Chapter 22 Bagian 8 "Mengantar Trude Ke Kantor Polisi"

169 70 0
                                    

POV Lodewijk

Aku bersama dengan sang perempuan yang kembarannya baru saja kubunuh pada akhirnya sampai kembali di rumah kayu yang kami tuju. Aku berjalan di belakang perempuan itu dengan memegang erat belati yang kugunakan untuk membunuh kembarannya. Alasanku berjalan dibelakangnya sambil memegang erat belati yang berlumuran darah kembarannya adalah untuk berjaga-jaga jika dia berusaha menyerangku karena aku takkan pernah tahu kapan dia akan menjadi bahaya yang mengancam keselamatanku walau sejauh ini dia belum menunjukkan ancaman apapun.

Saat aku sampai, aku melihat Riri masih terbaring tak sadarkan diri di atas tanah jadi aku meminta perempuan itu untuk memeriksa keadaan Riri.

"Hey, kamu bilang kamu udah nyesel sama semua perbuatan jahat yang dulu kamu lakuin, kalau begitu tunjukkin ke aku kalau kamu udah bener-bener nyesel dengan periksa kondisi gadis yang lagi terbaring gak sadarkan diri itu. Periksa apa dia masih napas dan nadi di lehernya masih berdetak atau nggak."

Ia segera berjalan menuju tempat Riri berbaring lalu berlutut, memeriksa napasnya dengan mendekatkan jari telunjung dan tengah tangan kanannya yang dirapatkan ke lubang hidung Riri lalu menekan area leher Riri yang menjadi tempat nadinya berada dengan kedua jarinya tersebut. Setelah itu dia membaringkan sisi kiri kepalanya di dada Riri lalu kembali ke posisi berlututnya semula dan mengadahkan kepalanya ke wajahku.

"Dia masih idup, tapi dia masih belum sadar." ujarnya padaku.

"Apa kamu tau alesan kenapa dia belum bangun?" tanyaku padanya.

"Mungkin dia dibius pake dosis yang berlebih." ujarnya menjawab pertanyaanku.

Aku berjalan mundur ke belakang beberapa langkah lalu mengambil kapak yang sebelumnya mendiang saudari kembarnya gunakan saat ia bertarung denganku kemudian memasukkan belati yang dilumuri oleh darah mendiang kembarannya ke dalam kantong jaket parka yang kukenakan.

"Angkat dan gendong tubuhnya ke mobilku, kamu jalan di depan, aku yang arahin kamu harus jalan lewat mana aja buat nyampe ke tempat aku markir mobilku." ujarku padanya memberi perintah.

Perlahan, ia bangkit berdiri lalu mengangkat tubuh Riri dengan kedua tangannya dan menempatkan bagian depan tubuh Riri dalam posisi tengkurap di kedua bahu dan punggungnya sedangkan ia mengundi lengan atas kanan dan kedua paha Riri dengan lengan dan tangan dan kirinya, ia kemudian memintaku untuk menunjukkan arah menuju mobilku.

"Ayo, kamu arahin."

"Mulai jalan." ujarku memintanya untuk melangkahkan kakinya berjalan dan aku mengikutinya dari belakang meninggalkan area ini, mengarahkannya menuju tempat mobilku diparkir.

Setelah kami sampai di tempatku memarkir mobilku, aku mengambil kunci mobil dari saku celanaku, membuka kunci pintunya. Perempuan yang kembarannya baru saja kubunuh membuka pintu belakang, menurunkan tubuh Riri dan membaringkannya di atas kursi belakang, menutup pintunya dan menatapku yang masih mengawasinya sambil menggenggam kapak dengan kedua tanganku.

"Masuk ke dalem mobil." titahku padanya.

ia segera berjalan menuju pintu depan untuk kursi depan penumpang, membukanya dan menutupnya lalu aku memasukkan kapak yang kupegang ke bagasi mobil lalu masuk ke dalam kursi pengemudi dan mulai mengemudi, meninggalkan kaki gunung menuju kantor polisi terdekat. Suasana hening memenuhi mobil kemudian, aku mendengar ia memanggil namaku.

"Lodewijk Engels?"

"Ya?" jawabku.

"Kenapa kamu enggak mau ngebunuh aku waktu aku nawarin kamu buat ngebunuh aku? Maksudku, kamu punya kesempatan banyak buat bunuh aku dari tadi tapi kenapa kamu enggak coba ngebunuh aku?" tanyanya padaku.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now