"Forty Four"

1.9K 130 40
                                        

"Saya minta maaf atas pengecekan yang kurang valid tempo hari" ucap Dokter Herman sambil memberikan sebuah surat, yang sejak tadi digenggam olehnya.

"Udah? Ini aja kan?" tanya Saaih yang rasanya sudah muak berada di ruangan itu. Ditambah lagi dengan rasa mual yang terus saja mengganggunya.

"Jika nanti kamu ada keluhan, kamu bisa hubungi saya" tambahnya lagi.

"Yasudah kalau begitu saya permisi" ucap Saaih cepat cepat berdiri dari tempat duduknya.

"Tunggu, hampir saja lupa."

"Kamu tebus obat ini di apotek" Dokter Herman menyerahkan secarik kertas yang selesai ditulisnya.

"Antiemetik?" Saaih membaca tulisan tersebut.

"Iya antiemetik untuk membantu mengendalikan gejala mual dan muntah, selepas kemo"

"Dan ini harus tetap diminum walau tak sakit. Dosisnya sudah saya tulis di sana."

"Ya sudah terima kasih dok,, saya izin permisi" ucap Saaih langsung meninggalkan ruangan dokter Herman.

Saaih langsung pergi ke apotek yang tepat berada di samping rumah sakit dan segera menebus obatnya. Setelah selesai dengan urusan obat obatan nya, tanpa berlama lama ia langsung memesan taxi online untuk membawanya pulang.

Skip Di Rumah.

Saaih langsung merebahkan tubuhnya di king size miliknya. Mencoba menutup matanya mencoba menekan rasa mual yang terus saja mengganggunya.

Rasanya jika ia harus berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya.
Ia tak akan kuat.

Huekkk.. Huekk.. Huekk

Saaih menggenggam erat kantong plastik hitam yang digunakan untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Saaih terus memuntahkan isi perutnya sambil sesekali meringis kesakitan.

"Huh!" Ia mencoba menghentikan rasa mual itu.

***
"Atta kamu bisa gak pulang dulu, abistu ke kantor abi?" tanya Abi memasukkan kembali handphone ke saku celananya.

"Atta sih bisa bisa aja bi,"

"Iyaa, tolong ya tta soalnya katanya ada sedikit masalah di kantor. Tolong kamu urusin ya ta" pinta Abi lagi.

"Iya bi, kalo gitu atta pulang dulu" pamit Atta pada semua lalu mengambil kunci mobilnya dan pergi meninggalkan semua yang masih ada di sana.
~~~
Atta lalu cepat cepat menuju kamarnya lalu mandi. Ia harus cepat cepat menuju ke kantor Abinya karena kata beliau masalah ini cukup besar dan rumit.

Baru saja ia menggunakan jasnya. Ia tak sengaja mendengar suara seseorang sedang terbatuk di kamar sebelahnya. Seketika ia merasa sedikit takut.

'Bukankah ia hanya sendiri di rumah ini? Semua orang sedang berada di rumah sakit? Lalu siapa orang itu?' pikirnya.

"Kamar sebelah?" pikirnya

"Kamar Saaih!" ucap Atta baru menyadari nya.

Dengan langkah ragu Atta mendorong pintu kamar Saaih. Dilihatnya Saaih tengah meringkuk di king sizenya. Ia terlihat seperti sedang menahan rasa sakit.

Atta tak langsung masuk, ego menghentikannya untuk maju selangkah lagi.

Tapi sayang, kasih sayang seorang abang lebih besar dari ego nya itu.

Atta lalu duduk di samping Saaih yang tengah meringkuk itu. Ia lalu menatap Saaih lekat lekat. Dilihatnya wajah Saaih yang bukan sedikit pucat lagi tapi sudah sangat pucat.

'ada apa dengan Saaih?' batin Atta.

Jujur saja ia sama sekali tak membenci Saaih. Bukan maksudnya untuk menampar dan memaki Saaih saat itu. Ia hanya ingin Saaih sadar akan kesalahan yang diperbuatnya.

Tapi respon Saaih dan Thariq benar benar tak terduga buat Atta. Saaih yang tau semua tentang masalah kecelakaan itu lebih memilih diam. Sedangkan Thariq saja yang tak berada di tempat kejadian bisa sangat yakin bahwa Saaih bukanlah penyebab dari semua itu.

Lalu yang mana harus ia percayai? Andai Saaih mau membuka suaranya sedikit saja mungkin ini tak akan terjadi. Tapi ini semua sudah jelas, "hanya prank semata".

Atta lalu menghapus air mata yang mengalir dari matanya. Tak terasa sejak tadi ia tengah menangis.

Atta lalu mengusap lembut kepala adiknya itu. Baru saja ia hendak berdiri dan segera berangkat ke kantor. Tetapi tangan Atta ternyata tanpa sadar digenggam oleh Saaih yang sedang berada di alam bawah sadarnya.

"Jangan tinggalin aaih bang, aaih sakit." Saaih mengigau. Matanya masih terpejam tetapi bibirnya terus saja mengucapkan sesuatu.

Dan Atta bisa mendengar jelas semua kata kata yang diucapkan Saaih. Ia benar benar merasa bersalah. Tapi bukankah ia juga harus bertindak tegas? sebagai seorang abang.

"Aaih ga punya siapa siapa lagi selain bang Thor" sambungnya. Membuat Atta merasa semakin bersalah.

Atta lalu menarik secara perlahan tangannya dari genggaman Saaih. Lalu mengelus kepala Saaih perlahan, ia segera keluar dari kamar Saaih.

Sebelum pergi ia lalu mengambil handphonenya yang berada di saku celananya.

Mode telpon on

"Assalamualaikum jid, kamu bisa pulang ke rumah gak?" -Atta

"Waalaikumsalam, kenapa emangnya bang?" -Sajidah

"ehm gitu Saaih kayaknya lagi sakit, mukanya pucet banget" -Atta

"Saaih?!" -Sajidah sedikit berteriak

"Iya jid, kalo bisa kamu beliin bubur ato makanan apa gitu, keknya dia juga belum makan dari tadi siang." -Atta

"Oh, iya iya bang. Jidah bakal ke rumah sekarang" -Sajidah

"Tolong ya jid, abang buru buru ke kantor soalnya" -Atta

"Iya bang Jidah ke sana sekarang" -Sajidah

***
Lalu telepon dimatikan sepihak oleh Sajidah. Karena ia merasa sangat takut bila Saaih nanti kembali lagi ngedrop seperti saat itu.

"Umi sajidah boleh pulang ga?" tanya Sajidah buru buru

"Lho kenapa nak?" tanya Umi

"Ada urusan," ucap Sajidah beralasan

"Oh iya, jangan pulang terlalu malam ya jid" ucap Umi

"Iya, sebentar aja kok mi" ucap Sajidah sembari menyalami tangan umi dan abinya.

Baru saja Sajidah berjalan diambang pintu ia sudah ditahan oleh Thariq di depan pintu ruangan.

"Ada apa kak?" Thariq berbisik di telinga Sajidah

"Ini tentang Saaih." bisik Sajidah kembali ditelinga Thariq.

Belum sempat Thariq bertanya ada apa dengan Saaih. Sajidah sudah berlari pergi meninggalkannya. Kini Thariq merasa lebih tak tenang.

'Ada apa dengan Saaih?' batin Thariq.

~~~!!!~~~
Hai guys makasi buat yang udah mau baca. Jangan lupa buat VOTE selagi gratis yang gengz.

Btw kalian lebih suka scene yang mana?

Atta Saaih

Thariq Saaih

Pilih yak☝☝☝
Ga bakal ngaruh di cerita kok

Makasii❤😘💓

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now