Annapurna - Chapter 62

47 2 0
                                    

Chapter 62.

Dan beginilah akhirnya. Setelah 2 usaha dikantor imigrasi tidak membuahkan hasil, gw yang mulai kehilangan antusias (bahkan kalaupun tiba-tiba turun magnum belgian coklat dari langit dengan jumlah tak terhingga) memutuskan untuk berjalan kearah areal kota tua. Ntah, tapi tempat ini satu-satunya tempat yang melintas dibenak gw untuk dijadikan tempat sebagai pelarian menuju jam 10, jam dimana gw udah janji untuk balik ke kantor.

Deket banget, area kota tua ini berasa deket banget mungkin karena cuma berjalan sekitar 10 menit (kalau lari mungkin ya sekitar 2 menit) untuk sampai kesana. Setelah sampai langkah gw otomatis terhenti, lapangan besar didepan museum sekarang kosong, mungkin cuma ada 5 - 10 orang disekitar area ini sekarang, dan itu pun bukan diarea utama. Sebelumnya gw belum pernah melihat area kota tua sekosong ini, sekarang bahkan kelompok pengamen bertopi hijau yang biasa gw temuin belum kelihatan batang hidungnya. Sunyi.

Matahari mulai tinggi, langit dibelakang museum mulai membentuk bayangan hitam didepannya setelah disinari oleh mentari pagi. Hampir tidak ada aktifitas berarti disini, beberapa orang yang ada dipinggiran area kebanyakan cuma duduk dan sesekali mengarahkan gadget kesekitar museum mungkin untuk mengambil foto. Setelah merenung selama beberapa menit, gw putuskan untuk mengarahkan kaki ke tempat yang terlindung dari sinaran matahari pagi, dan satu-satunya tempat yang punya spesifikasi mirip adalah sebagian kecil bagian depan musium yang tertutupi bayangan gedung.

"Lis, gw harus gimana?"

Gw melangkahkan kaki sambil tetap berusaha menghubungi Lisa. Lisa, yang juga seorang karyawan, mungkin sekarang baru sampe dikantor, ya aktifitasnya 11-12 sama aktifitas gw. Pesan yang akan dikirim sekarang ini pesan ke sekian yang gw kirim setelah sebelumnya lisa menutup telfon sewaktu gw masih di kantor imigrasi jakarta pusat. Kemungkinan besar dia marah karena sebelumnya dia lah yang selalu mengingatkan gw untuk secepat mungkin mengurus passport dan karena kesalahan dan keteledoran gw lah semua ini terjadi. Coba tebak? Setelah semuanya terjadi, sekarang dugaan dia tepat, lagi.

Didepan area musim, sebelum ada beberapa anak tangga untuk menuju ke area lain yang kosong berukuran ¾ lapangan sepakbola, disediakan beberapa bola-bola berdiameter 50 cm sebagai tempat duduk pengunjung. Janggal? Ya begitulah adanya, disediakannya bola-bola batu berukuran besar ini mungkin ditujukan cuma sebagai hiasan, tapi kenyataannya bola ini terlalu sering dijadikan tempat duduk oleh pengunjung yang dateng, termasuk gw sekarang.

Huufft... Haaaaah... Hufft.... Haaaaah....

Seduduknya gw dibola batu tersebut gw langsung mengatur pernafasan gw sebelum mulai memikirkan lagi jalan keluar untuk permasalahan passport. Semakin keras otak gw berkerja untuk mencari jalan keluar, semakin gelap jalan yang gw lihat yang artinya semuanya stuck disatu tempat. Dinalar menggunakan teori apapun semua akan berujung ke kemungkinan 0% untuk mengurus passport sekarang. Gak ada jalan keluar lain.

Cekrek.... Hufft....

Waktu-waktu sekarang lah waktu dimana gw butuh penenang kerja otak, dan buat gw satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan efek ini adalah dengan udud. Ntah, harusnya sih yang timbul itu efek stimulasi, tapi di mindset gw justru efek yang ditimbulkan dari rokok adalah supresi. Udara pagi masih terasa dan gak seharusnya gw kotori dengan kepulan asap rokok yang keluar dari mulut gw. Tapi gw punya alasan yang kuat untuk melakukan hal ini, pertama, karena tadi pagi gw terburu-buru jadi sampe sekarang gw belum sarapan atau makan-makanan apapun untuk mengganjal perut. Kedua karena otak gw memang lagi butuh penenang aja.

"Batal sudah ke khatmandu"

Pikiran ini tiba-tiba melintas di benak gw. Ya benar sih emang, gw bisa aja terancam ke khatmandu kalau urusan passport ini gak selesai dalam waktu sekitar 3 minggu kedepan. Ketakutan ini membuat intensitas detak jantung gw meningkat. "Inget, 5 juta melayang kalau lu gak punya passport" kata-kata lisa semakin memperparah keadaan dan seolah-olah semakin menyudutkan gw atas semua kejadian sekarang.

"Semua tempat udah coba dicek? Penuh semua?" Hape gw bergetar dan darisana terlihat kalau lisa membalas pesan gw sebelumnya.

"Udah, udah semua untuk daerah terdekat dari posisi gw. Beberapa tempat yang punya jadwal kosong sebelum tanggal 16 itu cuma kantor imigrasi semarang, bogor, sama bandung" gw ketik balasan untuk lisa dan sekilas gw lihat kalau matahari udah mulai meninggi, lagi.

"Bogor bisa, selalu siap sedia bahkan dari pagi" lisa ngebales tanpa jeda waktu dan disambut dengan getaran hape panggilan masuk dari dia

"Lu dimana sekarang?"

"Kota tua, lisa"

"Kebogor bisa kok kapanpun, selalu siap tanpa harus daftar online"

"Gw harus kebogor? gak kenal siapa-siapa disana."

"Gw gak kenal? Berangkat dari pagi, jam 2"

"Astaga Dragon, gw masih harus ngurus cuti 10 hari dan sekarang lu bilang gw harus ngurus izin lagi buat kebogor jam 2 pagi?"

"Konsekuensinya ya itu. Inget ya, semua salah siapa? Salah siapa coba? Ren, kita udah gak ketemu hampir 3 tahun mungkin. gw kira lu berubah ternyata lu masih suka menyepelekan hal-hal kayak gini, yang ada dipikiran lu cuma satu, selain itu? Cuma dianggap angin lalu, bahkan untuk rencana kita ke khatmandu. Lu pernah ngehubungin vivi? Budi? Gak pernah. Semua gw yang urus. Yang ada dipikiran lu cuma satu, cerita kaskus dan kenangan gak penting lu disana. Padahal ya gak tau lah lu dianggap apa gak sama orang yang lu bikinin cerita, kemungkinan besar sih gak."

"Lis? Gw udah minta maaf. Masih harus dibahas?"

"Udah ya Ren, yang penting gw udah ngasih tahu kalau Bogor punya jadwal kapanpun tanpa harus daftar online. Sekarang terserah lu mau dijalanin atau gak, dan jangan hubungin gw lagi sampai passport selesai."

"Lis, bentar masih banyak yang harus diomongin"

"(tut...tut..)"

Lisa marah dan telfon ditutup.

Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]Where stories live. Discover now