Annapurna - Chapter 74

44 0 0
                                    

Chapter 74
Jam 20.00 WIB Waktu Asia Bagian Selatan

Langit diluar keliatan gelap. Beberapa kali gw diberi kesempatan untuk melihat bayangan awan dibalik temaram lampu-lampu pesawat. Pandangan gw keluar sudah berlangsung hampir setengah jam setelah sebelumnya gw coba untuk tidur dan terbangun karena bayangan cewek berdress putih datang lagi ke kepala gw.

Dan selama kurang lebih setengah jam gw mulai sadar kalau disini, diatas sini, begitu tenang. Hampir tidak ada potensi gangguan yang akan terjadi selama setengah jam terakhir. Disini, diatas awan, suasana tenang bukan lagi angan-angan. Lu, gw dan kita semua bakal ngerasain definisi hidup tenang dengan sebenar-benar definisi. gw salut dan gak heran kalau ada beberapa dari kita, manusia, punya mimpi untuk bisa hidup diatas awan. Dibandingkan dengan hiruk pikuk didataran, berada diatas sini mungkin bisa jadi alternatif penghilang penat yang paling tokcer.

Ironinya adalah, dibeberapa tempat, beberapa dari kita rela menghancurkan ketenangan-ketenangan kayak gini demi sesuatu yang menurut gw fana. Ntah lah, gw masih belum ngerti alasan kenapa beberapa diantara kita rela menghancurkan atau merebut suasana tenang dan damai demi kekuasaan, materi, dan hal-hal sepele lain. Maksudnya, ya apa sih yang salah dari hidup tenang? Tanpa harus berburuk sangka? Tanpa harus teriak caci maki? Masing-masing mengurus pekerjaannya, tanpa harus ada pikiran-pikiran negatif.

Ntah, mungkin setelah keberangkatan dari malaysia tadi, gw dan lisa sudah terbang sekitar 3 jam, masih ada jarak tempuh 2 jam sebelum gw bisa sampai di khatmandu, dibandara Tribhuvan lebih tepatnya. Berbeda dengan penumpang sebelum malaysia, setelah transit dan berganti penumpang, pesawat yang gw dan lisa tumpangi didominasi hampir 80% orang berwajah khas asia selatan. Dengan logat-logat khas india yang sering gw denger dulu waktu kecil, gw makin yakin kalau pesawat ini emang menuju ke Nepal, Bukan kanada, apalagi Afrika.

Lisa tidur. Duduk tepat disebelah gw. Sebelumnya, tepat setelah lepas landas dari kuala lumpur, dia menyibukkan diri dengan menonton "How to train your dragon" di monitor yang disediakan didepan tempat duduk nya, monitor yang juga disediakan ditempat duduk semua penumpang.

"Gw cuma nyiapin satu selimut jadi maaf kalau lu gak kebagian" lisa dengan percaya diri mengeluarkan sebuah selimut dari dalam tas kecil dan langsung menyelimuti diri.

"Gw gak minta" gw jawab sambil memilih opsi untuk memutar film "Harry Potter and the deathly hallows" part 1 di monitor. "Eh, lu nonton apa?"

"How to train your dragon" lisa jawab. "Fans garis keras hiccup"

"Oh, oke" gw jawab singkat tanpa menoleh sedikitpun karena film didepan gw sudah mulai diputar. "Selamat berhiccup ria kalau gitu"

Dan 2 jam setelahnya, lisa tidur. Wajar sih, karena dipertengahan film tadi lampu pesawat dimatikan. Jadi hampir setengah lebih bagian film harus ditonton dengan suasana gelap. Dimatikannya lampu pesawat ini bikin suasana makin campur baur menurut gw dan kadang membuat cahaya kelap-kelip bintang diluar sana makin kontras. Iya, selain awan, diluar sana gw juga kadang melihat kelap kelip bintang.

Melihat bintang katanya sama seperti melihat masa lalu. Cahaya kelip bintang yang sampai ke mata kita mungkin cahaya yang dikirim bertahun tahun yang lalu. Jarak yang jauhnya kebangetan lah yang jadi alasannya kenapa cahaya ini butuh waktu yang lama untuk sampai dibumi. Dan fenomena ini yang jadi jawaban atas pertanyaan "Seseram itu kah melihat masa lalu?"

Dan nyokap.

Apa yang terjadi kalau nyokap tau anaknya sekarang lagi dalam perjalanan ke khatmandu?

Ntah lah, gw belum bisa ngebayangin apa dan gimana nanti cara gw ngejelasin ke nyokap tentang perjalanan ini. Yang jelas sekarang, dan 10 hari kedepan, handphone dan nomer telfon gw bakal gak aktif kecuali dibeberapa tempat yang punya akses wifi. Untuk sementara, nyokap cukup tau kalau gw masih dijakarta dalam rangka kerja akhir tahun dan belum sempat menghubungi siapapun kecuali teman-teman kerja. Selebihnya, gw gak peduli.

Pesawat beberapa kali bergetar, dan getaran ini cukup untuk membuat irama jantung gw meningkat seenggaknya 4-5 ketuk. Gw fobia ketinggian. Jangankan ketinggian lebih dari 10K kaki kayak gini, ngelewatin jembatan aja gw takut. Dikejauhan gw bisa lihat titik-titik cahaya kecil dibawah sana. Mungkin itulah khatmandu, mungkin beberapa saat lagi pesawat ini bakal mendarat disalah satu titik cahaya disana.

Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]Where stories live. Discover now