"Ih? Lu ngomong apa sih?" tanya Thariq tak terima.
Saaih benar benar tak mempedulikan protes Thariq, ia bahkan tak mempedulikan tatapan tajam yang Thariq berikan padanya.
Sekarang kini pandangannya menuju ke arah Fateh. Ia menatap adiknya sendu.
"Fateh, abang minta maaf sama semua yang abang lakuin. Mungkin kamu bakal benci ato ngejauhin abang. Tapi satu hal yang pasti abang bakal nerima itu." Saaih lalu memancarkan senyum tipisnya setelah mengatakan semua itu.
Belum Fateh sempat menjawab abangnya. Saaih langsung menyela lagi.
"Abi, Umi. Boleh aaih izin keluar?"
"Masalah ini udah tuntas kan? Terbukti bahwa aaih bersalah di sini" tanya Saaih lembut pada Umi, Abi nya.
"Dan yah satu lagi. Aaih siap buat nerima semua hukuman apa pun yang abi, umi berikan pada Saaih" terukir senyum tipis yang indah ketika Saaih selesai mengucapkan itu.
Entah ada apa pada putra ke tiga mereka. Saaih benar benar berubah sama sekali mereka belum pernah melihat Saaih seperti ini.
Semua bukti telah mengarah pada Saaih. Tetapi tetap saja seperti ada yang ganjal dalam hati mereka. Ya! Tatapan tulus mata Saaih. Yang jarang sekali mereka lihat.
Abi tak sanggup untuk menjawabnya ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Makasih" ucap Saaih singkat.
Thariq yang sejak tadi tak bergeming karena memikirkan ucapan Saaih tadi mulai membuka suaranya lagi.
"Saaih tunggu!" teriaknya sambil mencekal pergelangan Saaih. Membuat semua orang yang melihat dan mendengar teriakan Thariq terkejut.
Saaih hanya terdiam, sambil sesekali meringis karena cekalan kuat yang mencekal tangannya itu. Ia tau jelas ia akan kalah dengan tenaga Thariq yang dua kali lipat lebih besar darinya. Oleh karena itu ia lebih memilih untuk diam daripada harus memberontak dan melawan.
"Maksud kamu apa ngomong gitu? Kamu udah nyerah?" tanya Thariq geram
"Nyerah? Nyerah kenapa bang?" tanya balik Saaih sambil menatap mata abangnya itu.
"Kamu udah janji sama abang dan kak Jidah ya, bahwa Umi, Abi juga harus tau tentang hal ini"
"Dan abang minta janji itu sekarang juga" ucap Thariq
"Ini belum saatnya bang?" jawab Saaih santai
"Kapan? Mau sampai kapan kamu nyembunyiin ini semua?"
"Ini saat yang tepat ih" sambung Thariq memelankan suaranya.
"Saat yang tepat apa bang? Saat yang tepat buat jadiin penyakit ini perisai dari semua kesalahan aaih?" tanya Saaih dengan nada tak kalah tinggi dari Thariq.
Tanpa disadari mata Saaih berkaca kaca mengucapkan itu semua.
Tatapan mereka akhirnya bertemu, Tatapan Saaih yang jelas jelas menggambarkan rasa lelah terukir di matanya, sedangkan Thariq tatapan kemarahan, yang terus terpancarkan
1
2
3
"Thariq, Saaih kalian jangan bertengkar. Malu dilihat adik adik kecil" suara lembut Umi menyadarkan mereka berdua.
Umi yang menyadari Thariq mencekal tangan Saaih itu langsung menghentikan keduanya.
"Thariq lepasin tangan Saaih, biarin dia sendiri dulu untuk sementara waktu" tegur Umi.
Saaih yang mendengar ucapan umi nya itu langsung menunjuk tangannya yang dicekal oleh Thariq dengan tatapan matanya yang tajam.
Refleks Thariq langsung melepaskan cekalan itu. Tanpa ia sadari cekalan itu ternyata membuat tangan Saaih merah dan sedikit berdarah karena kuku tangan Thariq dan cekalan yang cukup kuat dari Thariq.
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
