Saaih terdiam.
Ia lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Kalo aaih dikasi kesempatan buat jalanin ini sendiri, mungkin aaih ga bakal ngasi tau siapa pun"
"Kenapa?, kamu ga percaya ama abang?" protes Thariq yang sejak tadi terdiam.
"Ini bukan masalah percaya atau tidak bang, ini masalah beban"
"Aaih tau abang juga ikut terbebani gara gara Aaih"
"Abang jadi sering bertengkar ama bang Atta juga gara gara aaih"
"Aaih cuma beban bang" Saaih meneteskan air matanya ketika mengucapkan itu.
"Terus sekarang Umi nanya, 'kenapa ga kasi tau saudara saudara yang lain?' benerkan pertanyaan Umi kek gitu?" tanya Saaih
"Coba Umi pikir, udah ada empat orang yang harus terbebani gara gara aaih. Apa harus aaih bebani yang lainnya?"
"Selain itu juga mereka belum tentu bisa nerima aaih dengan kondisi seperti ini" Saaih tersenyum hambar tetapi air mata tetap mengalir dari mata indahnya.
Umi yang tak tahan lagi lalu memeluk putranya erat. Ia tau disaat seperti ini yang paling diperlukan olehnya adalah dukungan.
Hanya itu.
"Apa kamu benar benar yakin gamau kasi tau yang lain ih?" tanya Abi.
"Iya bi," jawab Saaih lemas, wajahnya sudah semakin pucat.
Saaih lalu mencoba untuk berdiri, menuju ke laci mejanya, walau tau kakinya masih lemas.
"Mau ke mana ih?" tanya Sajidah langsung memegang lengan Saaih.
"Ambil obat doang kak,"
"Aaih udah mendingan kok, kalian balik aja" ucapnya sambil tersenyum tipis.
"Biar abang ambilin obat kamu" Thariq langsung bergegas mengambil obat Saaih.
Saaih langsung meminum obatnya, dan segera berbaring kembali.
"Aaih udah gapapa, kalian ga usah di sini lagi" ucapnya sambil tersenyum.
"Yaudah, kita tinggal ya" Umi mencium kening Saaih.
"Makasi ya" Saaih tersenyum tulus.
"Istirahat ya ih," Abi mengelus kepala botak Saaih.
"Iya bi" Saaih lalu mencoba memejamkan matanya. Lalu ia teringat sesuatu lagi. Refleks ia langsung membuka matanya lebar lebar.
"Bang Thor" panggilnya.
Thariq yang sudah berada di ambang pintu. Kembali masuk lagi karena panggilan Saaih. "Ada apa?"
"Aaih mau minta tolong"
"Nih,," Saaih menyodorkan laptopnya yang berisi video gen halilintar yang telah dieditnya tadi.
"Apaan nih?" Thariq masih bingung.
"Video nya udah diedit, tinggal tambahin thumbnail nya aja"
"Nitip kasi kak Iyyah ya" ucap Saaih lagi.
"Astagaa, dari tadi diem di kamar gara gara ini?"
"Gak makan siang gara gara ini?" tanya nya lagi.
"Enggak kok, itu beneran ketiduran, suer deh bang" ucapnya meyakinkan.
"Lu udah tau sakit masih aja ngedit, sakit itu tidur! istirahat!" omel Thariq.
"Tidur terus bosen tau," Saaih benar benar jengkel dengan semua omelan abangnya itu.
"Yaudah, nanti abang kasi dia. Sekarang tidur! udah malem!" ucap Thariq.
"Iya" Saaih langsung berpura pura tertidur.
Thariq langsung mematikan lampu kamar Saaih, menutup pintunya, lalu keluar. Saat Thariq keluar Saaih langsung membuka matanya lagi. Kamarnya sudah gelap.
Ia tidak bisa tidur sekarang, kepalanya masih terasa sakit.
Ia lalu merubah posisinya dari terbaring lalu duduk. Entah kenapa air matanya mengalir begitu saja. Pikirannya sedang kacau sekarang.
Ia menyesal, telah membuat ayah ter'tegar sedunia menangis karenanya. Ibu ter'perkasa juga ikut menangis karenanya. Betapa buruk dirinya membuat kedua orang tuanya itu sampai menangis.
"Maaf umi, abi" rintihnya pelan.
Ia merasa benar benar gagal menjadi anak yang berbakti.
Skip Beberapa Bulan Kemudian...
Saaih akan menjalani kemoterapi nya seperti biasa tanpa memberitahu siapa pun. Ia sudah membuat janji dengan Dokter Herman sejak kemarin.
Tapi baru tadi pagi ia dikabarkan oleh Dokter Herman bahwa Dokter Herman hari ini tidak bekerja karena ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal.
"Ada juga kok dokter lain Saaih, kamu bisa sama dia" -Dr. Herman
"Apa perlu saya buatkan janji untuk kamu dengan teman saya?" -Dr. Herman
Pesan terakhir itu lalu membuat Saaih sedikit berpikir. Karena ia hanya mempercayai Dokter Herman sebagai orang yang menanganinya. Lagipula ia juga sedang tak mood ke mana mana. Mungkin jika hanya sekali tak kemoterapi ga bakal ngaruh kan?
"Gausah dok" -Saaih
"Turut berduka cita dok" -Saaih
"Iya, makasi ya" -Dr. Herman
***
"Anak anak semuaa, ayo turun ke bawah! Briefing!" Teriak Umi menggunakan toa dari bawah.
"Iya mi" satu persatu anak anak turun dari kamar mereka.
"Ada apa mi?" tanya Thariq langsung duduk.
"Seperti biasa, bakal ada Youtube Fanfest. Dan kita bakal diundang untuk perform di sana" ucap Umi
"Kapan acaranya mi?" tanya Sohwa.
"Sekitar sebulan lagi sih kayaknya ya bi?" ucap Umi ragu.
"Biasanya sih sebulan lagi, seperti tahun tahun kemarin" ucap Abi yakin.
"Memang sih masih lama, tapi kan lebih baik kita persiapkan dulu. Supaya bisa menampilkan yang terbaik buat stars di sana" ucap Umi.
"Ok, mi" jawab semua serempak.
"Sohwa, kamu udah bisa siapin tema wadrobe dari sekarang ya" Umi mulai membagi tugas.
"Ashiapp!!" Sohwa tertawa.
"Tapi, ada satu hal lagi yang Umi perlu kasi tau" ucap Umi.
"Ada apa mi?" Atta mulai tegang.
"Mungkin saat kalian perform di sana, Umi sama Abi ga bakal ada di sana" Umi menghela nafas.
"Kenapa?" kini Saaih ikut bertanya.
"Umi sama Abi harus ke luar negeri karena ada pekerjaan" ucap Abi.
"Yahhh" jawab semua kecewa.
"Lho?, ga boleh gitu dong, anak anak Umi kan semuanya mandiri" ucap Umi.
"Iya, kalian jangan sedih" Abi ikut juga menenangkan.
"Kalian kapan berangkatnya?" tanya Sajidah.
"Sekitar minggu depan lagi, masih lama kok"
"Tenang saja" Umi tersenyum lebar.
~~~***~~~
Hay guys, Thank you for reading. Jangan lupa buat VOTE.
Karena vote itu sangat penting:v
Maaf baru upload
Mood buruk,
Galau,
Sedih,
Semua dah.
Mungkin habis ini bakal jarang upload gengs, jadi tetep kasi VOTE ya biar semangat.
Makasi
Lop U❤
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
