"Sixty Nine"

1.9K 145 70
                                        

Sebelum membaca mari kita laksanakan tradisi turun menurun bacaan ini, yaitu VOTE!

UDAH?

OKAY!

MAKASI!

SELAMAT MEMBACA!!!

"Dia udah sadar bang?" tanya Thariq segera berlari mendekati keduanya.

"Udah." ucap Atta sambil menyeka air matanya.

"Liq, panggil dokter gih." pinta Atta pada Thariq yang masih terpaku tak percaya melihat Saaih sudah sadar.

"Liq?" Atta mulai menggoyangkan tubuh Thariq.

"Iya bang, tunggu di sini." ucap Thariq yang kehilangan kata kata saat melihat adik botaknya itu.

Tak perlu waktu lama Thariq kembali ke ruangan membawa Dokter Herman bersamanya.

Tanpa basa basi Dokter Herman langsung meraih stetoskop yang ia kalungkan di lehernya. Dan segera memeriksa Saaih.

Keningnya mengerut tanda ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Hal itu tentu saja membuat kedua kakak beradik itu penasaran.

"Ada apa dok? Dia udah mulai pulihkan?"

"Dia udah sadar, ini berarti membuktikan ada kemajuan besar yang terjadi dong dok."

"Tetapi entah kenapa raut wajah dokter terlihat tidak seperti yang saya ekspetasikan sekarang."

"Dia sadar, bukankah itu suatu kabar yang bahagia?" tanya Atta to the point.

"Bang," Thariq langsung menggenggam lengan Atta yang terlihat frustasi.

Perilaku Thariq tentu saja membuat Atta heran lalu kini memindahkan pandangannya pada Thariq. "Biarin dokternya ngomong bang." ucap Thariq gusar bersiap untuk mendengar kabar buruk dari Dokter Herman.

"Huftt, jadi begini, perlu diakui memang benar yang tadi kamu ucapkan itu Atta."

"Yah memang benar ini suatu kemajuan yang luar biasa."

"Tapi kabar buruknya untuk keadaan Saaih yang sekarang ini, operasi untuk pengangkatan sel tumor itu bisa dibilang sangat terlambat."

"Resikonya lebih besar dari harapan kesembuhannya."

"Karena stadium-nya semakin lama semakin naik,"

"Dan kami cukup takut untuk mengambil resiko besar seperti itu."

Kedua kakak beradik itu terdiam sejenak mencoba mencerna ucapan lelaki berjas putih tersebut.

Atta dan Thariq hanya bisa saling pandang, mereka masih belum menemukan jawaban. Pandangan mereka berdua itu terlihat bertanya tanya.

'Apa yang dimaksud dokter paruh baya itu kali ini?'. Kira kira itulah yang ada di pikiran keduanya.

"Tetapi, Saaih pasti masih bisa sembuh kan dok?"

"Pasti ada jalan lain selain harus operasi?!" teriak Atta sambil mengguncang tubuh Dokter Herman yang tengah tertunduk, menyembunyikan wajahnya.

"Semua penyakit pasti ada obatnya kan dok?"

"Semua masalah juga pasti ada jalan keluarnya." ucap Atta masih menekan setiap kata kata yang keluar dari bibirnya dan sama sekali tak pernah memindahkan pandangannya pada Dokter Herman. Sambil sesekali mengusap pipinya kasar, menyeka air mata yang terus menerus membanjiri pipinya.

"Bang." Thariq menarik lengan Atta yang masih terlihat terus menatap Dokter Herman.

Pandangan Atta kini berpindah pada Thariq, ia melihat pemuda itu kini tampak kelelahan serta rasa duka terus terpancar lewat iris matanya.

My Life •Saaih Halilintar•Where stories live. Discover now