Absen skuy!
Dengan cara VOTE!
Supaya aku tau siapa aja yang udah baca cerita ini.
DON'T BE DARK READERS
SKUY VOTE BARENG BARENG!
1...
2...
3...
OK, THANKS! SELAMAT MEMBACA!
"Oke, Saaih udah punya jalan tengah"
"Kalian udah banyak bicara, sekarang biar Saaih yang bicara" ucapnya mencoba untuk menyeimbangkan tubuhnya yang rasanya mungkin tak lama lagi akan roboh.
"Saaih bakal pergi dari kehidupan kalian, jika itu emang diperlukan"
"Dan sekarang udah bulat"
"Saaih bakal pergi, jika keberadaan Saaih terus aja buat rusuh. Untuk apa Saaih ada di sini?" bulir bulir air mata lalu kembali lagi jatuh dari air mata Saaih. Ia rasanya tak kuat bila harus membayangkan ia akan pergi dari adik adiknya. Tapi keinginannya sudah bulat.
"Saaih, jangan ngomong ngawur!" teriakan Sajidah menyadarkan Saaih dari lamunannya.
"Dan, Saaih punya beberapa permintaan sebelum Saaih pergi"
"Saaih, jangan ngomong kek gitu!" Sajidah menangis mendengar tiap kata kata yang keluar dari bibir Saaih yang tak lagi berwarna merah cerah melainkan abu pucat.
"Bang Atta, aaih minta maaf. Emang banyak kesalahan yang udah Saaih perbuat.
"Abang boleh benci Saaih karena kesalahan kesalahan tersebut. Tapi jangan Bang Thariq juga dia sama sekali ga salah" ucap Saaih langsung menatap mata Atta.
Kini pandangannya berpindah pada Thariq refleks ia langsung tersenyum tipis melihat abangnya itu. "Hei, abang pikir Saaih bakal bahagia liat bang Thariq belain Saaih terus? kalian bertengkar gara gara Saaih."
"Gak sama sekali."
"Itu malah membuat Saaih semakin sakit" ucapnya tersenyum penuh arti.
Saaih langsung pergi ke luar, tetapi ia merasakan genggaman tangan kecil seperti menahannya. "Fateh?"
"Jangan pergi" Fateh berkaca kaca mengucapkan itu pada Saaih.
"Ga bisa, abang emang harus pergi"
"Kalau semakin lama abang di sini keluarga ini bakal semakin hancur" ucap Saaih kini menyetarakan tinggi badannya dengan tubuh Fateh yang kecil, ia mencoba memberikan Fateh pengertian.
Fateh hanya menggelengkan kepalanya "Ga, itu ga bakal terjadi! Abang diem aja di sini gausah pergi"
"Udahlah kamu cowo, cengeng gausah nangis. Malu maluin aja!" ucap Saaih menghapus air mata Fateh dan segera turun ke bawah.
Saaih sudah tak berani lagi menoleh ke belakang. Ia sudah ikhlas bila ini memang harus benar benar terjadi. Jika ia tak bisa memperbaiki keadaan setidaknya ia tidak memperburuk keadaan. Atau mungkin malah memperburuk? Entahlah! Ia sudah benar benar lelah dengan semua ini.
Mungkin kadang keegoisan diperlukan dalam keadaan tertentu.
Saaih segera turun menemui bang Alfath yang terlihat baru saja habis mencuci mobil. "Bang, abang bisa anter Saaih ke sini gak?" ucap Saaih lemas sambil menunjukkan layar handphonenya.
"Oh, ke sini. Ngapain? Ga bakal aneh aneh kan ihh?" tanya bang Alfath khawatir.
Saaih tak menjawab bang Alfath ia hanya menggeleng pelan.
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
