"Ini udah terlalu malem, ga baik buat keributan jam segini."
"Apalagi liat tuh, Saaih lagi tidur."
"Pasien lain juga lagi istirahat, lebih baik abang juga istirahat." ucap Thariq lembut mencoba untuk menasihati Atta yang terlihat hampir tak terkontrol.
"Ya sudah kalau begitu saya permisi." ucap Dokter Herman melenggang pergi begitu saja dari ruangan tersebut
~~~
Thariq membiarkan Atta tertidur terlentang di sofa panjang yang berada di ruangan tersebut. Sedangkan ia lebih memilih untuk duduk di samping ranjang Saaih saja.
Walaupun sikap Thariq tidak sebrutal Atta saat mendengar kabar tersebut.
Tetapi bagaimana pun juga dirinya tetaplah resah dan masih bertanya tanya maksud dari Dokter Herman tersebut.
'Apa yang dimaksud dokter itu?'
'Apa ini suatu cara untuk memberitahu agar menyerah saja?'
'Apa Saaih masih bisa sembuh?'
'Ga! Saaih pasti masih bisa sembuh!'
'Apa yang lu pikirin liq?! Bisa bisanya lu berpikir adik lu ga bakal selamat?!'
Berbeda dengan Atta yang sangat brutal dan lebih blak-blakan. Kini Thariq tengah menghadapi perang batin. Dan kini lagi lagi pemuda tersebut kembali menangis di samping ranjang Saaih.
"Aaih pasti bakal baik baik aja!"
"Dan harus baik baik aja!"
"Abang yakin akan hal itu." ucap Thariq sambil terus mengusap-usap kepala Saaih.
Dibalik dirinya yang selalu mencoba menguatkan saudara-saudaranya sebenarnya ada hati yang rapuh yang terus menerus mencoba menyembunyikan luka.
Ia akui memang akhir akhir ini dirinya menjadi lebih emosional. Ia bahkan kini merasa dirinya sangatlah lemah. Dirinya sangat cepat mengeluarkan air mata dan ia menyadari hal itu.
Dan ia sudah mulai memaklumi hal itu. Karena menurutnya, air mata tidaklah bersalah, memang terkadang ketika kata-kata sudah tak bisa mengekspresikan perasaan kita, air mata akan hadir untuk mewakili perasaan tersebut.
Terkadang ia selalu bertanya-tanya. Dan selalu memanjatkan pertanyaan ketika berdoa. Banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Tuhan.
Kenapa rasanya ketika keadaan semua mulai terlihat membaik, justru kini malah seolah-olah terlihat buntu?
Kenapa ketika masalah keluarga dan segala kesalahpahaman ini terlihat seperti akan selesai.
Lalu kenapa Tuhan memberikan masalah yang lebih berat untuk mereka?.
Sehingga rasanya masalah terus datang silih berganti dan tiada henti.
Tetapi kini tetap saja ia merasa bersyukur, karena setidaknya sudah tidak ada lagi perang dingin antara dirinya dan Atta lagi. Dan adik adiknya tak perlu bersedih lagi melihat abang-abang terus menerus bertengkar.
"Kamu harus sembuh ih."
"Kita bakal mulai semua ini dari awal lagi ih,"
"Kita bakal buka lembaran baru, kita bakal saling jail lagi, bakal diem diem pulang malem lagi, dan dimarah kak Sohwa dan kak Jidah lagi."
"Kita harus lakuin itu lagi."
"Dan itu ga bakal lama lagi."
"Kita bakal lakuin hal itu lagi." ucap Thariq sambil tersenyum dengan air mata masih tetap mengucur dari sepasang matanya.
Thariq lalu mulai menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya di ranjang Saaih. "Gua ga mau tau, elu harus jadi orang pertama yang bangunin gua." ucap Thariq sambil mengelus kepala Saaih lagi.
***
Kini ruangan Kamboja nomor 69 itu kembali sepi. Hanya sesekali terdengar dengkuran Atta dan Thariq yang saling sahut menyahut.
Entah apa yang mengusiknya hingga akhirnya Saaih terbangun pukul 03.00 dini hari seperti ini.
Ia hanya tersenyum melihat kedua abangnya itu tertidur. Entah matanya yang salah atau bagaimana, tetapi entah kenapa abang abang-nya itu terlihat sangat cute ketika mereka sedang tertidur.
Dirinya benar benar merindukan keduanya, setelah lama menjalani tidur yang sangat panjang.
Karena gabut ia tak tau harus melakukan apa diwaktu seperti ini. Ia mulai mencoba menggerakkan otot bibirnya dan mencoba untuk mempekerjakan kembali pita suaranya. Ia belajar untuk bersuara.
Terdengar lucu? Tetapi memang begitulah adanya. Ia kini mencoba untuk bersuara, ia benar benar tak ingin menjadi bisu. Hal itu benar benar tak terbayangkan baginya.
"aaa." yash! Saaih mulai bisa berbicara lagi, mungkin suaranya masih terdengar sangat kecil, hampir tak terdengar bahkan. Tetapi ia benar benar mensyukuri kemajuan besar dari dirinya itu.
Dan kemudian mencoba untuk menggerakkan anggota geraknya.
Ia mulai dari kaki lalu mulai menggerakkan tangannya.
Dan membuatnya tak sengaja menyenggol lengan kekar Thariq.
"Hm,," Thariq hanya melenguh malas.
"Fiuhh." ucap Saaih lega, untung saja abangnya itu tak bangun, jika ia bangun mungkin bakal berabe jadinya.
Haii guys!
Apa kabar? Aelah!
Gimana sehat?
Anak, istri, suami, sehat?
Buat yang udah kirim ide cover tapi ga aku tampilin mohon maaf yah chatnya tenggelam, tapi kalo kalian mau kalian bisa tinggal "P" dm ig aku aja ko, nanti aku tampilin disini. Okay? Thx!🙏
Candaaa
Oiyaaa jangan lupa buat VOTE + KOMEN (kalo berkenan) yoo!
Nah kalo yang ini👆👆👆
Moon maap nieh, kaga becanda.
Mohon DiVOTE yak!
Makasii guys!
❤❤❤
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
"Sixty Nine"
Start from the beginning
