Chapter 22 Bagian 7 "Holmgang"

323 70 2
                                    

*Putar lagu di atas buat tema part ini.

POV Lodewijk

Mobil yang kukendarai pada akhirnya sampai di sekitar jarak dua ratus lima puluh meter dekat dengan koordinat bangunan yang Breivik bersaudari berikan padaku melalui video-video yang mereka buat, yang mana koordinat bangunan tersebut berada di dalam hutan yang terletak di kaki gunung.

Aku menarik napas sejenak dan menghembuskannya, berusaha menenangkan detak jantungku yang sedari tadi berdebar kencang karena aku merasa takut. Rasa takut yang aku rasakan bukan akibat dari aku yang akan menjemput kematianku sendiri tapi rasa takut yang aku rasakan adalah rasa takut yang menumpuk, akumulasi dari pengalamanku yang pernah disiksa oleh Breivik bersaudari ditambah dengan rasa khawatirku bahwa aku akan gagal menyelamatkan Riri karena kalah bertarung dengan mereka atau mati akibat dari masuk ke dalam jebakan dan perangkap mereka sehingga membuatku gagal menyelamatkan Riri.

Aku sangat ingin kembali ke apartemenku untuk mengajak Ilya dan Tantri ke sini, tapi kalau Ilya dan Tantri berada di sini maka mereka juga akan menjadi korban dan aku tidak mau mereka terbunuh sama seperti terbunuhnya Ilhan dan Chandra. Aku juga tidak membawa senjata api karena senjata api yang dulu aku gunakan berada di rumah Mevrouw Sofia yang sekarang sedang berada di negeri Belanda. Aku sebenarnya sedang berjalan menuju kematianku sendiri dan aku sangat takut bahwa aku akan mati dalam keadaan gagal menyelamatkan Riri tapi aku tidak punya pilihan lain lagi, hanya ini yang bisa aku lakukan.

Aku membuka aplikasi notes di smartphoneku, menulis surat wasiatku dan mengirimkan surat wasiat itu kepada nomor WhatsApp milik Reiss melalui nomor keduaku, memintanya untuk mengirimkan siurat wasiat yang telah aku tulis pada Tantri seandainya aku tidak kembali kepada Tantri dan Ilya dalam kurun waktu satu bulan penuh. Setelah surat wasiat tersebut berhasil terkirim dengan tanda centang dua, aku mencabut sim card nomor telepon keduaku lalu membuangnya ke sembarang arah kemudian lanjut menyelesaikan sisa perjalananku menuju koordinat bangunan itu dengan berjalan kaki.

Langkah kakiku terasa sangat berat kala aku berjalan semakin dekat ke koordinat yang ditunjukkan Google Maps di smartphoneku hingga, kedua mataku dapat melihat samar-samar penampakan sebuah rumah yang terbuat dari kayu yang terkena cahaya sinar mentari yang akan tenggelam di ufuk barat yang di sebelah rumah tersebut terdapat sebuah pohon besar yang di batangnya digantung sebuah sangkar besar berbentuk kontak persegi panjang dan di dalam sangkar tersebut ada tubuh seorang manusia yang terlihat sedang berbaring sedangkan di depan pohon besar tersebut terlihat seseorang sedang duduk bersila sambil memegang sesuatu dengan kedua tangannya.

Aku yang melihat pemandangan itu segera mematikan smartphoneku untuk berjaga-jaga dari Tantri dan Ilya yang mungkin akan melacak keberadaanku saat mereka sudah mendapat surat wasiat yang telah aku tulis dan aku kirim pada Reiss.

Semakin aku mendekati pohon besar tersebut, semakin jelas dapat kulihat apa yang sedang dipegang oleh orang berjubah dan bertudung hitam yang sedang duduk bersila itu di kedua tangannya. Itu adalah sebuah kapak yang tinggi gagangnya mungkin setinggi bahu orang itu dan ukuran kepala kapaknya sangat besar.

Orang itu mengadahkan kepalanya dan menatapku sejenak, kemudian dia membuka tudungnya sehingga terlihat jelas rambut pirang keputihannya yang sedikit berkibar akibat ditiup angin yang berhembus. Orang itu tersenyum sinis padaku lalu memindahkan kapaknya ke sebelahnya dan bangkit berdiri.

"Akhirnya, Aku kira kamu enggak bakalan dateng Lodewijk Engels, tapi udah kuduga orang yang ada di dalam sangkar itu bisa ngebuat kamu keluar dari sarangmu buat nemuin aku." ujarnya padaku dengan nada sinis.

"Apa alasan kamu ngelakuin ini semua? Kamu bisa ngebunuh Riri langsung kalau kamu mau tapi kenapa kamu enggak ngebunuh dia?" tanyaku padanya.

"Karena, seperti yang aku bilang, aku pengen kamu keluar dari sarangmu supaya pada akhirnya aku bisa ngebunuh orang-orang yang ngebuat aku gagal nyelesein misiku satu persatu, dimulai dari kamu." ujarnya menjawab pertanyaanku.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now