"Lho ditanyain abi kok pada diem?" tanya Abi sekali lagi dengan nada naik satu oktaf.
Dan semua masih tetap menunduk terdiam hingga Sohwa membuka suara.
"Ngga ada apa apa kok bi" ucapnya dengan nada menenangkan.
"Tapi tetap saja kalo abi tanya harus jawab. Kalo gaada apa harusnya bisa bilang kalo gaada apa apa dari tadi." ucap lelaki paruh baya itu tegas.
Semua hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Dan langsung menunduk, mereka sepertinya tak berani bila harus menatap langsung mata abinya itu.
"Udah udah sekarang Fateh, kamu ayo cepet makan. Umi suapin ya" ucap Umi mengelus puncak kepala Fateh.
"Iya mi" ucap Fateh pasrah.
Tiba tiba kenop pintu ruangan itu terbuka dan terdengar suara imut Qahtan mengucapkan "Assalamualaikum."
Ternyata Iyyah, Saaih, Fatim, Muntaz, Saleha dan Qahtan, telah sampai di rumah sakit. Mereka semua lalu masuk ke dalam ruangan Fateh.
"Waalaikumsalam" jawab mereka di dalam serempak.
"Are you okay bang Fateh?" tanya Qahtan langsung duduk di dekat ranjang Fateh.
"I'm okay" jawab Fateh sambil tersenyum.
Dari Qahtan kini pandangan Fateh beralih pada Saaih yang terlihat murung. Entah ada apa padanya.
"Bang,, abang gapapa?" tanya Fateh yang kini mulai bertanya pada Saaih yang terlihat murung dan lebih diam dari biasanya.
"Abang?" tanya Saaih bingung.
"Iya, abang, seinget ateh abang sakit kepala. Abistu tiba tiba. Ateh ga inget lagi" ucap Fateh mencoba mengingat ingat lagi.
"Itu cuma prank." Belum sempat Saaih menjawab apapun, ia langsung di sela Atta yang dari tadi duduk di sofa coklat samping Sohwa.
"Prank?" tanya Fateh bingung.
"Udahlah teh,makan aja dulu. Kalo udah habis makan baru boleh ngobrol" ucap Umi sambil terus memasukkan suapan demi suapan ke mulut Fateh.
"Dan kalian, untuk sekarang tolong jangan omongin tentang itu sekarang. Lebih baik isi perut kalian, terus makan." ucap Abi menengahi.
Skip Setelah Makan...
Semua tiba tiba hening sejenak, setelah makan.
"Kalian udah pada mau pulang?" tanya Saaih pada semua yang tadi ikut dengannya
"Kamu mau pulang ih?" tanya Abi
"Hm ng-,"
"Kenapa? Ga mau Fateh tau tentang prank bodoh kamu itu?" Atta menyela pembicaraan Saaih dan Abinya.
"Itu prank bang?" tanya Fateh tak percaya.
"Iya teh, itu cuma prank" tambah Sohwa.
"Bang, abang belum jawab ateh" Fateh terus menatap Saaih.
Saaih yang terus menunduk mulai mengangkat kepalanya. Ia lalu menatap Fateh sendu. Ia rasanya ingin meneriakkan semua yang sebenarnya terjadi. Tapi keadaan ini tak mungkin membiarkan ia lolos begitu saja. Dan juga entah kenapa dengan lidahnya. Rasanya tak mungkin menjawab pertanyaan itu dengan jujur.
"Jawab ih! Kenapa? Ga bisa jawabkan kamu?" Atta menatap Saaih sinis.
"Udahlah bang! Kena-,"
"Iya teh, itu cuma prank. Maafin abang" ucap Saaih pelan memotong bentakan Thariq. Yang memang benar benar saat itu emosi Thariq sudah memuncak.
"Saaih?! Ah sial" ucap Thariq geram. Ia tak suka adiknya itu berbohong dan menyalahkan dirinya terus.
"Maafin abang teh." Saaih mulai berkaca kaca.
Fateh masih terdiam ia masih tak mengerti.
Bang Saaih ngeprank?
Itu semua bohongan?
Ga mungkin dia selalu cari prank yang aman.
Fateh hanya bisa melihat tatapan kesedihan di mata Saaih. Ia tau itu benar benar tulus. Ia benar benar tak pernah melihat tatapan abangnya yang benar benar setulus itu.
"EMANG GA CUKUP APA TAMPARAN YANG WAKTU ITU ABANG KASI?!?!" kini Thariq benar benar tak terkendali.
Tamparan?. Batin Fateh, ia masih bingung. Apa yang di maksud dengan "Tamparan yang waktu itu abang kasi" Bang Atta tampar bang Saaih?
Ga mungkin. Batin Fateh lagi.
"Kenapa sih kamu terus bela-belain dia?! Ini semua udah jelas! Dia yang salah!" Atta membalas bentakan Thariq.
"Gak! Abang gatau apapun! Aba-"
"Cukup!" suara Abi membuat seisi ruangan kembali terdiam.
"Kalian itu kenapa? Kalian ga malu dilihat sama adik adik kalian yang masih kecil?"
"Kalian ga punya malu atau gimana?" tanya Abi lagi.
"Dan juga lagi pula Saaih sudah minta maaf pada Fateh. Lalu kenapa Atta dan Thariq yang malah ricuh di sini?!?" nada suara abi naik satu oktaf lebih tinggi.
"Tolonglah kalian sudah besar. Jangan seperti ini" ucap Umi dengan suara lembutnya yang khas.
"Tapi bi-," Thariq berusaha menjelaskan
"Kita selesaikan nanti di rumah. Ini tempat umum. Rumah sakit pula" ucap Abi bijak.
Saaih sudah benar benar tidak nyaman berada di sana. Rasanya bila ia semakin lama di sana mungkin ia bisa kehabisan nafas. Semua kata kata yang keluar di sana semakin membuat hatinya seperti terhimpit batu. Sesak.
Saaih lalu meninggalkan ruangan itu, dan tak mempedulikan saudara saudaranya yang menatap dirinya dengan tatapan kasihan atau benci sekalipun.
Ia terus berjalan melewati ruangan demi ruangan. Seperti biasanya ia akan pergi ke taman. Tapi kali ini ia lebih memilih taman rumah sakit.
Ia tak butuh basa basi lagi ia langsung mengeluarkan semua yang ia tahan sejak tadi. Kembali lagi ia rapuh seperti ini.
Ia sudah tak bisa lagi menahan tangisnya.
Ia sudah tak bisa lagi terlihat baik baik saja.
Ia sudah tak bisa berpura pura lagi.
Ia sudah tak perlu lagi menyembunyikannya pada siapapun.
"Nih minum dulu airnya" seseorang menyodorkan sebotol air mineral padanya. Dan sepertinya suara itu cukup familiar di telinganya.
Saaih langsung menoleh. Dan dilihatnya sesorang bertubuh tegak menyodorkannya sebotol air mineral dan tersenyum sangat tulus padanya.
"Bang Thor?"
Thariq lalu segera duduk di samping Saaih. Dan tak perlu waktu lama Saaih langsung memeluk abangnya itu.
"Makasih bang" ucapnya terus menerus. Ia sepertinya tak ingin melepaskan pelukan itu. Semakin lama semakin erat pelukan Saaih dan juga semakin deras air mata yang terus turun dari mata indah Saaih.
"Gausah terimakasih"
"Abang ngelakuin yang emang seharusnya abang lakuin" Thariq terus mengelus kepala botak adiknya,, sampai sampai ia juga tak menyadari bahwa air mata juga telah ikut turun dari matanya.
-***-
Makasi buat yang udah baca.
Maaf belum bisa kasi boompart karena otak tak mendukung.
Tapi tetep harus Vote and Comment yaa!!❤
Makasii❤💚❤
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
