Heh!
Cepet cepet bae!
VOTE ngapa VOTE!
Jangan lupa di VOTE ya guys!
Skuy VOTE!
1...
2...
3...
OK! THANKYOU!
HAPPY READING!
"Umi sama Abi udah tau tentang Saaih ini liq?" tanya Atta sembari kembali berjalan menuju ruang tunggu.
"Mereka udah tau," ucap Thariq.
"Mereka juga ngelarang untuk ngasi tau yang lain?" tanya Atta.
"Abi bilang dia pengen supaya Saaih yang bisa kasi tau kesemuanya."
"Tapi Thariq udah bener bener cape liat dia kesakitan terus,, dan harus pura pura baik baik aja."
"Keadaannya juga sempet ngedrop beberapa kali ini,, yang buat Thariq lebih milih Thariq aja yang kasi tau kalian semua"
"Lagipula kalo nunggu dia siap untuk kasi tau kalian,, mungkin bakal lama. Dan belum tentu dia siap" ucap Thariq.
Atta jadi semakin merasa bersalah. Ia benar benar tak akan bisa memaafkan dirinya. Ia lalu menyandarkan kepalanya di bahu Thariq yang lebar. Memejamkan matanya mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.
Tittt Tittt Tittt...
Tiba tiba terdengar suara bel yang cukup keras dari ruangan Saaih. Yang jelas jelas membuat Atta dan Thariq penasaran, ditambah lagi banyak beberapa perawat yang masuk ke ruangan tersebut.
"Tunggu dok,, ada apa ini?" Thariq menghentikan jalan Dokter Herman.
"Kami akan jelaskan nanti,, untuk sekarang kami belum bisa menjelaskannya pada anda" ucap Dokter Herman.
Atta dan Thariq pun hanya dapat mengintip dari bilah kaca pintu ruang ICU. Terlihat di sana Saaih yang terbaring lemah, ditangani oleh dokter serta perawat perawat yang berada di sana. Wajah mereka terlihat begitu panik. Ada apa gerangan? pikir keduanya.
"Pengejut jantung!" ucap Dokter Herman sambil menggunakan selop tangan sterilnya.
"Ini dok" ucap salah satu perawat memberikan alat pengejut jantung.
Dengan cekatan Dokter Herman lalu mulai menggosokkan permukaan Defribillator. Dan mulai menekankannya pada dada Saaih. Sambil terus memantau monitor jantung.
Satu kali percobaan sama sekali tidak ada perubahan, kedua kalinya juga sama, sama sekali tak ada respons.
Dan yang ketiga,
"Akhhhh" kini monitor detak jantung hanya memperlihatkan garis lurus yang berwarna hijau. Yang jelas jelas membuat hati Thariq dan Atta benar benar tak menentu. Rasanya kaki mereka sudah tak menapak tanah lagi melihat pemandangan yang begitu mengerikan seperti itu.
Dokter Herman masih tak menyerah ia masih kukuh tetap mencoba menekankan alat pengejut jantung pada dada Saaih.
Tetapi tak ada bedanya dari percobaan pertama, kedua, dan ketiga, kini sama sekali tak ada respons.
Bahkan kini Dokter Herman mencoba untuk menggunakan tangannya. Ia lalu meletakkan tangannya di dada Saaih, lalu mencoba untuk menekannya pelan dan sesuai dengan tempo.
Tetapi, tetap saja. Tak ada perubahan sama sekali. Tak ada respons.
Dokter Herman lalu menarik nafas berat, ia benar benar tak merelakan semua ini. Saaih sudah dianggap seperti putranya sendiri. Saking dekatnya ia dengan Saaih.
VOCÊ ESTÁ LENDO
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfic"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
