tempatku berada.

"Hey Lodewijk, pemilik gedung apartemen tempat Riri tinggal mau ketemu sama kita jam delapan pagi."

"Sip." ujar Lodewijk menjawab.

Aku menyelesaikan kegiatanku menyantap sarapanku lalu menunggu hingga saatnya bagi kami semua untuk berangkat ke tempat tujuan kami telah tiba.

Pukul tujuh lewat lima belas pagi kami semua berangkat menuju rumah pemilik gedung apartemen menggunakan mobilku dan untuk kali ini Lodewijk yang mengemudikan mobil karena aku masih mengantuk akibat tidak tidur selama dua hari dua malam. Selama perjalanan, awan mendung yang menyelimuti matahari turut menaungi kami, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami yang membuatku perlahan terbuai oleh rasa kantuk yang membuatku terlelap dalam tidurku.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now