Hai guys!
Sebelum membaca mari kita VOTE sama sama dengan cara :
-tekan layar ini sekali
-setelah ada tanda bintang dibawah, tekan tanda bintang tersebut sampe jadi Oranye.
-DAN WELL DONE! kamu udah kasi dukungan.
Terimakasih!
Selamat Membaca!
"Fateh?" gumam Saaih kecil saat melihat adik keduanya sedang bersama Bang Bani di depan pintu ruang ICU.
"Mi, Fateh,'' ucap Saaih pada Uminya. Anggap saja itu sebagai kode untuk menghentikan pembicaraan untuk sementara.
Tak perlu waktu lama Bang Bani dan Fateh lalu masuk ke ruang ICU. Fateh menatap Saaih dengan wajah yang cukup cemberut. Saaih mencoba untuk menggoda Fateh dengan menaikkan salah satu alisnya ketika Fateh tengah menatap nya. Bukannya seulas senyuman yang didapat Saaih, tetapi malah wajah cemberut Fateh. Membuatnya ikut mengerutkan keningnya.
"Fateh?" panggil Umi mencoba berbasa-basi setelah tadi keadaan cukup tegang karena percakapan yang cukup serius antara dirinya dan Saaih.
"Iya Mi," ucap Fateh kikuk.
"Kok bisa?" tanya Umi lagi pada Fateh yang masih terlihat kikuk.
Melihat dari gestur tubuh Fateh yang kikuk, Bang Bani tergerak untuk menjelaskannya kepada Umi.
"Emm, tadi Fateh liat Bani nganterin Saaih ke rumah sakit dari balkon kamar,"
"Terus tadi Fateh telpon Bani, minta dianter ke sini,"
"Gapapa kan Mi?" potong Fateh. Ia harap Umi tak keberatan jika ia datang ke rumah sakit.
Umi menatap Fateh lembut. "Gapapa," ucap Umi sambil mengelus puncak kepala Fateh.
"Oiya, kamu jaga Bang Saaih dulu ya, Umi mau ngomong sama Dokter Herman sebentar," pinta Uminya pada Fateh. Yang dijawab anggukan singkat oleh Fateh.
"Bani, kamu pulang aja, kalo Saaih ditanyain sama orang rumah, jawab aja dia di rumah sakit sama Umi, dan gapapa, oke?" pinta Umi pada Bang Bani.
"Oke, yaudah kalo gitu Bani pulang dulu Mi," ucap Bang Bani berpamitan lalu pergi.
"Em, dan Fateh tungguin Bang Saaih di sini ya? Umi mau ketemu Dokter Herman dulu,"
***
Baru saja Uminya keluar dari ruang ICU Fateh langsung saja menghampiri Saaih yang masih terbaring tetapi sadar.
"Ateh udah feeling, abang pasti ga baik-baik aja," sambar Fateh langsung pada Saaih yang tengah menatap kosong di depannya.
"Hebat juga feeling kamu," ucap Saaih bergurau.
"Abang!" teriak Fateh kesal lalu mulai menangis. Saaih mengerutkan keningnya. Ia yang melihat Fateh menangis mulai bingung karena seumur-umur adiknya tak pernah menangis karena guyonan receh semacam ini.
"Abang cuma bercanda Teh, jangan nangis," ucap Saaih mulai bangun dan mendudukkan dirinya walau tubuhnya rasanya masih terasa lemas dan remuk.
Fateh masih menangis lalu memeluk Saaih. "Cup, cup, cup," ucap Saaih mencoba menenangkan Fateh.
Walau saat kejadian itu ia berada di kamar, sungguh itu sangat sia-sia karena ia juga masih bisa mendengar segala keributan itu. Apalagi katanya abangnya telah mendapat pukulan. Hal itu benar-benar membuat hatinya sakit.
Fateh lalu melepas pelukannya ia mulai menatap wajah Saaih hingga matanya terpaku pada luka lebam di sudut bibir Saaih. Fateh menatapnya ngeri.
"Kamu jadi cowo jangan nangis terus, cengeng tau," goda Saaih lagi mencoba mencairkan suasana.
"Bang, masih sakit gak?" tanya Fateh mencoba untuk menyentuh lebam di sudut bibir Saaih.
"Ngga," ucap Saaih santai. Padahal rasanya masih sangat sakit serta masih berdenyut keras.
Fateh kembali menangis. Tetapi sebelum itu Saaih sudah menggenggam tangan Fateh. "Fateh, dengerin abang untuk kali ini aja," ucap Saaih menatap mata Fateh serius.
"Abang hidup dan bertahan cuma untuk bisa ngeliat senyum kamu,"
"Jika emang abang cuma menghasilkan tangisan di sini lebih baik abang pergi," ucap Saaih pada Fateh.
Dengan cepat Fateh segera menghapus air matanya dan mulai menyunggingkan senyuman manis. "Abang jangan ngomong kaya gitu, Ateh ga suka," ucap Fateh merengek di hadapan Saaih.
Saaih kini mulai mengulas senyuman di bibirnya dan merentangkan tangannya. "Boleh peluk, asal jangan isi acara nangis-nangisan," ucap Saaih mempersilahkan Fateh untuk memeluknya kembali.
"Jangan pernah ngomong tentang abang bakal pergi," ucap Fateh terdengar seperti memohon.
"Abang ga bakal kemana-mana," ucap Saaih lalu mulai melepas pelukannya.
"Kan abang selalu ada disini," ucap Saaih sambil menunjuk dada Fateh seolah-olah menunjuk hati Fateh.
Fateh tersenyum tetapi air mata mulai kembali turun. "Udah kek gombalin cewek aja!" seru Fateh mencoba mencairkan suasana.
Entah kenapa pikiran Saaih kembali melayang ke wanita itu. Tetapi beberapa detik kemudian ia tersenyum kecut, mencoba menghapus bayang-bayang wajah itu dari pikirannya.
***
"Saaih, kamu udah boleh pulang,"
"Tetapi dengan catatan, kamu harus istirahat yang cukup dan minum obat yang teratur," ucap Dokter Herman yang mengerti bahwa Saaih tidak pernah betah berada di rumah sakit.
"Tapi dok, ga perlu opname?" tanya Saaih pada Dokter Herman membuat Umi dan Fateh serempak mengerutkan kening mereka.
"Apa?" tanya Dokter Herman bingung.
"Bang, abang ga mau pulang?" tanya Fateh pada Saaih.
"Bu...bukan gitu, tapi," ucap Saaih kikuk, karena ia hampir saja ketahuan.
"Kita pulang ya?" ucap Umi lembut.
Inilah kelemahan Saaih. Jika Uminya sudah berbicara seperti ini ia sudah tak bisa melakukan apapun. Ia pasti akan takluk. "Oke Mi," ucap Saaih pasrah.
"Tunggu ya, Umi mau telpon Bang Bani dulu minta jemput,"
***
Ketika masuk ke dalam rumah, Saaih disuguhkan dengan pemandangan semua orang tengah terduduk di ruang keluarga. Mereka seperti menunggu seseorang.
Bahkan tak hanya keluarganya. Ada Bramantyo dan juga keluarganya tak lupa Zahra ikut bersama mereka. Saaih melihat wajah Zahra sekilas matanya terlihat sebab dan lesu sepertinya wanita itu telah banyak menangis hari ini.
"Saaih!" seru Abi menyadari Saaih sudah berada di sini.
Tanpa basa basi Abi langsung memeluk Saaih. "Saaih, Abi minta maaf, karena Abi bibir kamu," ucap Abi sambil menatap ngeri sudut bibir Saaih yang membiru.
"Ngga papa Bi," ucap Saaih singkat. Lalu hendak naik ke atas menuju kamarnya.
"Tunggu Saaih, ada yang perlu Abi omongin sama kamu," ucap Abi mencoba menahan Saaih.
"Ada apa Bi?" tanya Saaih.
Abi menarik nafas dalam lalu nenghembuskannya pelan. Ia melihat semua orang secara satu persatu.
"Saaih, kami memutuskan untuk Zahra akan menikah dengan Thariq,"
***
Maaf kemaleman gais,
Makasi buat yang udah baca, dan VOTE❤️🙏
Buat yang puasa semangat terus ya!
Jangan lupa jaga kesehatan gais!
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
