Eighty Five

936 130 25
                                        

Hai guys!

Sebelum membaca mari kita VOTE sama sama dengan cara :

-tekan layar ini sekali
-setelah ada tanda bintang dibawah, tekan tanda bintang tersebut sampe jadi Oranye.
-DAN WELL DONE! kamu udah kasi dukungan.

Terimakasih!
Selamat Membaca!

"Lu mau bantu gue kan Dit?" tanya Saaih pada Aditya yang masih terdiam tak menyangka.

"Lu tenang aja Dit, Lu cuma perlu diem aja," ucap Saaih mengerti dengan keterkejutan Aditya.

"O...oke, ta..tapi Lo istirahat dulu disini biar gue hubungi mama Lo kalo Lo ada disini," ucap Aditya terbata. Jujur saja ia masih shock.

"Gausah, kita pulang sekarang, gue nebeng sama Lu," ucap Saaih hendak bangun dari pembaringannya.

"Tapi kata Dokter tadi, Elu harus dirawat di sini dulu untuk beberapa hari," ucap Aditya pada Saaih yang masih tak mendengarkan ucapannya dan mencoba untuk duduk.

"Santai aja, gue sering gini, Dokter itu juga kenal gue kok," ucap Saaih mencoba untuk meyakinkan Aditya.

"Sering gini? Sering kabur maksud Lo?" tanya Aditya serius.

"Ga, cuma pergi ga bilang," ucap Saaih santai.

"Itu sama aja pentol!" ucap Aditya emosi.

"Dah yuk, hayu pulang hayu," ucap Saaih memaksakan dirinya untuk bangun. Tetapi memang tubuhnya masih lemah membuat dirinya kembali terbaring.

"Bisa ga si lu tu gausa bandel?" ucap Aditya jengkel pada temannya yang satu ini.

"Lo istirahat diem diem aja apa susahnya si?! Nanti sore aja pulangnya, jangan sekarang,"

"Biar keadaan Lo pulih dulu," ucap Aditya menceramahi Saaih. Sedangkan Saaih hanya mangut-mangut saja.

"Tapi gue janji pulang cepet," ucap Saaih mengingat janjinya pada ibunya.

"Yauda nanti gue bantu jelasin,"

"Lo mau jelasin gue masuk rumah sakit, dan tentang tanda tangan dokumen-dokumen itu?!" ucap Saaih terkejut sekaligus emosi.

"Ngga, maksudnya gue nanti jelasin kalo tadi Lo main di rumah gue ampe lupa waktu," ucap Aditya.

"Ide bagus," ucap Saaih tetapi dalam hatinya ia meminta maaf karena harus membohongi orang tuanya seperti ini.

"Lu gausa ke rumah," ucap Saaih terdengar serius.

"Kenapa?" tanya Aditya.

"Ada keluarga gue, rame," ucap Saaih beralasan.

"Lah, keluarga elu emang rame lah! Sodaraan aja bersebelas gimana ga rame?" kekeh Aditya.

Saaih berdecak sebal dengan tanggapan Aditya. "Bukan gitu, maksudnya di rumah gue lagi ada acara, jadi rame banget," ucap Saaih beralasan.

"Owh, oke, sante aja,"

"Sekarang Lo istirahat aja dulu, nanti sore gue bantuin ambil mobil Lo, terus pulang," mobil Saaih masih tertinggal di tempat parkir Cafe yang ia kunjungi tadi.

"Oiya, mobil gue, thanks yak," ucap Saaih.

"Iya, santuy aja," ucap Aditya tersenyum simpul lalu duduk di sofa yang berada di dalam ruangan Saaih.

***
17:00

Sedangkan keadaan di rumah, Umi kini sedang mengkhawatirkan Saaih. Sudah jam lima sore tetapi Saaih masih tak kunjung pulang. "Kemana sih anak itu? Udah Umi telpon beberapa kali tapi ga diangkat juga,"

"Katanya mau pulang cepet,"

"Masa dari jam 10 sampe 5 sore gini cepet," ucap Umi khawatir.

Thariq yang melewati kamar Uminya merasa sangat bingung karena Uminya terlihat sangat gelisah.

"Ada apa Mi?" tanya Thariq pada Umi yang terlihat masih fokus pada handphone di tangannya.

"Ada apa? Kamu tanya ada apa?" ucap Umi terlihat marah.

"Emang kamu ga ngerasa ada yang kurang di rumah ini?" tanya Uminya emosi.

"Emang apa?" tanya Thariq masih tak paham alasan Umi malah memarahinya.

"Apa? Kamu tanya apa? Apa sejak kamu diizinkan menikah dengan wanita itu kamu jadi lepas tanggung jawab sama Saaih? Iya?!" tanya Uminya marah. Entah kenapa kekhawatirannya malah ia lampiaskan dalam bentuk amarah pada putranya yang satu itu.

"Umi kenapa bawa-bawa Zahra?" tanya Thariq sedikit tak terima.

"Ya memang karena dia! Andai Umi tak mengenalkan kalian berdua pada wanita itu mungkin ini ga bakal terjadi," ucap Umi marah sekaligus sedih.

"Memangnya apa yang terjadi Mi? Saaih cuma terlambat pulang, kenapa harus dibesar-besarkan?" tanya Thariq.

Umi mengernyit tak suka mendengar tanggapan Thariq. Ia merasa sangat bingung pada putranya yang satu ini. Apa cinta membutakan matanya sehingga tak bisa melihat pandangan terluka Saaih?

"Ada apa sama kamu Thariq?! Kemana kamu yang dulu?! Kemana kamu yang selalu berada di sisi Saaih?! Kemana kamu yang selalu jadi abang yang bela Saaih sampai habis-habisan,"

"Dulu, jika ia pulang telat seperti ini, kamu pasti akan mencarinya mati-matian,"

"Sedangkan sekarang? Bahkan kamu tidak tau bahwa ia tak ada di rumah,"

"Kemana kamu yang dulu?!" ucap Umi lagi sambil menangis.

"Apa kamu sudah gak peduli lagi sama dia hanya gara-gara wanita itu?" tanya Umi marah.

"Jangan bawa-bawa Zahra Mi," ucap Thariq datar.

"Asal kamu tau, Saaih merelakan Zahra demi kebahagiaan kamu, karena bagi dia kebahagiaan kamu yang lebih penting,"

"Ia buang rasa cinta itu jauh-jauh, rasa sakit selalu ia sembunyikan,"

"Apa sekarang kamu sudah tak bisa melihat rasa sakit di mata Saaih, hanya karena dibutakan oleh cinta mu itu?"

"Ia tak ingin kehilangan abangnya hanya karena seorang wanita,"

"Tetapi lihat apa yang kamu lakukan, kamu malah bersikap begini padanya,"

"Apa ini pantas diterima olehnya?"

"Setelah semua yang telah ia lakukan padamu, tidak bisakah kamu memberikan rasa kasih sayang yang sama seperti apa yang dulu kamu berikan?" ucap Umi terisak.

"Kenapa kamu berubah Thariq? Tak seharusnya kamu seperti ini," ucap Umi terisak.

***
Makasiii buat yang udah baca!
Maap ya dikit:(

Tapi sabtu bakal panjang kok kek biasanya.

Makasi ya buat yang udah mau baca dan vote!

Tengkyu❤️🙏

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now