0,01 detik Saaih menatap wajah Thariq yang terlihat bersalah. Lalu ia langsung memutar badannya. Dan pergi begitu saja meninggalkan Thariq yang masih terpaku di depan kamar orang tua sambil memegangi pergelangannya yang sedikit berdarah.
Sohwa dan Sajidah yang sedari tadi mendengar pertengkaran dari kamar Umi dan Abi langsung keluar dari kamar mereka dan mendapati Saaih sedang memengangi pergelangan tangannya.
"Ya allah ih, itu kenapa tangannya?" tanya Sohwa terkejut
"Ini gapapa kok kak" jawabnya sambil memancarkan senyum tipisnya. Baru saja ia hendak melanjutkan langkahnya kembali. Tapi kini terhenti karena Sajidah sudah berada di depannya untuk menghalanginya melanjutkan langkahnya kembali.
"Kamu butuh apa ih? Biar-," tanya Sajidah yang langsung dipotong oleh Saaih.
"Sendiri." ucapnya lalu berjalan pergi lagi, meninggalkan dua kakak tertuanya itu.
"Kenapa sih dia jid?" Sohwa berbisik
"Mungkin dia butuh sendiri untuk saat ini kak" ucap Sajidah tersenyum.
Sementara di kamar Abi dan Umi...
"Liat liq itu yang selama ini kamu bela bela?" ucap Atta emosi.
Sebenarnya baru saja Atta hendak meminta maaf pada Saaih atas kejadian tempo hari. Tapi kini sikap Saaih membuatnya lebih yakin, bahwa semua yang dilakukannya itu benar.
Thariq masih terpaku, memikirkan perbuatannya pada Saaih. Ia ingin adiknya itu tak disakiti oleh sesiapa pun tetapi kenapa ia malah membuat adiknya itu tersakiti?. Ia benar benar bodoh. Umpatnya dalam hati.
"Udah Atta, jangan sampai nanti kamu yang bertengkar sama Thariq. Umi gamau kalo sampe liat itu" tegur Umi.
"Dan kamu Fateh, abi tau hati kamu baik. Kamu pasti bakal maafin bang Saaih atas semua ini. Jadi kamu maafkan dia kan?" tanya Abi pada Fateh yang sejak tadi hanya diam saja.
"Iya bi," jawab Fateh sambil tersenyum manis.
"Yaudah kalian istirahat di kamar masing masing yah,, apalagi Fateh, kamu kan baru saja habis dari rumah sakit. Harus banyak istirahat ya" ucap Umi lembut sambil membelai lembut pundak Fateh.
Mereka bertiga lalu keluar dari kamar itu. Berbeda dari yang lain Thariq lebih memilih naik ke atas menuju ke kamar Saaih.
"Liq," panggil Sajidah sambil menepuk pundak Thariq.
"Ada apa kak?" tanya Thariq tak sabaran.
"Kenapa Saaih?" Sajidah to the point.
"Ceritanya panjang, biar Oliq ketemu dia dulu" Thariq hendak naik ke atas tapi tangannya kini digenggam kembali oleh Sajidah.
"Ceritain liq, tangannya berdarah, matanya berkaca kaca Itu kenapa? Gara gara siapa?"
"Bahkan tadi kaka mau obatin luka nya dia nolak"
"Itu kenapa liq?" sambung Sajidah
"Itu semua gara gara oliq kak"
"Luka ditangannya, matanya yang berkaca kaca. Itu semua karena oliq" sambung Thariq menunduk.
Sajidah yang mendengar pengakuan Thariq hanya bisa menutup mulut dengan tangannya, dan juga dengan tatapan tak percaya.
"Tapi liq, kenapa kamu lakuin itu? Kamu tau kan dia lagi sakit?"
"Bahkan mungkin tamparan tempo hari gak membekas lagi di pipinya. Tapi mungkin itu masih membekas di hatinya." sambung Sajidah sambil menggoyangkan tubuh Thariq. Yang kepalanya masih ditundukkan ke bawah.
"Maafin oliq kak,"
"Emosi Thariq benar benar gak terkontrol tadi"
"Oliq benar benar lepas kendali tadi. Oliq paling ga suka kalo dia makin mojokin dirinya,"
"Dia ga bersalah sama sekali kak, ga bersalah" Thariq langsung memeluk kakaknya itu.
Sajidah tau bukan maksud Thariq menyakiti Saaih. Thariq hanya orang yang keras kepala, ia hanya tak ingin Saaih terus menyalahkan dirinya atas kesalahan yang bukan dilakukan olehnya sendiri.
Sajidah melonggarkan pelukannya, menghapus air matanya dan air mata Thariq.
"Yaudah sekarang ayo kita ke kamar dia, kita omongin semuanya baik baik" ajak Sajidah
"Ntar, oliq cuci muka dulu"
***
Sementara Saaih mencoba mengobati lukanya sendiri. Jujur ia benar benar tidak mengerti masalah hal seperti ini.
Lagipula semua obat obatan ada di kotak obat. Dan letaknya di bawah, sementara ia berada di kamar atas. Jujur ia benar benar malas jika harus mengambilnya langsung ke bawah.
Lebih baik ia mengobati lukanya dengan obat yang ada dikamarnya saja.
Saaih lalu mulai mengobati lukanya, ia tak tau pasti itu cara yang benar atau tidak tapi yang pasti ia benar benar mengantuk.
Ia menempelkan hansaplast nya di sekitar tangannya yang luka.
"Dih, gila bagus banget kerjaan gua. Udah cocok keknya jadi dokter nih" ucapnya mencoba menghibur dirinya.
"And now it's time to sleep!" ucapnya bermonolog
Tok Tok Tok...
"Siapa?" teriak Saaih dari dalam kamarnya.
"Kak Jidah, ih. Buka pintunya" Sajidah tak berhenti mengetuk pintu kamar Saaih.
"Huft,," Saaih memutar bola matanya malas. Ia tau pasti Sajidah ingin membahas hal tadi. Tidakkah ia mengerti arti "ingin sendiri?".
----<<<>>>----
Hai guys thank you for reading, don't forget to VOTE!
Seru gak sih?
Next? Vote + Comment!
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
"Forty Six"
Start from the beginning
