Eighty Four

1.1K 121 33
                                        

Hai guys!

Sebelum membaca mari kita VOTE sama sama dengan cara :

-tekan layar ini sekali
-setelah ada tanda bintang dibawah, tekan tanda bintang tersebut sampe jadi Oranye.
-DAN WELL DONE! kamu udah kasi dukungan.

Terimakasih!
Selamat Membaca!

Ini sudah seminggu sejak perdebatan saat itu terjadi. Ini berarti pernikahan Thariq tinggal seminggu lagi. Semua orang tengah mempersiapkan semuanya di bawah. Tetapi Saaih kini ia berada di kamarnya sendiri.

Ia disibukkan dengan berbagai berkas-berkas yang berada di mejanya saat ini. Pengacaranya akan datang nanti. Jadi lebih baik ia menyiapkan semuanya sekarang.

Tok Tok Tok...

Suara ketikan pintu menyadarkannya dari pekerjaan yang tengah ia lakukan.

"Siapa?" tanya Saaih dari dalam.

"Umi, Ih," jawab Uminya dari luar.

"Masuk aja Mi, ga dikunci," jawab Saaih dari dalam.

Umi masuk sambil membawa segelas susu dan sepotong roti. "Kamu tadi kenapa ga ikut makan bareng di bawah?" tanya Umi sambil mencoba sesekali mengintip apa yang dikerjakan putranya.

Saaih langsung menutup laptopnya saat menyadari Umi sudah berada di belakangnya. "Hum, gapapa Mi, ada kerjaan yang harus Saaih kerjain," ucap Saaih sembari tersenyum meyakinkan.

"Akhir-akhir ini kamu jarang keluar kamar, karena ada kerja seperti ini?" tanya Umi.

"Gitu lah," kekeh Saaih kecil.

"Gaaada yang kamu sembunyiin dari Umi kan?" tanya Umi mulai curiga dengan perangai putranya akhir-akhir ini.

Mendengar pertanyaan Uminya Saaih langsung menggeleng cepat. "Gaada Mi, ga usa khawatir," Saaih menyadari bahwa Uminya tengah khawatir padanya.

"Kamu kerjain apa sih? Boleh Umi lihat?" tanya Umi lagi.

"Ngga usah Mi, lagipula Umi juga ga bakal ngerti," ucap Saaih mencoba menghalangi Uminya membaca berkas-berkas yang sudah ia letakkan dalam map.

Umi mengangguk ragu. "Kamu beneran gaada sembunyiin sesuatu dari Umi kan sayang?" tanya Umi sekali lagi untuk memastikan.

Saaih yang ditanya oleh Uminya langsung menggeleng cepat. "Gaada kok Mi," ucap Saaih lagi.

"Umi harap yang kamu bilang itu beneran," ucap Uminya menghela nafas pasrah. Entah kenapa Umi merasa ada yang tak beres dengan putranya. Tetapi ia tak tau apa.

"Kamu udah minum obat?" tanya Umi lagi. Sembari menyiapkan obat Saaih.

"Nanti Saaih minum, ga usah repot-repot, lagipula masih banyak yang harus disiapkan di bawah kan?" ucap Saaih lagi.

"Saaih gapapa Mi, Saaih bisa siapin sendiri,"

"Umi tenang aja," tambah Saaih lagi.

Tiba-tiba handphone Saaih berdering menandakan ada telepon masuk.

"Halo? Dit?"

"..."

"Bisa, mau kapan?"

"..."

"Oke, di kafe biasanya jam 10 pagi,"

"..."

"Sip,"

Saaih langsung mematikan telepon itu secara sepihak. "Siapa Ih?" tanya Umi.

"Aditya, ngomongin kerjaan," ucap Saaih singkat sambil membereskan semua berkasnya.

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now