Tapi, apa ia bisa membencinya?
"Kata papa, kamu masuk rumah sakit,"
"Jadi papa minta aku buat jenguk kamu," ucap Zahra sedikit ragu.
Saaih tertawa hambar. "Bukannya kamu udah tau aku masuk rumah sakit sejak dua minggu lalu?" tanya Saaih enggan menatap wajah polos itu.
Zahra mengerutkan keningnya saat mendengar Saaih mengatakan hal itu. "Maksud kamu?" tanya wanita itu takut-takut.
"Dua minggu yang lalu juga kamu ada di rumah sakit kan? Saat kamu di lorong rumah sakit lagi peluk Bang Thariq," entah kenapa ada rasa sedikit sesak di hati Saaih ketika mengucapkan kalimat kedua. Tak perlu berpendidikan tinggi untuk mengetahui bahwa hatinya hancur bila didengar dari suaranya yang sedikit bergetar.
Sedangkan Zahra masih membulatkan matanya. Menatap Saaih tak percaya. "Ka..kamu tau?" tanyanya sedikit tak percaya.
"Kenapa? Kenapa kamu keliatan takut gitu? Aku bahkan udah tau tentang hubungan kamu sama bang Thariq,"
Deg.
Zahra terdiam menahan agar air matanya tak luruh. Tetapi ia tak bisa menahannya. Ia menangis. Ia merasa takut dan malu pada Saaih.
Sedangkan Saaih kini menoleh pada wanita di sebelahnya ini. Mungkin ia terlalu kasar memberitahukannya pada wanita itu. Bagaimana pun juga baginya menyakiti hati seorang wanita sama saja seperti ia menyakiti hati ibunya dan saudara perempuannya.
Saaih merasa bersalah membuat wanita yang berada di sebelahnya ini menangis. Ia lantas menyodorkan selembar sapu tangan miliknya. "Hapus air mata kamu," ucapnya pada Zahra yang masih terisak.
Zahra lalu mengambil selembar sapu tangan yang diberikan Saaih padanya "Makasi-," belum saja ia sempat menyelesaikan ucapannya Saaih sudah beranjak pergi darinya.
Zahra menatap sedih kepergian Saaih. Terasa sesal di hatinya. Kenapa ia benar-benar tega menyakiti hati pemuda baik seperti Saaih. Zahra pikir Saaih pasti kecewa dan tak ingin melihat wajahnya lagi.
Tetapi selang beberapa menit Saaih kembali dengan sebotol air mineral. Lalu mulai duduk kembali dan menyodorkan botol air itu pada Zahra. "Kata Om Tio waktu itu, kamu punya sesak, ini minum," ucapnya pada Zahra yang masih terisak.
Zahra menatap Saaih heran. Kenapa pemuda ini masih tetap baik padanya setelah apa yang ia lakukan. Zahra masih tetap terdiam ia merasa malu untuk mengambil sebotol air mineral itu.
"Tenang, ambil aja mau gimana pun juga kamu tetep anak dari temen Abi. Gausa malu," ucap Saaih seolah olah mengerti apa yang berada di pikiran Zahra.
Zahra lalu segera mengambil botol minum itu dari tangan Saaih agar pemuda itu tak berpikir yang aneh-aneh tentangnya."Makasi" ucapnya pelan. Dan dibalas anggukan singkat oleh Saaih.
Saaih menatap lurus ke depan dengan pandangan mata yang kosong. Walau gak melihat wajah wanita itu. Saaih masih bisa mendengar isak tangisnya. "Kenapa kamu masih nangis?" ucap Saaih enggan menatap wanita itu.
"Maafin aku Saaih," Zahra menyesal tetapi ia tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia hanya mencintai Thariq.
"Maaf pasti selalu ada, aku pasti maafin, tapi tetap aja rasa kecewa juga pasti akan selalu ada,"
"Dan aku ga tau itu sampe kapan," ucap Saaih mencoba untuk tersenyum menutupi luka di hatinya yang tengah menganga lebar.
"Saaih, aku minta maaf," ucapnya sekali lagi dengan suara yang lebih pelan.
"Aku maafin," ucap Saaih singkat.
"Ga perlu minta maaf, lagipula aku juga ga bakal bisa ngebahagiain kamu dengan sisa waktuku," entah kenapa ia kini malah tiba-tiba menjadi sangat pesimis. Mengingat tak ada jawaban pasti dari Dokter Herman.
"Kamu ngomong apa sih? Kamu pasti sembuh," ucap Zahra diiringi isakan. Zahra tak tau pasti sakit apa yang dialami Saaih. Karena Thariq juga hanya mengatakan bahwa Saaih hanya demam saat mereka bertemu di rumah sakit waktu itu.
Saaih tertawa hambar. "Kamu tenang aja aku bakal perjuangin kebebasan kamu,"
"Ga lama lagi saya bakal coba ngomong sama Abi. Abi pasti mengerti," ucap Saaih yakin.
"Semoga," ucapnya pelan mengingat betapa semangat Abi dan Umi nya menyiapkan semua ini. Ia hanya berharap orang tuanya itu tidak akan kecewa dengan keputusannya.
"Kenapa kamu masih tetep baik?" tanya Zahra. "Itu seolah-olah buat aku jadi semakin terlihat jahat," sambungnya lagi.
"Itu perasaan kamu aja,"
"Aku cuma pengen ngeliat Bang Thor bahagia,"
"Walau emang anaknya agak sengklek gitu, dia sebenernya orang yang baik kok,"
"Dia bener bener cinta sama kamu, jangan sakitin dia ya?" ucap Saaih lagi.
Zahra hanya bisa menganggur dengan kepala tertunduk. Ia malu dengan dirinya sendiri.
"Yaudah, aku udah capek aku mau balik ke ruangan dulu, nanti Umi nyariin," Saaih berdiri dari duduknya, ia rasa sudah cukup untuk mencari angin. Lagipula berlama-lama di sini ia juga masih tak bisa mendapatkan ketenangan. Kepalanya mulai berulah lagi rasa sakit itu kembali menggrogoti kepalanya. Tetapi Saaih juga tak bisa membiarkan wanita ini sendirian di tempat seperti ini.
"Bang Thor!" teriak Saaih saat melihat Thariq baru saja keluar dari mobilnya. Sepertinya ia baru saja datang.
Thariq dari kejauhan dapat melihat Saaih dan... Zahra (?). Tak perlu waktu lama Thariq segera menghampiri keduanya. Dilihat dari mata Zahra yang sembab sepertinya Thariq tau apa yang terjadi.
Saaih tak ingin berlama-lama "Anter Zahra pulang,"
***
Makasi buat 100 ribu pembaca!
😭🙏✨🎉🎊
Makasi buat yang sudah baca part ini dan buat yang sudah mau menunggu lama:v
Maaf gais karena lama ga up🙏
Oiya, makasi buat yang udah baca! Jangan Lupa buat VOTE!
Makasiii❤️🙏
ESTÁS LEYENDO
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
Seventy Eight
Comenzar desde el principio
