Chapter 16 Bagian 8 "Ik ben Indische ik ben Indonesiër"

173 70 4
                                    

"Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Emas intannya terkenang.

Hutan, gunung, sawah, lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa"
-
"Ibu Pertiwi" oleh Iwan Fals

POV Pak Erwin

Aku sedang duduk di kursiku menonton televisi seperti biasa, melihat berita mengenai pengeboman yang terjadi malam ini beserta keributan diskusi setengah debat antara pembawa acara berita beserta pakar maupun anggota kepolisian dan pemuka agama dan seperti biasa, pemuka agama dipojokkan lagi. Media, mereka memang selalu seperti itu sejak kejadian pesawat yang menabrak gedung WTC pada 11 September 2001 dan banyaknya kejadian terorisme oleh kaum fundamentalis.

Hanya saja, kali ini bom yang meledak bukanlah kesalahan kaum fundamentalis tapi konspirasi yang dibuat oleh partai. Anakku dan teman-temannya di divisi siber sudah mendapatkan kumpulan rencana busuk partai yang sekarang berkuasa tapi aku khawatir.

Bukan, aku bukan hanya khawatir mengenai nasib anakku. Aku khawatir mengenai nasib mereka yang turut serta berjuang bersamaku dan anakku. Lodewijk sudah berhasil mereka jebak dan hingga saat ini, aku belum mendapat kabar dari anakku. Aku hanya mendapat kabar seputar perkembangan kondisi di lapangan berdasarkan laporan para anak buahku yang bagiku kegiatan mereka yang melaporkan temuan mereka hanyalah sebagai formalitas belaka padahal sebagian dari kami sudah mengetahui siapa dalang di balik semua ini.

Aku membuka smartphoneku dan menulis pesan kepada mevrouw Sofia untuk meminta teman peretasnya menyebarluaskan rencana busuk partai yang anakku telah berikan padanya dalam bentuk file yang disimpan di dalam hard disk yang anakku telah berikan padanya.

Setelah mengirimkan pesan itu melalui WhatsApp, aku menghapus pesan tersebut menggunakan fitur "
delete for me sehingga hanya pesan digawaiku saja yang terhapus sedangkan digawai mevrouw Sofia pesannya tetap ada dan tak terhapus.

Setelah aku melakukan itu, tiba-tiba dari belakang terdengar suara pintu diketuk kemudian, aku mendengar suara ledakan yang membuat telingaku berdengung. Pintu depan rumahku hancur, beberapa orang yang memakai seragam berwarna hitam lengkap dengan rompi, helm, masker dan senjata laras panjang yang berwarna serupa masuk ke dalam rumahku.

Mereka semua berteriak bersahut-sahutan memintaku mengangkat kedua tanganku sambil menodongkan moncong senapan mereka. Aku mengangkat tanganku, kemudian memerhatikan bahwa mereka memakai armband yang memiliki logo unit itu. Ah, Staat Straf Eenheid.

Setelah aku mengangkat tanganku, salah satu dari mereka membuka helmnya dan menarik maskernya hingga mencapai dagunya dengan jari telunjuknya. Orang itu tersenyum sinis padaku, dia memiliki rambut berwarna pirang keputihan dan tatapan yang sedingin es kutub. Sepertinya dia adalah salah satu dari Breivik bersaudari.

"Goedenavond, meneer Erwin. (selamat malam Pak Erwin.)" sapanya padaku menampilkan senyum liciknya.

"Ja, goedenavond (ya, selamat malam). Biar saya tebak, anda dari unit Staat Straf Eenheid?" tanyaku padanya.

"Wah, wah, wah. Anda hebat juga bisa mengetahui saya dari unit mana tanpa saya harus menjelaskan panjang lebar, anda pantas menjabat sebagai kepala penyidik di kepolisian." jawabnya padaku dengan nada sinis.

"Bedankt voor het compliment (makasih buat pujiannya)." jawabku padanya dengan nada sinis juga.

"Apakah anda juga tau kenapa kami ke sini memakai seragam dan membawa persenjataan lengkap sampai menggunakan peledak buat ngehancurin pintu depan rumah anda?" tanyanya padaku

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now