"Fifty Five"

1.9K 166 58
                                        

Vote waktu ini benar benar memuaskan🙏, tapi maaf ga bisa tepat janji:(🙏

Yang follow my instagram pasti tau:v,, sekali lagi maaf keun.

Ettt,, tapi tetep harus VOTE yah!

Yuk! Cepat!

Bacaannya udah nunggu tuh!
1
2
3
Ok Makasi!❤🙏

"Kami akan memindahkannya ke ruang ICU terlebih dahulu agar mendapatkan perawatan yang lebih intensive, baru anda bisa menjenguknya" ucap Dokter Herman.

Thariq hanya mengangguk lemah. Lalu kini ia hanya sendiri di lorong rumah sakit itu. Malam ini benar benar sepi. Dan juga mencekam baginya.

Ia benar benar lelah, dan juga sangat mengantuk. Ia lalu memutuskan untuk pergi ke toilet dan membasuh wajahnya. Sengatan kesejukan air sedikit membantu menghilangkan rasa kantuk dari matanya.

Setelah selesai dari toilet Thariq lalu kembali lagi duduk di ruang tunggu. Ia menunduk melamun, berpikir, bagaimana ini bisa terjadi pada keluarganya.

Tetapi ia langsung tersadar dari lamunannya setelah menyadari ada tangan yang sedang berada di bahunya.

"Kak jidah?" tanya nya heran. Refleks Thariq langsung memeluk kakaknya itu. Ia menangis dalam pelukan kakaknya itu.

"Ada apa liq? Semua baik baik aja kan?" Sajidah merasa heran dengan perilaku Thariq.

"Saaih, dia-," Thariq sampai tak bisa berkata kata karena tangisnya.

"Dia?" Sajidah masih tak mengerti.

Thariq tak mau melanjutkan ucapannya, ia memilih memalingkan wajahnya dari Sajidah.

"Dia kenapa liq? Kaka juga perlu tau" ucap Sajidah lembut.

"Dia sempet kritis, bahkan keadaannya sekarang masih lemah" ucap Thariq dengan suara seraknya.

"Astaghfirullah, kenapa kamu ga bilang kaka dari awal?" protes Sajidah.

"Gimana caranya mau ngomong kak? Bahkan untuk bilang sama Umi aja Oliq takut da-," ucap Thariq.

"Permisi, ini pakaian yang harus di gunakan untuk bisa masuk ke dalam ruang ICU" ucap seorang perawat membawakan baju serba hijau.

"ICU?" Sajidah mencoba mencerna ucapan si perawat.

"Yaudah makasi mbak" ucap Thariq menerima pakaian itu.

"Tapi saya butuh satu lagi untuk kakak saya" ucap Thariq.

"Oh, kebetulan sekali saya membawa 2" ucap perawat itu menyerahkan pakaian serba hijau tersebut pada Thariq.

"Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu" ucap perawat itu lagi, lalu pergi meninggalkan Thariq dan Sajidah hanya berdua di lorong rumah sakit yang sepi itu.

Thariq tak menjawab pertanyaan Sajidah, mereka langsung menggunakan pakaian yang telah disiapkan perawat tadi.

Sebelum membuka pintu ruang ICU Thariq mencoba mengatur nafasnya, karena tadi selesai terisak. Sekarang dadanya sedikit merasa sesak, karena terlalu banyak menangis. Dan suaranya juga semakin serak.

Dengan ragu Thariq lalu mendorong pintu ICU, terlihat di sana ada Saaih terbaring lemah lengkap dengan masker oksigen menutupi wajahnya sebagian wajahnya.

Ruangan ini terlihat lebih mencekam karena banyak nya alat alat medis yang begitu menakutkan bagi Thariq. Ada elektrokardiogram atau bisa dibilang alat pendeteksi detak jantung. Selang selang membaluti tubuh Saaih, ditambah lagi infus yang selalu setia menempel pada punggung tangannya.

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now