Eighty One

1.2K 136 45
                                        


Hai guys!

Sebelum membaca mari kita VOTE sama sama dengan cara :

-tekan layar ini sekali
-setelah ada tanda bintang dibawah, tekan tanda bintang tersebut sampe jadi Oranye.
-DAN WELL DONE! kamu udah kasi dukungan.

Terimakasih!
Selamat Membaca!

Ia langsung saja pergi ke luar dari rumah itu. Rasa sesak kembali menyiksanya. Rasanya tak mungkin bila ia menyetir mobil sendiri. Mengingat pandangannya yang mengabur.

"Saaih!" suaranya terdengar seperti suara Bang Bani. Ia sudah tak bisa melihat wajah Bang Bani dengan jelas.

Bang Bani berjalan mendekat ke arah Saaih. Bang Bani menatap ngeri darah yang terus mengalir dari sudut bibirnya. "Mau ke mana Ih?" tanya Bang Bani pada Saaih, ia tak ingin menanyakan apapun yang berkaitan tentang tadi.

"Rumah sakit, bisa minta tolong anter?" ia tak bisa membohongi dirinya sendiri kepalanya begitu sakit dadanya juga terasa nyeri.

"Ayo, abang anter," ucap Bani tak ingin berlama-lama melihat keadaan Saaih yang memburuk.

Kini tangan Saaih berada di pundak Bang Bani  menuntunnya menuju mobil.

Saaih duduk di belakang dan Bani sudah siap dengan kemudi mobilnya. Saaih menutup matanya menekan segala rasa sakit yang ia rasakan.

Dering telepon terdengar dari HP Saaih. Ia melihat nama yang tertera di layar handphonenya.

Dokter Herman
Memanggil...

"Halo dok," ucap Saaih dengan suara yang sangat kecil hingga seperti tak terdengar.

"Saaih jangan lupa hari ini jadwal kemo kamu," -Dokter Herman.

"Iya," ucap Saaih singkat lalu mematikan telepon secara sepihak.

***

"Saaih? Saaih? Kamu kenapa? Ih?!" Bang Bani sangat panik menyadari Saaih bukan tidur kali ini tetapi pingsan. Mungkin ia sudah terlalu lama menahan rasa sakit. Tetapi untungnya mereka kini sudah sampai di rumah sakit.

"Sus!" teriak Bang Bani ketika melihat seorang perawat membawa kursi roda.

"Tolong!" tambah Bang Bani ketika melihat perawat tersebut mendekat.

"Iya, tenang dulu pak, kita langsung bawa ke ruang tindakan saja ya," ucap perawat itu lagi. Kini perawat itu tak sendiri ada rekan-rekannya membantu membawa Saaih juga. Sedangkan Bang Bani kini sedang memarkirkan mobil karena mobilnya berada di depan lobby yang otomatis menghalangi pengendara lain.

***

Setelah 2 jam menunggu di depan ruang IGD akhirnya Dokter Herman keluar juga.

"Anda siapanya pasien ya?" tanya Dokter Herman bingung.

"Saya Bani, cameraman Saaih, ada apa Dok?" ucap Bang Bani khawatir.

"Saya perlu bicara dengan orang tua pasien," ucap Dokter Herman lagi, mengingat penyakit ini telah dirahasiakan oleh Saaih sendiri. Ia hanya takut memberi tahu pada orang yang salah.

Bang Bani terlihat berpikir sebentar. Siapa yang harus ia telepon? Tak mungkin Abi atau orang rumah, mengingat keadaan tadi benar-benar genting. Kabar ini bisa memperkeruh suasana nantinya.

"Pak," panggil Dokter Herman lagi membuat Bang Bani tersadar dari lamunannya.

"Mohon diminta agar cepat ya, ini penting," ucap Dokter Herman lagi lalu kembali masuk ke ruang IGD meninggalkan Bang Bani yang masih berpikir.

My Life •Saaih Halilintar•Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon