Seventy One

2K 125 67
                                        

Aku hanya ingin dicintai bukan dikasihani.

-Saaih Halilintar

Siap?
Vote dulu sebelum baca!

Tiga pasang mata itu membelalak melihat Saaih sudah sadar. Ini fantastis! Mereka masih terpaku di depan pintu ruangan Saaih. Seolah-olah takjub melihat apa yang dilihat di depannya kali ini.

"Kak Jidah?" Thariq memncoba untuk memastikan Sajidah yang masih terpaku di ambang pintu itu baik-baik saja.

Ketiga orang itu akhirnya tersadar, dan mulai mendekat ke arah ranjang Saaih. "Bang?" ucap Fatim, Fateh kompak.

Kedua kakak beradik itu kini tidak bisa menahan air mata mereka. Fateh dan Fatim berada di sisi kanan dan kiri ranjang Saaih. Mereka masih termangu.

"Iya?" sudah lama suara khas Saaih terdengar lagi. Suara yang sangat mereka rindukan itu kembali lagi. Mereka bisa mendengarnya.

Belum ada hitungan sedetik Fatim Fateh secara kompak memeluk abang mereka dari sisi yang berbeda. Mereka menangis. Sedangkan Saaih ia cukup terkejut dengan perilaku adik adiknya tersebut. Saaih menutup matanya perlahan menandakan ia sangat nyaman dengan pelukan yang tiba tiba itu. Dua sudut bibir Saaih tertarik mendengar isakan kedua adiknya. Dirinya nyaman dengan pelukan ini, walau harus diikuti tangisan semacam ini. Ia benci tangisan semacam ini.

Isakan keduanya saling bersahut-sahutan membuat hati siapapun yang mendengarkannya pilu dibuatnya.

"Maaf'in Ateh bang, seharusnya Ateh bisa ngertiin abang." ucap Fateh terisak.

"Atim juga, maaf'in Atim, Atim minta maaf, Atim nyalahin abang karena semuanya. Tapi abang ga salah."

"Kenapa abang ga ngebela diri abang sendiri?"

"Kenapa abang malah diem?"

"Kenapa abang malah nyembunyiin ini semua ke kita?"

"Ini bukan aib keluarga yang harus disembunyiin bang," Fatim masih terisak air mata tak berhenti mengalir dari kedua pelupuk matanya.

Saaih mulai menghembuskan nafas berat, hembusan nafas itu bisa didengar sendiri oleh kedua adiknya. Sesak rasanya mengingat semua hal yang terjadi saat itu.

"Ini semua emang berawal dari Ateh bang."

"Andai Ateh ngga minta abang collab bareng sama abang waktu itu, mungkin sekarang abang ama Bang Atta hubungannya masih baik baik aja kaya dulu." Nada penyesalan terdengar jelas dari suara Fateh. Dirinya masih memeluk Saaih erat bahkan kini ia semakin mengeratkan pelukannya itu.

"Maaf'in Ateh ya bang? Kalo ga dimaaf'in juga gapapa kok bang" Fateh masih tetap terisak sambil terus menggenggam tangan dingin Saaih.

Saaih kembali menghembuskan nafas berat. Tangan kanannya yang masih tertempel infus, kabel dan alat medis lain kini mulai bergerak menuju ke puncak kepala Fateh. Mengelus rambut Fateh yang tebal dengan rasa sayang. "Abang juga salah Teh, abang juga minta maaf."

Fateh yang terkejut dengan pergerakan abangnya, perlahan mendongakkan kepalanya menatap Saaih dengan tatapan sendu. Matanya masih merah dengan air mata masih mengalir di kedua pelupuk matanya. "Abang juga salah Teh, maafin ya?" tangan Saaih kini merosot turun ke pipi Fateh, membuat Fateh tersenyum damai mendapat sentuhan itu. Fateh menggenggam tangan Saaih yang masih berada di pipinya, menggeleng pelan "Ga mau, harus sembuh baru dimaafin." gurau Fateh membuat Saaih tersenyum.

"Siap pak bos!" Saaih mengacak-acak rambut Fateh gemas.

Pandangan Saaih dan Fateh kini beralih ke Fatim yang masih menangis. Saaih menepuk pelan puncak kepala Fatim. "Udah udah, ssstt." Saaih mencoba untuk menenangkan Fatim yang tengah menangis.

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now