Refleks Fateh langsung menggenggam tangan Atta yang tengah merogoh kantong celananya, hendak mengambil handphonenya.
Atta yang melihat perilaku Fateh hanya tersenyum lalu membelai kepala Fateh lembut mencoba memberikan pengertian "Besok kamu sekolah Teh,"
"Ateh ga mau pulang sekarang"
"Atim juga"
"Me too!" jawab Muntaz, Saleha, dan Qahtan serempak.
"Ateh ngerasa ateh bener bener salah sama bang Saaih selama ini"
"Ya emang bener Ateh mungkin ga bisa sembuhin dia, tapi setidaknya Ateh pengen bisa jaga dia. Yang seharusnya udah lama Ateh lakuin selama ini" ucap Fateh sedih.
"Atim juga ngerasa hal yang sama,, Atim udah terlalu jahat sama bang Saaih. Ga seharusnya Atim kea gitu sama dia" ucap Fatim berkaca kaca.
Atta pun kini juga ikut merasakan kesedihan yang sama, adik adiknya kini memang tengah sensitif dengan apapun yang berhubungan dengan Saaih.
Atta pun menyetarakan tingginya dengan Fateh dan Fatim lalu mendekap mereka erat. Membiarkan kedua adik kecilnya itu menangis dalam pelukannya "Everything will be alright " bisik Atta di telinga Fateh dan Fatim.
Qahtan yang melihat mereka berpelukan ikut juga memeluk Atta, Fateh, dan Fatim. Dan satu persatu semuanya mulai berpelukan bersama.
Thariq dan Sajidah hanya bisa saling bertatapan, terlihat senyum tipis menghiasi wajah Sajidah dan Thariq, walaupun air mata juga ikut turun dari mata mereka.
Bahagia rasanya melihat seperti tak ada masalah lagi dalam keluarganya. Perang dingin yang selama beberapa bukan ini terjadi, akhirnya bisa dicairkan doleh pelukan hangat yang sangat dirindukan oleh semua anak anak Gen Halilintar itu.
Setelah beberapa lama merasakan masalah ini hanya ditanggung berdua, bahagia rasanya melihat saudara saudaranya kini akan ikut membantu. Thariq dan Sajidah sangat yakin masalah ini pasti akan sangat mudah jika mereka bersama seperti ini.
Selama beberapa bulan lamanya mereka merasa seperti, kenapa yang lain sama sekali tak peduli? Tapi kini asumsi mereka dipatahkan sendiri oleh pemandangan indah yang mereka lihat sekarang.
"Sajidah! Thariq kenapa diam di sana? Ayo sini ikut pelukann!" ajak Sohwa yang sudah berada dalam dekapan saudara saudaranya.
Sajidah dan Thariq pun ikut dalam pelukan hangat itu. Mereka benar benar merindukan hal ini!
***
"Assalamualaikum!" ini sudah kelima kalinya Umi mencoba untuk mengetuk pintu rumahnya.
"Tunggu mi, biar Abi telepon bang Jejen. Mungkin semua lagi tidur makanya rumah di kunci" ucap Abi mencoba menenangkan Umi.
"Halo? Jejen? Ini Abi!"
Coba buka pintunya"
"Abi sama Umi di luar!"- Abi
Tak lama setelahnya Bang Jejen pun keluar, tak lupa ia langsung menyalami tangan Abi dan Umi dan memeluk Abi tanda ia sangat merindukan lelaki paruh baya yang sudah seoerti ayahnya sendiri itu.
"Anak anak mana Jen? Tumben sekali mereka sudah tidur jam segini" tanya Umi langsung tanpa basa basi.
Pertanyaan Umi membuat Bang Jejen terdiam, harus dari mana ia menceritakan semuanya? "Hm.. Jadi mereka semua" jawab bang Jejen ragu.
"Mereka di luar rumah Jen? Kok dibiarkan? Ini sudah mau jam 12 malam loh? Mereka sekarang di mana Jen?" tanya Abi.
"Maaf bi, mereka sekarang ada di rumah sakit." ucap Bang Jejen.
"Rumah sakit? Siapa yang sakit? Kenapa anak anak ga ada yang cerita sama kita?" tanya Abi.
"Saaih bi." ucap Bang Jejen menunduk.
Saat Abi terus mengintrogasi bang Jejen. Umi lalu menarik tangan Abi "Lebih baik kita ke rumah sakit sekarang, kita harus tau semuanya dari mereka sendiri" ucap Umi berkaca kaca.
Abi hanya mengangguk pelan "Jejen, kamu antar kita."
***
"Hapus air mata kalian, Saaih memlih ga kasi tau kalian karena dia tau kalian responsnya pasti kea gini." ucap Thariq mencoba memberikan semangat baru pada adik adiknya.
"Kalian semua sudah tau semuanya?" tanya salah satu suara yang sangat khas di telinga mereka.
"Abi?! Umi?!" teriak mereka histeris.
Semuanya langsung menyalami tangan orang tua mereka itu. Memeluk orang tua mereka rindu membuat air mata kembali membasahi pipi mereka.
Ingin rasanya mengadu bahwa semua sangat kacau ketika orang tuanya itu meninggalkan Indonesia. Seperti masalah bertubi tubi tiada henti terus mereka alami.
"Kalian sudah tau semua ini?" tanya Abi. Dan dijawab dengan anggukan kepala oleh putra putri mereka.
"Saaih yang kasi tau kalian?" tanya Umi yang sudah terisak.
"Ngga bi, oliq yang kasi tau semuanya." jawab Thariq sambil menunjukkan wajahnya.
"Kenapa kita ga dikasi tau sebelumnya bi? Ini bukan aib keluarga yang harus ditutup tutupin. Kita juga berhak tau bi" ucap Atta.
"Abi mau agar Saaih sendiri yang memberitahu kalian. Dan dia juga sudah berjanji dengan Abi bahwa dia yang akan kasi tau ini semua ke kalian"
"Hanya saja dia belum siap Atta, ia hanya takut kehilangan kalian." suara Abi mulai melemah kini ia dan Umi hanya bisa terduduk karena shock akan kabar bahwa Saaih tengah kritis saat ini.
"Terus, kenapa saat kalian udah tau bahwa salah satu anak kalian memiliki penyakit yang serius kalian malah masih bisa bekerja?" tanya Atta.
"Bang,, kontrol emosi lu, ini rumah sakit. Mereka juga orang tua lu! Ga seharusnya lu nanya kea gini sama mereka!" Thariq mencoba menenagkan Atta yang sedang kacau.
"Maafkan kami,"
"Kami berbohong sama kalian semua"
"Kami tak pergi untuk bekerja ke Malaysia."
"Terus, Abi sama Umi selama ini ke mana?" tanya Fatim.
"Abi sama Umi mencoba cari dokter yang terbaik buat abang kamu Tim,"
"Yang rencananya akan kami terbangkan dari negara asalnya ke sini untuk menyembuhkan abang kamu" ucap Abi sedih.
"Yang lebih tepatnya kami pergi ke Singapura,"
"Kami, sudah berbohong dengan kalian."
"Maafkan kami"
***
UwU
Kangen ga?
Ngga?
Yah:(
Thankyou for reading!
Don't forget to VOTE!
MAAF KEUN KEMALAMAN:VV
Next? VOTE!
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
"Sixty Five"
Start from the beginning
