Heiyooo gengss!!
Siapa yang udah siap buat next chapter???
Oiyaaa sebelum baca jangan lupa buat VOTE dulu yaaa!
Tengkyu!
Happy Reading💫✨
Selamat Membaca!
Mereka seperti anak komedi,
tertawa di atas panggung dan menangis di balik layar.
-Dr. Herman Eddy Santoso.
Hasil tes sudah ada di tangan Thariq. Tangannya bergetar ketika memegang amplop coklat berisikan stempel rumah sakit itu. Sejak diberikan oleh seorang perawat yang tak lain asisten Dokter Herman tersebut matanya menolak untuk melihat. Dan tangannya rasanya ingin menolak untuk menyentuh amplop coklat ini.
Sudah dua hari sejak Saaih sesak nafas tempo hari. Dokter Herman memilih untuk melakukan pengecekan apakah ada penyakit lain yang diderita Saaih atau tidak. Dan kini jawaban tersebut tengah berada di tangannya.
Dalam perjalanan menuju ruangan Saaih hatinya hanya bisa berharap agar yang diterimanya adalah jawaban yang baik.
***
Sajidah kini tengah memandangi wajah Saaih yang pucat. Walau tadi Saaih sudah sempat sadar dirinya masih belum puas untuk bersamanya. Walau tak bisa menyalurkan rindu dengan berbincang, setidaknya tatapan sendu keduanya sudah bertemu dan saling mengadu.
Kriet...
Tubuh tegap Thariq terlihat, Thariq berjalan dengan gontai menuju Sajidah.
"Gimana hasilnya Liq?" tanya Sajidah pada Thariq yang baru saja duduk di sampingnya.
Tanpa menjawab apapun Thariq langsung memberikan amplop coklat tersebut pada Sajidah. Dan dengan cepat Sajidah langsung membuka dan membaca isi surat di dalamnya.
Senyum merekah di bibir Sajidah. "Liq!"
"Hasilnya negatif!"
"Saaih ga kena kanker paru-paru kok!"
Thariq menoleh dengan cepat karena sangat terkejut. "Alhamdulilah!" ia lalu segera memeluk Sajidah cepat.
"Jadi sesak waktu itu sebenarnya karena dia hampir kejang soalnya stadium kanker-nya yang udah tinggi." Sajidah menceritakan semuanya pada Thariq, karena ia tau Thariq pasti tidak akan pernah mau untuk membaca surat semacam ini lagi.
Thariq hanya bisa mengangguk perlahan tanda mengerti.
***
"Keadaannya sudah membaik, mulai besok sudah bisa dipindahkan ke ruang inap biasa." ucap Dokter Herman pada keduanya. "Sudah tidak perlu lagi menggunakan tabung regulator oksigen karena nafasnya juga sudah baik baik saja." sambung Dokter Herman.
Sajidah dan Thariq mengangguk secara antusias. Setelah lama di ruangan mencekam seperti ini, akhirnya Saaih dipindahkan juga ke ruangan inap biasa.
"Ya sudah saya permisi dulu." Dokter Herman langsung melenggang pergi dari ruangan tersebut karena ada panggilan darurat dari salah satu asistennya.
Sedangkan keduanya membiarkan Saaih beristirahat dan segera mengumumkan kabar bahagia tersebut di grup keluarga.
Tentu saja hal itu disambut bahagia oleh semuanya, tak lupa mereka juga mengucapkan syukur.
***
Melihat notifikasi handphonenya membuat Fateh langsung berlari ke ruang kerja Atta.
"Bang!" ketukan keras serta teriakan terdengar jelas membuat seisi rumah terganggu dibuatnya.
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
