Machapucare - chapter 55

32 0 0
                                    

"Pinter ya, sepatunya robek bagian samping" kak apro tiba-tiba nyenggol tangan gw dan mulai komplain tentang sepatu kets merah yang gw pake. Sebagai catatan, gw emang pake setelan blazer dan celana resmi serba hitam, tapi untuk sepatu gw pilih sepatu kets merah yang sobek lumayan besar dibagian samping karena sering gesekan dengan papan skate. Dan kak Apro baru sadar sekarang tentang kondisi sepatu gw yang gak layak pakai ini, begitupun gw. Gw juga baru sadar sekarang kalau gw milih sepatu ini buat berangkat tadi.

Disepanjang trotoar jalanan yang letaknya disisi pagar istana, gw dan kak apro jalan berdampingan sambil sesekali memperhatikan beberapa tamu lain yang juga menyusuri jalur yang sama untuk masuk ke dalam istana. Kebanyakan tamu-tamu ini memakai stelan batik dan gw taksir usianya mungkin gak beda jauh sama gw. Melihat beberapa sampel tamu yang udah gw temuin, gw yakin banget kalau acara nanti bakal jadi acara formal.

Butuh waktu sekitar 10 menit untuk masuk kedalam istana. Wajar, jalur masuk agak dialihkan melalui jalur yang melewati kebun raya disebelah istana karena pintu masuk utama dipake buat jadi jalur masuknya tamu-tamu penting. Setelah masuk ke area kebun raya, gw liat dikejauhan kalau didepan pintu masuk yang disediakan ada tenda putih besar dan keramaian orang disana, kayaknya sih itu tempat yang jadi area pintu masuk acara sekarang. Dan udara dikebun ini malah lebih adem dari udara diluar tadi.

Gw, kak Apro, dan Abe langsung ngambil antrian dimeja registrasi begitu sampai didepan gerbang. Antrian di meja registrasi ini dibagi jadi 5 jalur yang letaknya dibawah tenda putih besar yang sengaja didirikan didepan pintu gerbang istana. Beberapa barisan anak-anak pramuka, pemuda-pemudi berpakaian ala pengibar bendera, dan beberapa petugas keamanan yang berbadan tinggi tegap terlihat mengantri untuk mencatat daftar hadir dijalur-jalur yang berbeda.

"Pokoknya kalau gak boleh masuk kamu tinggal disini, sendirian." Kak apro ngelanjutin. Sementara nunggu antrian, gw sempat mengambil beberapa foto. Alasan gw ngambil foto ya kayaknya cuma insting dan refleks aja, karena field report yang harus dibikin nanti butuh dokumentasi acara keseluruhan, dari awal sampe akhir acara selesai dan gak ditiap jepretan hasilnya bisa bagus. Jadi gw simpulkan kalau gw butuh sampel foto dalam jumlah tak terhingga supaya enak memilah mana yang bakal dipost mana yang bakal dibuang nanti.

"I-i-ya, Kak." gw jawab sambil menelan ludah dan fokus lagi ke jepretan anak-anak pramuka yang sedang diberi instruksi oleh seorang guru wanita berperawakan agak berisi dengan jiwa keibuan memancar dari tatapan mata nya ke anak-anak yang sedang dibimbing. Ngeliat anak kecil bersetelan pramuka lengkap gak tau kenapa sekilas memori gw berlari jauh ke belakang, waktu gw masih kelas 2 SMA dan masih aktif di ekskul pramuka.

Menimbang gak ada tamu lain yang tampilan sepatunya seacak-acakan gw, gw makin yakin kalau ketakutan ka Apro bisa aja bener-bener terjadi. Gimana kalau seandainya gw gak boleh masuk? Percuma dong semuanya? Momen sekali seumur hidup ini bakal hilang begitu aja cuma gara-gara sepatu. Gw mulai mikir buat cari cara untuk meghindari tatapan-tatapan penjaga meja registrasi terhadap sepatu gw, dan satu-satunya cara yang terpikir adalah dengan memisahkan diri dari kak Apro dan Abe saat penulisan absen. Ntah lah, cuma cara ini yang terbesit disaat sekarang.

Kak Apro dan Abe melangkah lebih dulu tepat ketika antrian terdepan dari posisi mereka selesai menuliskan absen. Samar-samar terlihat kalau mereka dapat semacam pin berbentuk bulat berlatar belakang merah darah yang harus dipasang sebagai atribut di pakaian masing-masing. Dari jauh terlihat kalau di Pin itu tertulis "Kita tidak sama, kita kerja sama (MEDIA)". Gw memelankan langkah dan baru terlibat dalam rangkaian kegiatan registrasi setelah abe dan kak Apro selesai. Iya, semua dibuat gak terlalu mencolok supaya gak ada satupun dari pihak pendaftaran yang sadar dengan sepatu yang lagi gw pake. Setelah selesai menuliskan nama, nomer telfon, dan memasang pin disalah satu kerah blazer yang gw kenakan gw segera menyusul kak apro menuju gerbang masuk istana tempat beberapa PROVOST berjaga membawa senjata.

"Udah selesai? Yuk masuk. Untung bisa masuk kan" Kak Apro dan abe berdiri didepan gerbang sambil memegang gadget dan perlengkapan dokumentasi sebelum masuk kedalam istana. Samar-samar terlihat kalau didalam istana banyak orang sedang mempersiapkan seblum acara inti dimulai. Kalau dilihat dari Pin yang didapat, rombongan ini datang kesini sebagai perwakilan Media yang tugasnya buat mendokumentasikan acara. Tapi gak cuma pin merah darah, beberapa tamu lain yang punya pin dengan warna yang berbeda. Perbedaam warna pin ini mungkin menandakan porsi tanggung jawab yang beda juga.

"Yuk" gw jawab ajakan kak apro.

"untung bisa masuk kan" Abe nambahin, tapi tatapannya mengarah ke arah gerombolan cewek berpakaian serba putih yang mulai masuk kedalam gerbang. Sekilas mereka ini mirip sama gerombolan paskibraka yang sering gw liat diperayaan 17 agustusan.

"Minta roti dong, jadi dibawa gak?" gw nimpalin abe sambil mengikuti arah tatapan dia. Cantik sih emang, salah satu cewek punya rambut gaya bob dan dandanan tipis yang bikin aura sederhana-nya keluar. Perkiraan gw cewek-cewek paskibraka ini seumuran sama abe.

"gak lah, kan gak boleh, inget ren gak boleh macem-macem didalem" abe ngejawab dengan tatapan gak lepas dari cewek berambut ala-ala bob.

"satu macem aja, ngapain macem-macem" gw jawab dia sambil berencana mengambil momen cewek-cewek paskibraka ini sebelum bener-bener menghilang di gerbang masuk, dan tepat ketika akan memencet tombol tiba-tiba kak apro manggil.

"kalian ngapain? Ayo masuk!" kak apro yang tanpa disadari posisinya udah jauh didepan dan tinggal beberapa meter lagi sebelum bisa melewati gerbang.

"iya kak" gw jawab dengan keterpaksaan karena kehilangan momen masuknya cewek-cewek paskibraka.

"nanti didalem kita ambil fotonya, jangan sampe kak apro tau" abe berusaha menghibur gw dan ya padahal gw yakin yang butuh foto cewek itu sebenernya dia bukan gw.

"kita? Gw aja. Ayo kak apro nungguin" gw jawab abe sambil melangkah menghampiri kak apro.

Setelah melewati gerbang yang dijaga oleh banyak PROVOST, gw bisa liat kalau acara yang bakal diadakan berbeda 180 derajat dari konsepan yang ada dikepala gw sebelumnya. Dan ini bakal keren banget.

Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang