Chapter 22 Bagian 9 "Ich mache mir Sorgen, du Dummkopf!"

176 69 4
                                    

POV Tantri

Perasaan apa ini? Apa yang sedang terjadi padaku? Kenapa aku merasa tubuhku sedang terbaring di atas permukaan yang lembut dan empuk? Kenapa kedua mataku yang tertutup baru akan membuka diri mereka dan kenapa kepalaku terasa pusing? Keadaanku seharusnya tidak seperti ini kan?

Ah ya, aku ingat, aku tadi merasakan kantuk dan pening yang hebat jadi aku pergi meninggalkan Lodewijk dan Ilya menuju kamar apartemen Lodewijk yang jarang ia gunakan. Aku rasa sudah cukup dengan tidurku dan kembali mencoba mencari tahu apa makna dari video-video yang telah dibuat oleh Breivik bersaudari bersama dengan Ilya dan Lodewijk.

Aku bangkit perlahan dari posisi berbaringku ke posisi duduk, mengusap kedua mataku, berdiri, berjalan ke meja tempat kacamataku diletakkan, mengambilnya dan mengenakannya.

Setelah mengumpulkan seluruh kesadaranku, aku berjalan menuju pintu kemudian menggenggam gagangnya, menurunkannya dan menariknya tapi pada saat aku berusaha menarik pintunya, pintunya tidak mau terbuka. Aku merasa mungkin pintunya macet jadi aku mencoba untuk menariknya untuk yang kedua dan ketiga kalinya tapi pintunya tidak mau terbuka.

Aku mencoba untuk menariknya lagi berulang-ulang tapi pintunya masih tidak terbuka. Jantungku mulai berdegup dengan kencang, aku menarik-narik pintunya lagi dengan sepenuh tenaga yang ada di dalam diriku tapi pintunya masih tidak terbuka. Aku mencoba untuk melihat ke sela-sela pintu dan pada akhirnya menyadari bahwa pintunya dikunci tapi oleh siapa dan kenapa?

Aku mencari-cari smartphoneku yang ada di kantung celana bahan yang aku pakai lalu aku melihat ada pemberitahuan bahwa WA smartphoneku menerima pesan WhatsApp dari Reiss. Aku segera membuka kunci layar smartphoneku, membuka aplikasi WA lalu membaca pesan yang masuk darinya. Reiss mengatakan padaku bahwa dia menerima pesan dari nomor WA tak dikenal tapi isinya adalah wasiat dari seseorang yang di menuliskan huruf inisialnya di akhir pesan yang ia buat, inisialnya adalah L.E. Isi pesannya berbunyi.

"Tantri, Ilya, aku gak tau apa aku bakal balik lagi ke hadapan kalian setelah aku nulis pesan ini tapi aku ngerasa aku harus nyampein ini ke kalian karena aku gak tau harus nyampein ini ke siapa lagi.

Tantri, Ilya, maaf ya aku ngebius kalian dan ngunci kamar yang kalian pake buat tidur karena aku gak mau kalian ikut campur sama masalahku. Aku harus ngehadepin Breivik bersaudari sendirian karena mereka ngancem bakal ngebunuh kalian berdua kalau kalian ikut sama aku buat nemuin mereka. Iya, aku udah tau makna dari video yang mereka kasih dan aku sengaja gak bilang ke kalian karena aku gak mau kalian berdua mati dibunuh sama mereka. Aku gak mau kalian berdua nasibnya berakhir kayak dua temenku yang udah dibunuh sama unit SSE.

Aku seneng kenal kalian, kalau aku pada akhirnya gak balik lagi ke hadapan kalian aku mohon supaya kalian jangan ngerasa kehilangan dan sedih terus menerus dan aku harap semangat kalian gak padam buat terus berjuang ngebela yang benar dan buat Tantri, kalau aku gak balik lagi ke hadapan kamu, aku harap kamu ketemu sama orang lain yang bisa jadi temenmu yang bisa ngerti kamu dan nyembuhin rasa kehilangan yang kamu rasain.

Oh ya, kalau kalian berdua gak keberatan, andai aku gak balik lagi ke hadapan kalian, doain aku ya setiap kalian selesai salat supaya kita bisa reuni lagi di akhirat, hehehe :D.

L.E"

Membaca pesan itu membuatku lemas seketika, dadaku terasa sesak dan kedua mataku meneteskan airnya yang perlahan menuruni kedua pipiku. Aku segera menelpon nomor polisi dan meminta mereka untuk datang menolongku dengan dalih bahwa aku telah diculik lalu memberikan mereka ciri-ciri bangunan dan lokasi tempatku diculik.

Beberapa jam berlalu, pada akhirnya suara pintu didobrak dapat terdengar di kedua telingaku kemudian aku segera berteriak meminta tolong dari dalam kamar. Salah satu personel polisi memintaku untuk tenang kemudian aku mendengar suara mereka berusaha mendobrak pintunya hingga pintunya terbuka.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now