Annapurna - Chapter 83

36 0 0
                                    

Chapter 83
Senin
18 Desember 2017
Cafe sekitar danau Pokhara
Jam 08.30 pagi waktu asia bagian selatan

Pokhara, kota kedua yang gw kunjungin di Nepal setelah khatmandu. Pagi ini kota ini terlihat sepi belum banyak warga yang memulai aktifitas. Suasana khas pegunungan masih terasa kental. Dengan banyak pepohonan, bukit-bukit, kabut embun pagi yang masih tebal dan gak banyak gedung-gedung bertingkat disini. Beberapa warga yang harus keluar rumah terlihat memakai jaket dan syal tebal untuk melindungi tubuh dari hawa dingin. tampak banyak burung gagak berterbangan ntah dalam rangka apa. Yang jelas tadi pagi gw terbangun dengan cara ini, mendengar kicauan-kicauan burung gagak dilangit (suaranya mirip diserial naruto jadi gw bisa bedain). Budi juga sempat heran, tapi karena waktu sarapan sudah mepet; berhubung mandi pasti menghabiskan banyak waktu karena harus memanaskan air, jadi gw dan budi menganggap hal ini udah biasa terjadi di pokhara.

Segera setelah mandi, gw dan yang lain berangkat untuk sarapan. Ada banyak pilihan kafe yang ada pagi ini. Demi menimalisir energi, lisa dan yang lain memutuskan untuk memilih kafe terdekat dengan jarak tempuh 10 menit. Kafe ini sekilas mirip dengan kafe-kafe yang ada di Indonesia, cuma berbeda dari segi menu dan mata uang yang digunakan. Setelah lisa dan budi ngobrol-ngobrol sebentar dengan pelayan kafe dengan wajah khas timur tengah (lisa dan vivi antusias banget karena menurut mereka pelayan kafe ini ganteng) baru diketahui kalau pelayan kafe itu pernah ke Indonesia dan punya saudara yang sekarang lagi kerja di malaysia.

"We want one dalbat and one momo" lisa memanggil pelayan dan mengkonfirmasi menu pesanan yang telah gw dan yang lain pilih. "And plis dont use too much garlic okey? My friend kind of hate it"

"Ok, madam" sang pelayan menjawab. "You want to trecking to poonhill right? Then eating a lot of garlic will make you feel warm and boost your energy there. A lot of tracker doing that"

"I heard that before" lisa menjawab. "We will try that on the way too poonhill, but for now, least garlic is enough"

"Oke" sang pelayan menjawab sambil tersenyum. "Will be ready soon for you, guys"

"Lis liat gak tadi pelayannya senyum" vivi berbisik kearah lisa setelah sang pelayan masuk kedalam dapur. Kafe ini masih sepi dan kami masih jadi satu-satunya pengunjung sekarang. "Kenapa banyak muka-muka arab ya disini, gw mau deh balik lagi kesini nanti buat ngeliat pelayan ini aja, sama pelayan-pelayan yang lain juga yang kita temuin semalem"

Dan obrolan tentang pelayan ini berlanjut sampe makan selesai. Gw dan budi memilih diam dan tidak menanggapi apapun.

"Sekarang kita cari taksi dulu" lisa tiba-tiba berkata setelah selesai melakukan pembayaran ke pelayan dengan wajah kearab-araban. "Ren, lu cari taksi ya, gw sama yang lain balik lagi ke penginapan ngambil barang-barang. Barang-barang lu nanti dibawain budi."

"Cari taksi dimana lis?" gw berhenti dan meminta detail instruksi yang diberikan oleh lisa. "Harganya udah tau? Tujuannya ke world peace pagoda sama kampung tibet?"

"Cari disekitar sini aja tuh banyak" lisa menjawab sambil menunjuk kearah beberapa mobil putih yang mirip dengan mobil yang gw tumpangi untuk menuju thamel dari bandara. "Minta harga 1000 rupee aja seharian. Kita carter sampai sore nanti dibayar pakai uang kas. Setelah uang kas abis nanti kita kumpulin lagi"

"Oke" gw jawab singkat. "Sekalian gw mau nyari rokok dulu"

"Terserah" lisa menjawab dan mulai melanjutkan langkah ke arah penginapan menyusul vivi dan budi. "Nanti kita ketemu disini"

"Nah yang itu agak mirip-mirip ed sheeran deh lis" vivi yang sekarang berada didepan menunjuk seorang pria yang sedang berusaha untuk membuka tokonya yang terletak dijalan yang semalem dilewati. Pria dengan kaos oblong putih dan celana jeans terlihat belum sepenuhnya sadar. Dan dia juga keliatan terpaksa untuk membuka toko. "kok semalem gak keliatan ya lis yang kayak begitu"

"Kita gak sadar aja vi" lisa menjawab sambil melirik kearah gw. "Mungkin juga udah capek karena baru sampe pokhara. Yuk kita ke penginapan dulu, rendy nyari taksi disini."

Dan setelahnya obrolan mereka terdengar samar. Ada beberapa taksi yang masuk dalam jarak pandang gw sekarang. Tapi sebelum mencoba bernegosiasi dengan supir taksi, gw harus beli rokok dulu. Harus.

-----------------------

Jam 10.00 pagi waktu asia bagian selatan

"You have to climbed that stairs to reach to world peace pagoda" sang supir taksi berpesan setelah gw dan yang lain keluar taksi dan melihat puncak pagoda emas dikejauhan ujung bukit. "It will take alot of time sure, so take it slowly. You will find the real peace up there. I will wait here for you"

"The real peace?" lisa melontarkan pertanyaan sambil mempersiapkan masker untuk dipasang karena tempat parkir yang dipilih oleh sang supir sedikit berdebu. "I really want find a place with that now. Please wait for approximately 2 hours, we will be back soon"

"Yes of course i will wait" sang supir menjawab. "Hope you find your guru soon in nepal. Your guru will teach you to get peace anytime you want"

"I hope, see you later then" lisa menjawab sang supir dengan lambaian tangan dan bergerak kearah gw dan budi untuk memulai perjalanan menaiki tangga menuju world peace pagoda. "Yuk kita keatas sekarang, keburu siang"

"Diatas sana lis?" gw bertanya sambil memicingkan mata kearah kubah emas yang letaknya tinggi dikejauhan didepan gw. "Lumayan jauh juga ya, kayaknya hampir sejam naik tangga kesana"

"Iya" Lisa menjawab. "Kalau diliat dari rute sih pagoda ini bersebrangan dengan penginapan kita, semisal lu mau dan punya energi lebih buat berenang nyebrang danau lu bisa balik lagi ke penginapan tanpa harus naik mobil"

"Orang gak waras pun bakal mati tenggelam kalau harus disuruh berenang beratus-ratus meter kayak gitu lis" gw jawab perkataan lisa pelan.

"Kerennn, pantes sih tadi kita kayak muter-muterin danau aja rutenya." budi merespon perkataan lisa dengan mata berbinar-binar. "Yuk ah kita keatas, vi ayo kita duluan, biarin rendy sama lisa belakangan aja"

"Lesgoooo" vivi yang sebelumnya mencoba mendapatkan foto pagoda dari beberapa angle kejauhan dengan antusias menjawab ajakan budi. "Semakin dekat angle fotonya nanti semakin baguuss"

"Lisa, ayo kita juga mulai naikin tangga" gw yang gak mau ketinggalan dengan budi dan vivi mengajak lisa untuk memulai menaki tangga sebelum matahari semakin tinggi."keburu siang nanti, gak ngaruh sih emang karena siang disini suhu udaranya tetep dibawh 20 derajat, tapi tetep aja kita masih harus ke kampung tibet"

"Bentar" lisa menjawab sambil memencet-mencet tombol smartphonenya. "Perasaan gw gak enak ren"

"Kenapa?" gw yang mendengar jawaban vivi mendadak merasakan aura yang sama. "Mencet apaan dah kan gak ada sinyal juga disini"

"Kayaknya kita harus beli simcard" lisa menjawab. 'Ntah lah perasaan gw bilang ada yang aneh sama tempat ini, dan bener kata lu, kita gak punya kenalan siapa-siapa disini kalau terjadi sesuatu nanti, buat jaga-jaga mending kita beli simcard, satu simcard untuk 4 orang, gimana?"

"Boleh aja" gw menjawab."gw gak bakal pake sih, tapi untuk jaga-jaga emang harus kayaknya. Lu kepikiran orang-orang yang ada di Indo lagi?"

"Iya, tapi sekarang masalahnya bukan itu" lisa menjawab singkat. "Ntah gw terlalu ter-mindset dengan cerita-cerita mistis atau apa, tapi sejak ada dikhatmandu, kayaknya gw bisa ngeliat sesuatu yang belum pernah gw liat sebelumnya"

"Maksudnya?" gw coba perjelas perkataan lisa. "maksud nya lu bisa ngeliat hantu?"
"Kayaknya sih gitu" lisa menjawab. "Kayak sekarang, liat coba disana, dibelakang vivi dan budi. Ada cewek melayang pake baju putih ngeliat kearah kita"

Dan ketika gw mengikuti arah pandangan lisa, gw liat cewek berbaju putih yang lisa maksud, cewek yang sama yang gw liat beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir.

Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang