"Mama aku tadi pagi bikin sarapan."
Oren bercerita semangat dengan wajah berseri-seri. Tiap kali bercerita tentang mamanya, Oren selalu menunjukkan ekspresi seperti itu. Oren menunjukkan terang-terangan bahwa dia sangat menyayangi Runa.
"Oh, iya? Sarapan apa?" Tanya Alex mengerutkan dahi penasaran.
"Sandwich." Jawab Oren. "Aku bawain satu buat kamu." Oren menanggalkan ransel dari punggungnya dan mengeluarkan sebuah kotak dari dalamnya. Keduanya berjalan di koridor sekolah setelah bertemu di pintu gerbang. Oren menunggu Alex memarkirkan motornya agar mereka sama-sama pergi ke kelas.
"Enak." Alex langsung melahap sandwich tersebut dengan wajah berbinar.
Oren tersenyum dan menggendong tasnya kembali. "Sini tas kamu." Alex menurunkan tali ransel yang menggantung di salah satu pundak dan memberikan pada gadis kecil itu. Oren memeluk ransel tersebut dan mendapatkan rangkulan dari Alex.
"Besok kalau mama bikin lagi. Aku bawain lagi buat kamu." Ucap Oren.
"Lo nggak bisa bikin sendiri?" Tanya Alex.
"Bisa. Tapi kurang enak, hehe."
"Besok bawa. Gue makan." Kata Alex cepat.
"Beneran?"
"Hem." Alex mengangguk sambil memasukkan potongan terakhir ke mulutnya.
"Iya, besok aku bikinin buat kamu." Janji Oren dengan senyum lebar. "Ini minumnya."
Alex menerima botol minum dari Oren dan menenggak isinya. Setelah itu, cowok itu memegang botol dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiri masih merangkul bahu Oren yang kecil dan pendek.
***
Mauren tersenyum tipis melihat keakraban bayi-bayinya dengan Rose. Dia tidak menyangka kalau Star dan Scarlett langsung nyaman, bahkan mau menginap di rumah mertuanya. Mengingat hubungan mereka yang tidak pernah rukun, Mauren kadang tidak menyangka melihat secara langsung keakraban itu.
Rose dan Robert hampir setiap hari datang berkunjung. Membawa banyak mainan, makanan serta pakaian. Tidak jarang pula membawa bayi-bayi itu keluar bermain sore.
Mauren memilih menghindar. Dia tidak melarang bayi-bayinya bersama mertuanya. Terutama setelah Tria kembali. Dia yang menemani anak-anak bersama Rose.
Alex pun menunjukkan reaksi yang sama seperti Mauren. Dia tidak sepenuhnya percaya bahwa kedua orang tuanya telah berubah total. Alex sering merasa was-was, dia belum bisa menerima keadaan tersebut. Khawatir adanya kejadian yang tidak mengenakkan di kemudian hari.
"Ini ditaro dimana?"
Terdengar suara Rose sedang menunjukkan sebuah mainan pada Star dan Scarlett. Kedua bayi itu sedang berpikir keras, menunjuk-nunjuk mainan yang tersusun di depan mereka.
"Ini." Kata Star.
"Ini." Scarlett menunjukkan warna yang berbeda.
Rose memegang warna biru, menyocokkan bentuk dan warna yang pas di wadah. Star dan Scarlett menunjukkan warna yang salah membuat Rose tergelak tidak memasukkan mainan tersebut di tangannya.
"Ini..." Scarlett menunjukkan wadah warna biru.
"Kalau Star pilih mana?" Tanya Rose, gemas pada jari-jari tangan bayi tersebut terlihat pendek dan lucu.
"Ini." Star juga menunjukkan warna yang sama seperti saudari.
"Ayo kita masukkan." Kata Rose menginterupsi. "Wah, pinternya..." Rose berbinar senang sembari bertepuk tangan setelah memasukkan mainan berbentuk bintang ke wadahnya.
Scarlett dan Star ikut bertepuk tangan dengan semangat. Rose yang merasa gemas, mencium bergantian. Sesekali mencubit pipi gempil bayi-bayinya tersebut.
"Lagi, ayo lagi." Rose menambahkan dan mengambil bentuk bulan. Memberikan pada bayi-bayi itu sambil menginterupsi dengan sabar.
Star dan Scarlett menjadi semangat. Mereka memiliki teman bermain seperti Rose. Rose juga tidak pernah menyindir keadaan rumah yang seperti kapal pecah.
"Punya Glenma." Star memberikan bentuk bulan pada Rose.
"Punya Scallet." Scarlett merampas dari tangan Star.
"Glenma." Kukuhnya.
"Nggak!" Scarlett keras kepala.
"Ini punya Grandma." Rose menunjukkan bentuk bintang.
Akhirnya Scarlett dan Star akur lagi kemudian melanjutkan permainan.
Mauren tersenyum kikuk pada Rose yang datang menghampirinya sedang menyiapkan makan malam. Tria menggantikan Rose bermain dengan bayi-bayi di ruang tamu.
"Kamu masak apa?" Tanya Rose akrab.
"Steak." Jawab Mauren singkat.
"Wanginya enak." Senyum Rose melebar. Dia memperhatikan Mauren sedang memanggang daging dan menyiapkan sayuran serta saus.
Mauren tersenyum tipis dan melanjutkan pekerjaannya. Mauren sedikit tidak nyaman dengan keberadaan Rose di sampingnya. Dia lebih suka kalau wanita itu sibuk bermain dengan bayi-bayinya dari pada seperti itu. Bikin suasana menjadi canggung dan kikuk.
"Mauren..." Panggil Rose pelan.
Mauren menoleh dengan tatapan ragu. Jantung Mauren berdentam kencang, dia menanti Rose melanjutkan perkataannya dengan perasaan bercampur aduk.
"Bagaimana dengan permintaan mama?" Tanyanya. "Kapan kamu mau datang ke rumah?"
"Saya belum..."
Rose mendekat dan mengambil tangan Mauren. Menggenggam hangat dengan senyum lembut membuat Mauren gelisah.
"Beberapa hari saja. Senyaman kamu aja. Lima hari atau seminggu." Pinta Rose. "Mama menyayangi Star dan Scarlett. Mama merasa bahagia memiliki mereka. Mama ingin seperti orang tua lainnya. Memiliki menantu dan cucu yang datang ke rumah mertuanya."
"Mama nggak akan memaksa kamu. Kalau kamu nggak betah selama satu minggu. Kalian bebas pulang lagi. Mama kepikiran setiap hari, kalau nanti kalian sudah pulang. Mama nggak pernah kedatangan cucu dan menantu ke rumah. Kalian yang jauh di sana..."
Kedua mata Mauren berkaca-kaca. Dia bingung dan tidak yakin.
"Mama minta maaf atas semua kesalahan mama. Mama tahu kamu nggak sudi punya mertua seperti mama. Karena kesalahan mama nggak bisa dimaafkan."
"Mama belajar banyak hal dari masa lalu. Nggak ada gunanya membenci atau marah-marah. Yang ada pikiran mama yang rusak. Mama overthingking pada hal-hal yang belum tentu terjadi. Sekarang, mama mendapatkan ganjaran yang selama ini mama pupuk. Semua orang meninggalkan mama, bahkan anak mama sendiri nggak percaya lagi."
"Mama ingin menebus semua kesalahan mama." Untuk kesekian kalinya Rose mengatakan hal yang sama tetapi Mauren tetap saja ragu. "Mama ingin memperbaiki hubungan kita. Hubungan mama dengan Alex, kamu dan anak-anak. Mama ingin sekali menyaksikan pernikahan kamu dan anak mama. Mama udah siapin resepsi. Mama ingin menunjukkan pada orang-orang kalau kamu itu anak mama, menantu mama." Jelasnya, membuat Mauren kaget. "Mama menunggu kamu siap melangsungkan resepsi."
"Mama udah nggak punya kekuatan lagi. Mama sudah tua, mama hanya ingin melihat keluarga mama bahagia. Cucu-cucu mama tumbuh dari hingga dewasa. Sudah nggak mau ribut-ribut lagi, yang ada umur mama pendek. Mama ingin kamu menganggap mama kamu sendiri, teman kamu ngobrol dan menjaga anak-anak." Harap Rose sangat ingin. "Kalau pun kamu marah pada mama. Alex nggak akan belain mama, dia tetap berada di pihak kamu. Dia sudah membuktikan sejauh ini perasaannya untuk kamu. Kamu nggak perlu khawatir apa pun lagi."
Rose terlihat sangat bersungguh-sungguh. Tidak ada amarah atau dendam yang Mauren lihat. Dia mulai ragu dengan pendiriannya.
"Saya akan coba." Jawab Mauren dan air matanya pun jatuh.
Rose tersenyum senang. Dia memeluk Mauren erat dan merasa lega. Akhirnya Mauren masih mau menerima dia.
"Mama bantu kamu beres-beres." Katanya. "Mama menghargai keputusan kamu kalau kamu udah nggak nyaman di rumah."
Mauren mengangguk patuh. Dia akan mencoba memperbaiki hubungan mereka. Alex dan Rose sudah berusaha, Mauren pun ingin mencoba.
"Nggak bisa!"
Mereka berdua memisahkan diri dan menoleh pada asal suara. Alex datang dengan wajah mengeras. Dia tidak mau membiarkan Mauren pergi ke rumah Rose.
"Mauren dan anak-anak nggak akan kemana-mana." Kata Alex bersikukuh.
Rose memandang Mauren dan Alex bergantian. Alex menarik tangan Mauren memisahkan dari mamanya.
"Mama sebaiknya pulang. Biarkan kami di sini."
"Mauren mau. Seminggu atau beberapa." Katanya.
"Nggak, ma." Alex menolak keras. "Tolong mengerti."
"Mama minta sekali ini aja. Mama bisa menjamin Mauren dan anak-anak nyaman di rumah mama." Rose tidak punya kekuatan adu ngotot seperti dulu. Dia sedang berusaha untuk menjadi pribadi lebih baik lagi.
"Nggak apa-apa. Kita ke rumah Tante beberapa hari." Mauren menengahi. Sampai sekarang, Mauren tidak nyaman memanggil Rose dengan sebutan yang ibu mertua.
"Mauren..." Panggil Alex tak berdaya.
Mauren tersenyum tipis dan memihak Rose. Alex hanya bisa diam dan membiarkan mereka melanjutkan pekerjaannya. Mauren menyusun makanan di atas meja sedangkan Rose ikut membantu menuang sayuran.
Perasaan Alex tidak menentu. Dia sedang berusaha membuat Mauren nyaman. Tetapi Rose, tetap saja mengganggu. Keras kepala dan memaksa kehendaknya.
Rose tidak mau bersabar sebentar lagi, setidaknya sampai Mauren nyaman dengan Alex. Yakin pada Alex bahwa lelaki itu adalah pelindungnya.
***
Jakarta, 23 Januari 2022
Next ;
⚠️Spam komen!⚠️
Follow :
Ig : ila_dira
Tiktok : iLaDira69
Besok lagi ye. Ngantuk nih.
Besok pindah ke rumah Glenma yeee...
Pindah-pindah Mulu njir kwkwkw
Tenang, cuma bentar doang kok hehe.
Mampir ke Karyakarsa ya. POV Alex sudah part 2 tuh.
Tar 1 part lagi ending deh.