"Janji ya lu!" Thariq mengacungkan jari kelingkingnya. Kini ia terlihat seperti seorang anak yang meminta pada temannya untuk berjanji selalu bermain bersama. Thariq terlihat sangat kekanakan.

Hal itu membuat Saaih tersenyum geli melihatnya. Dengan oximeter yang setia menjepit jari telunjuk-nya, Saaih mencoba mengangkat kelingking-nya. Segala kabel dan alat alat yang menempel di tubuhnya bagaikan perhiasan.

*gambar di atas.

Dengan susah payah Saaih juga ikut mengacungkan jari kelingking-nya. Dan kini jari kelingking mereka sudah saling mengait. "Janji." ucap Saaih yakin.

Thariq mulai melepaskan kaitan kelingkingnya. Dan meletakkan kembali punggung jari Saaih pelan-pelan karena ada begitu banyak kabel yang tengah melilit tangannya. Ia tak ingin merusak apapun apalagi membuat adiknya itu kesakitan.

Ceklek...

Suara pintu yang dibuka dari luar terdengar membuat keduanya menoleh dari arah pintu. Terlihat Atta bersama dokter berjas putih dengan berkalung stetoskop.

Siapa lagi selain Dokter Herman? Ia dengan cepat segera memeriksa keadaan Saaih dengan stetoskop mulai dari dada hingga ke perut. Tak ada satu pun organ tubuh yang rasanya terlewat untuk ia cek.

"Gaada yang perlu dikhawatirkan keadaan Saaih sudah mulai membaik." dokter itu mulai melepaskan stetoskop dari telinganya, lalu mengalungkan benda tersebut kembali ke lehernya.

"Nanti mungkin saya akan minta salah satu perawat ke sini untuk mengganti kantong cairan infus." ujar Dokter Herman sambil menyentil kantong cairan infus yang masih tersisa sedikit, digantung tepat di tempat Thariq berdiri kini.

"Walaupun keadaannya sudah membaik, kami akan tetap memantau keadaannya hingga 24 jam kedepan." ucap Dokter Herman tersenyum mencoba menenangkan keduanya yang terlihat jelas dari mimik wajahnya terlihat sangatlah tegang.

Dokter Herman mulai duduk di kursi yang terletak di samping brankar Saaih. "Oiyaa, bagaimana rasanya tertidur selama hampir lebih 14 hari Saaih?" Dokter Herman mencoba untuk ber-interaksi dengan Saaih.

Saaih hanya bisa tersenyum terpaksa. "Cape dok." ucapnya tersenyum.

"Yasudah kalau begitu sekarang silahkan istirahat dulu, nanti kalau ada apa apa bisa panggil saya lagi." ucapnya menoleh pada Thariq dan Atta seperti mencoba untuk menunjukkan bahwa kata kata tersebut ditujukan pada mereka.

"Saya permisi." pamitnya pada semua yang berada di ruangan Saaih.

***

Setelah Dokter Herman pergi, ruangan ini kembali diselimuti oleh kesunyian.

Diam diam Saaih memandang Atta ragu. Pikirannya seolah-olah bertanya 'apakah Atta tak bisa memaafkannya?'.

Dirinya sesungguhnya muak dengan segala perang dingin, kesalahpahaman, serta rasa sakit ini. Jika memang Atta tak bisa memaafkannya, ia pasti dengan senang hati bisa pergi tanpa ada beban.

~~~

Atta melihat Saaih sebentar, ia langsung memalingkan pandangannya saat Saaih membalas tatapannya.

Bukannya marah, dirinya hanya malu menatap Saaih. Setelah banyak kesalahan yang dibuatnya apa pantas dirinya mendapatkan maaf Saaih? Jangankan Saaih, ia sendiri pun bahkan sudah tak bisa memaafkan dirinya.

"Ih," Atta sudah menyiapkan mentalnya, apa pun yang akan Saaih ucapkan maka itulah jawaban dari semua kesalahannya.

Saaih lalu memandang Atta yang jaraknya sekitar 5 langkah dari ranjangnya karena ia berada di sofa yang bersebrangan dari ranjang Saaih.

Berbeda dengan Thariq yang lebih memilih untuk selalu berada dekat dengan Saaih, Atta malah mencoba untuk menjauh dari Saaih untuk sementara waktu. Padahal selama ini ia lah yang paling ingin meminta maaf pada Saaih.

Sebelum Saaih sadar rasanya Atta ingin berbicara banyak dengan Saaih. Tetapi entah kenapa setelah melihat Saaih membuka matanya, melihat bola mata yang berwarna hitam pekat kjas milik Saaih itu membuat lidahnya serasa kelu.

Saaih yang sudah menoleh sejak tadi, bersiap untuk mendengarkan Atta mulai bertanya. "Kenapa?" tanya Saaih yang membuat Atta tersentak kembali ke dalam dunia nyata.

"Gua mau ngomong." ucap Atta mencoba menetralkan degup jantungnya.

Saaih hanya merespon dengan menganggukan kepalanya pelan, seolah-olah bersiap untuk mendengarkan Atta.

"Gua mau bilang kalo-," ucapan Atta terpotong ketika mendengar suara pintu yang dibuka dari luar.

"Assalamualaikum!"

"Bang Saaih?!"

~$$$~
UwU I'm BACK!
SO MAKASI BUAT YANG UDAH MAU NUNGGU!
APALAGI BUAT YANG UDAH MAU BACA, KOMEN, DAN VOTE!

NEXT?!

My Life •Saaih Halilintar•Donde viven las historias. Descúbrelo ahora