"Seharusnya lu tuh bisa tau kapan kerjaan kapan keluarga!" Thariq semakin emosi.
Atta hanya terdiam, ia tak tau harus berbuat apa. Menurutnya ini yang terbaik, tapi entah mengapa Thariq akhir akhir ini selalu tak sepemikiran dengannya.
"Udahlah liq, jangan terlalu lebay. Dia juga paling pingsan karena kecapekan. Kita juga sama capek ko liq," ucap Sohwa.
"Mungkin Saaih pingsan biasa bang, kita bawa ke backstage aja. Mungkin ga lama lagi bakal sadar" ucap Iyyah
Dengan tatapan tak percaya Thariq lalu bertanya pada Iyyah "Iyyah? kamu juga?" tanya nya tak percaya.
Tetapi Thariq tetap mencoba tak acuh pada tanggapan saudara saudaranya, dan ia hanya tersenyum hambar sambil tetap menggendong adiknya, dan memutar badannya. Dan hendak pergi dari sana.
"Tunggu, baiklah, begini saja bila memang keadaannya serius gunakan saja ambulans yang kami siapkan, untuk membawa Saaih ke rumah sakit. Di sana juga ada alat alat medis dan perawat yang siap membantu"
"Jadi bisa untuk berjaga jaga jika selama di perjalanan terjadi sesuatu yang tak diinginkan" ucap ketua panitia.
Thariq lalu berpikir sejenak, lalu mengangguk lemah.
"Ya sudah, tolong ambulans dan semuanya disiapkan" ucap ketua panitia tersebut pada walkie talkie nya.
"Dan security tolong jaga ini sampai bisa keluar takutnya fans mereka menyerang. Jadi tolong kirim security segera ke sini" ucap panitia satu lagi pada walkie talkienya.
"Sini liq biar bang Alfath yang angkat" Bang Alfath mengambil alih tubuh Saaih.
Setelah tubuh Saaih diambil alih oleh Bang Alfath, Thariq lalu mulai mendekati Atta.
"Lu urusin aja masalah profesional lu itu" bisik Thariq dengan suara gemetar menahan amarah. Ia lalu mundur beberapa langkah setelah melakukan hal itu.
"Jadi kak, ini security kita yang siap antar kalian" ucap salah satu panitia menepuk pundak Thariq.
"Baik," ucap Thariq lalu mengajak bang Alfath yang sedang menggendong Saaih berjalan menuju pintu keluar bersamanya.
"Thariq, tunggu! kaka ikut!" ucap Sajidah ingin ikut bersama Thariq.
Baru saja Sajidah ingin berlari, dan ikut bersama Thariq. Tapi ternyata Atta sudah lebih dulu mencekal tangan Sajidah. Atta lalu menatap mata Sajidah tajam.
"Auu" Sajidah sedikit kesakitan karena cengkraman Atta.
Thariq yang mendengar suara Sajidah pun mulai berbalik kembali. Baru saja berbalik ia sudah disuguhkan pemandangan Atta yang sedang mencekal tangan Sajidah.
"Cukup Thariq yang ga bisa abang kendaliin, jangan kamu juga" ucap Atta penuh penekanan sambil menatap Thariq dan Sajidah bergantian.
Thariq hanya tersenyum pada Sajidah seperti mengisyaratkan. 'serahkan saja semua padaku' , setelah itu Thariq lalu kembali berjalan bersama dengan Bang Alfath.
Sudah ada Bang Jejen menemani Thariq di dalam ambulans.
*gambar ada diatas*
Bang Alfath tak bersama mereka karena ia masih harus bertugas mengantar Gen Halilintar lain pulang nanti.
"Mau dibawa ke rumah sakit terdekat saja pak?" tanya sopir ambulans.
"Ngga, tolong bawa ke rumah sakit Harapan Jaya saja ya, dokter yang biasa menangani dia ada di sana" ucap Thariq.
"Tapi pak, itu cukup jauh dari sini, bisa menghabiskan waktu selama satu setengah jam" ucap sopir itu khawatir.
"Ngga apa apa pak, dokter langganan dia ada di sana soalnya" ucap Thariq lagi.
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
