Eighty

1.3K 138 71
                                        

Hai guys!

Sebelum membaca mari kita VOTE sama sama dengan cara :

-tekan layar ini sekali
-setelah ada tanda bintang dibawah, tekan tanda bintang tersebut sampe jadi Oranye.
-DAN WELL DONE! kamu udah kasi dukungan.

Terimakasih!
Selamat Membaca!

Baru saja ia keluar dari kamar Uminya ia disuguhkan oleh pemandangan Thariq yang tengah menatapnya terkejut.

"Apa yang elu lakuin Ih?!" ucap Thariq tak mengerti jalan pikiran adiknya.

"Apa yang gua lakuin adalah apa yang emang seharusnya gua lakuin," ucap Saaih santai. Ia mencoba bersikap setenang mungkin. Melihat wajah Thariq yang terkejut membuat dirinya benar benar-benar yakin bahwa ia pasti telah mendengar seluruh percakapannya dengan Abi tadi.

"Misi," ucap Saaih dingin seperti tak ingin diganggu.

Walau sikapnya dingin seperti tak ingin diganggu, tetap saja ada terselip rasa khawatir dalam hati Saaih. 'Kemana saja abangnya hingga pulang larut malam seperti ini?' batinnya menggerutu.

Sedangkan Thariq hanya bisa menatap Saaih pergi menjauh darinya. Ia tak ingin hubungan persaudaraan mereka hancur karena seorang wanita. Meski wanita yang ia cintai sekalipun.

***

"Kemana bang?" ucap Fateh dengan suara khas bangun tidur. Sejak seminggu yang lalu Fateh menginap dengannya Fateh jadi ingin terus-terusan tidur kamarnya dengan alasan. "Kasur abang empuk," alasan yang tidak jelas memang. Jelas-jelas orang tua mereka memberikan kasur yang sama jenisnya.

"Rumah sakit," ucap Saaih terburu-buru karena ia sudah telat. Apalagi Dokter Herman sudah mengoceh di telpon sejak tadi. Walau diizinkan pulang, Saaih tetap saja harus menjalankan check-up rutin. Janjinya pada saat itu adalah jam 10 pagi tapi kini sudah jam 10:15. Ini berarti ia pasti akan telat.

"Teh, abang pergi dulu ya?" ucap Saaih mengacak rambut Fateh lalu segera pergi ke bawah.

"Hati-hati bang," ucap Fateh sedikit berteriak.

"Apa?! Kamu bilang apa?!"

"Kenapa baru kamu kasi tau sekarang?"

"Apa kamu sudah gila?!"

Samar-samar Saaih bisa mendengar suara bentakan yang di kamar orang tuanya. Hal itu membuat dirinya terdiam sebentar. Tapi terlambat! Ia sudah terlambat! 'Mungkin masalah kerjaan' ucap Saaih lalu cepat-cepat menuju mobil untuk segera berangkat.

***

"Oke, berangkat-berangkat," ucap Saaih bermonolog menyemangati dirinya sendiri yang merasa lemas.

"Kemana Ih?" tanya Bang Alfath yang sudah membukakan gerbang.

"Rumah sakit," ucap Saaih.

"Owh, ga mau dianter aja nieh?" Bang Alfath mencoba menawarkan bantuan.

"Keknya gausa bang, Aaih bisa sendiri," ucap Saaih tersenyum meyakinkan.

"Bang, Aaih berangkat ya,"

"Iya Ih, hati-hati,"

Tak perlu waktu lama mobil Saaih kini sudah keluar dari komplek perumahan mereka. Dan semua masih baik-baik saja hingga 20 menit perjalanan. Tapi tunggu, Saaih rasa ada yang tidak beres dengan dirinya.
Ia lantas memberhentikan mobil ya di bahu jalan.

Sepertinya ia telah melupakan sesuatu. Tapi apa? Saaih mencoba mencari handphone tapi ada. Lalu apa? "Astaga!" pekik Saaih ketika baru ingat. "Dompet Saaih!" ucapnya lalu menepuk dahinya keras.

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now