Annapurna - chapter 58

43 0 0
                                    

Paspor? Belum.
Minta cuti? Belum.
Beli ransel? Belum.
Ngomong ke nyokap? Belum

Lihat kan, dari beberapa bulan persiapan ini gw belum melakukan apa-apa menjelang keberangkatan ke Khatmandu. Setelah beli tiket gw sibuk ngurusin urusan sama mas Bayu. Setelahnya kepentok liburan lebaran. Setelah lebaran sibuk persiapan untuk ke semarang. Semarang selesai, gw sibuk sama urusan sumpah pemuda. Semuanya disambilin dengan kerja 8 jam di kantor dan harus update cerita yang lagi gw tulis, berat sih ini.

Lisa? Ntah lah. Justru gw seneng kalau lisa seakan-akan lupa sama perjalanan ini. Coba bayangin kalau dia tahu kondisi gw sekarang? Ya gak bakal kenapa-napa sih emang, tapi ya kena semprot satu dua kali ya pasti.

"LU NIAT GAK SIH? TIKET ITU GAK BISA DIREFUND! INGET, GAK BISA DIREFUND! 5 JUTA MELAYANG PERCUMA KALAU LU GAK PUNYA PASSPORT!"

Gak, semua bakal lebih parah dari itu. Dia bukan cuma bawa-bawa tiket yang gak bisa direfund, tapi juga bakal bawa-bawa nama budi dan vivi, bawa-bawa persiapan apa aja yang udah dia lakuin (sebelumnya gw sempet beberapa kali chat dan dia pernah nanya ke salah satu forum traveller dan berkesimpulan kalau fitness itu penting sebagai langkah awal tracking), dan yang paling gw takutin adalah, dia bakal bawa-bawa cerita yang lagi gw tulis.

"SIBUK APAAN SIH LU? KERJA DIKANTOR EMANG NGAPAIN AJA? CERITA DI KASKUS YANG LAGI LU SELESAIIN KAN PANGKAL SEMUA KEMALESAN INI? IYA?"

Dan setelahnya? Dia bakal bilang kalau cerita ini gak akan berguna lah, dia bakal bilang gw cuma cari sensasi lah, dia bakal bilang gw cuma buang-buang waktu ngerjain sesuatu yang gak penting lah. Dan ini wajar sih emang, hampir semua yang gw kenal selalu nganggep cerita yang gw tulis ini cuma buang-buang waktu, termasuk bibi mungkin. Gw makin gak semangat buat update kalau udah denger omongan ini, apalagi dari dia.

"Inget filosofi mencuci ren, jangan direndem kelamaan cucian itu, nanti konsekuensinya berat"

Sekarang petuah mas kosan tentang filosofi mencuci yang melintas dibenak gw. Gw benci mengakuinya tapi disituasi kayak gini gw mulai ngerasa kalau filosofi ini ada benernya. Ntah kenapa, semakin gw menunda penyelesaiannya, semakin juga nilai keromantisan cerita ini hilang. Yang dari awal mau dijadiin sebagai kado ulang tahun, sekarang malah menjelang ulang tahun gw malah cerita ini belum kelar-kelar juga.

Dan masalahnya sekarang semakin gak sederhana. Menyelesaikan cerita itu butuh waktu dan tempat yang pas. Tempat? Ada di rooftop. Lah waktu? Ini yang gw gak punya sekarang. Waktu gw dalam sehari cuma 8 jam bersih setelah dipotong dengan waktu tidur dan kerja. 8 jam harus gw bagi dengan menulis, ngeskate, baca buku, jalan-jalan, cukup? Gak sama sekali lah. Lagian kalaupun waktunya cukup, gw masih butuh energi ekstra buat ngerjain semuanya.

Kunci sukses kebanyakan orang itu adalah perencanaan yang matang. Dalam rangka mensukseskan perjalanan ke Khatmandu gw harus punya perencanaan yang matang yang berhubungan dengan persiapan kesana.waktu kurang lebih sebulan lagi harus gw maksimalkan.

PRIORITAS PERTAMA: Menyelesaikan penulisan cerita.

Iya, ini yang harus jadi prioritas utama gw sekarang. Menyelesaikan penulisan cerita ini punya efek ke banyak segi kehidupan. Dengan selesainya penulisan cerita ini batin gw bakal tenang. Melakukan persiapan lain tanpa terlebih dahulu menyelesaikan cerita itu kayak war didota tanpa stunning atau tukang silent. War tanpa stunning dan tukang silent itu misi bunuh diri yang hakiki dan langkah gak bijak karena musuh (yang mungkin punya stunning) bisa ngecounter attack serangan kapan aja. Ini yang gw hindarin. Gw pengen persiapan dan perjalanan khatmandu gw bebas dari hal-hal yang berbau meninggalkan tanggung jawab dan ini benar-benar harus terwujud. Gak boleh ada kompromi.

Setelah urusan penulisan cerita ini selesai barulah gw bisa memulai persiapan lain kayak pengurusan passport, minta izin cuti, beli ini itu, dan ngehubungin lisa untuk merencanakan tempat penginapan yang pas. Iya, itu yang harus gw lakuin sekarang.

Kalau sekilas dilihat sih kayaknya emang terlalu numpuk, terlalu banyak hal yang harus gw kerjakan. tapi kalau seandainya gw bisa untuk tidak terlalu kejam terhadap diri sendiri sebenernya gw gak terlalu menunda penulisan cerita ini kok. Dalam beberapa minggu terakhir, gw udah bisa menyelesaikan hampir 80% penulisan cerita. Di sisa-sisa waktu terakhir ini gw tinggal menentukan apa dan gimana cerita ini bakal gw akhiri.

Semua bakal berakhir dengan kepergian bibi, itu udah jelas. Cerita ini, bagaimanapun, adalah cerita yang gw buat untuk mengenang masa-masa kenal bibi di masa gw memulai status sebagai "seorang lelaki dewasa". Alur kepergian bibinya udah ada, cuma gw butuh poin lebih yang bisa bikin cerita gw ini beda dibandingkan dengan cerita yang lain. Gw butuh poin lebih yang harus bisa bikin bibi tau kalau gw bikin cerita ini bukan main-main. Walaupun pada akhirnya nanti dia baru baca 10 tahun lagi mungkin.

Cerita ini sudah memasuki babak akhir, dan babak akhir dari pertemuan gw dengan bibi adalah permainan truth or dare. Pertanyaan dan jawaban dari bibi tentang pertanyaan pertama waktu itu jelas bakal membekas di memori gw.

"Bi kenapa kamu pergi gak bilang-bilang?"
"aku.. aku.. gak mau kamu sedih..."

Dia gak mau gw sedih

Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum