BERAPA LAMA LUKA EMOSIONAL AKIBAT ORANG TUA BISA TERSEMBUHKAN?

36 2 0
                                    

"Tidak seperti banyaknya hubungan orang tua-anak yang beracun. Orang tua yang tak bisa diprediksi adalah Tuhan yang begitu menakutkan di mata seorang anak kecil," tulis Susan Forward dalam bukunya Toxic Parents.

Orang tua semacam itu telah melahirkan begitu banyak anak, yang sebagian besarnya sudah dewasa seperti diriku, yang mengalami luka emosional yang nyaris tak tersembuhkan. Bagaimana pun si anak, yang telah tumbuh dewasa, mencoba mati-matian untuk menyembuhkannya. Rasa sakit itu tetap tak kunjung sembuh dan mulai perlahan menghancurkan diri kita.

Berapa lama kita bisa sembuh? Sebagai anak yang terjebak oleh umur, tubuh yang dewasa, dan muka yang mulai keriput?

Menyembuhkan luka emosional itu tak mudah. Terlebih luka yang disebabkan oleh orang tua. Penderitaan yang diakibatkan dari luka itu sungguh begitu menyiksa dan sangat menyakitkan untuk dijalani.

Bagi mereka yang mengalami rasa sakit emosional dari orang tuanya masing-masing. Hidup rasanya sangat berat untuk dijalani. Belum genap umur kita menginjak 30 tahun. Kita merasa tak lagi menikmati semuanya. Merasa tertekan. Merasa tak tahu harus berbuat apa.

Terkadang, dalam keadaan yang penuh rasa sakit itu. Saat otak kita ingin rasanya meledak. Saat kita berada di jalan bantu. Saat orang tua kita sendiri nyaris tak berguna dan kita mulai mengkhayal, mengenai seandainya kita tak dilahirkan ke dunia ini. Kita mulai meracau dan amarah kita memuncak tak terkendali.

Terkadang kita ingin orang tua kita mati. Lebih baik mereka mati. Atau lebih cepat mereka mati itu akan lebih baik. Atau lebih baik mereka bercerai. Kita ikut salah satu di antara mereka lalu orang tua kita menikah lagi dan mendapatkan orang yang tepat dan akhirnya bisa memperlakukan diri kita dengan lebih baik.

Atau kita berharap orang tua kita menderita. Mengalami kecelakaan dan segera mampus. Atau hal-hal buruk yang tak terhitung jumlahnya untuk menghibur diri kita sendiri.

Berapa banyak, anak-anak di luar sana, yang masih remaja, yang telah dewasa, atau sudah berumah tanggga. Yang masih tak bisa lepas dari trauma masa kecil? Yang hidupnya tersiksa nyaris setiap hari bahkan saat keluarga sudah didapat, anak-anak sudah dimiliki, dan kekayaan sudah ditangan?

Jika para orang tua hari ini melihat begitu banyaknya para anak remaja dan orang dewasa mengeluh nyaris setiap hari mengenai kehidupan mereka yang berhubungan dengan rumah dan orang tua. Bagaimana anak-anak mereka mengalami hidup yang tak menyenangkan dan menderita secara emosional. Mungkin mereka akan menyesal telah memilih melahirkan anak-anak mereka sendiri. Atau malah juga, tidak peduli sama sekali.

Bagaimana rasanya, dilahirkan oleh orang tua kita dan kondisi menyenangkan kita hanya ada sewaktu agak kecil karena kita tak tahu apa-apa dengan dunia? Dibanggakan oleh mereka? Dianggap menggemaskan, lucu, dan jadi tumpuan emosional mereka. Disayang-sayang dan dilindungi dengan sekuat tenaga.

Dan saat kita mulai dewasa mereka melepas kita dan tak memberi pelindung kokoh dari kehidupan yang ternyata, tak semenarik dan semenyenangkan sewaktu usia kanak-kanak. Apalagi, jika ada orang tua yang malah membebani anaknya untuk digunakan sebagai aset dan investasi keuangan di masa tua.

Orang tua yang buruk. Yang melahirkan anak-anak yang sakit dan menderita masalah emosional. Yang miskin dan tak bertanggung jawab. Yang menyiksa anaknya dengan kekayaan dan gengsi. Yang membuat anak-anaknya tak lagi bisa menikmati kehidupan sampai di masa depan yang entah. Yang membuat anaknya takut menghadapi masa depan dan tak memiliki lindungan yang aman di keluarganya sendiri.

Orang tua semacam itu, pantas untuk mati. Atau tak ada. Lebih baik tidak ada. Tak pernah dilahirkan. Juga, mereka yang memiliki anak dan mencoba memiliki anak, memang pantas untuk mati.

Anak-anak muda yang ingin memiliki anak, lebih baik mereka mati lebih cepat. Mereka musnah dan mati semua. Daripada mereka hidup dan pada akhirnya, melahirkan orang-orang semacam kita.

Berapa waktu yang diperlukan untuk sedikit meredakan rasa sakit dan trauma emosional dari orang tua kita? Begitu sangat lama dan berdarah-darah. Penuh kebingungan dan ketakutan. Penuh perasaan cemas dan amarah. Penuh dengan isak tangis dan keadaan menyesali diri sendiri.

Keadaan semacam itu, jarang dipahami dan coba dimengerti oleh kebanyakan orang tua kita. Mereka membentuk kita menjadi seperti sekarang ini. Antara ingin lepas dari mereka. Juga tak mampu sepenuhnya lepas karena ketakutan kita mengenai masa depan membuat kita kembali ke orang tua kita yang buruk. Ketidakberanian kita untuk mati juga membuat kita semakin tersiksa. Ketidakberanian kita menolak mereka sepenuhnya membuat hidup kita kian berantakan.

Diri kita yang lemah. Yang penakut. Yang dicuci otak oleh mereka mengenai agama dan tanggung jawab moral. Membuat kita kesusahan lepas dari mereka. Membuat kita tak bisa mandiri sepenuhnya. Dan pada akhirnya, bagi orang-orang yang lemah secara fisik dan emosional.

Dunia kita tak lebih dari keluhan sehari-hari. Tempat yang menyakitkan untuk dijalani dan coba dipertahankan. Penuh dilema dan tekanan yang tak pernah terselesaikan.

Ada amarah yang tersisa di kedalaman sana seandainya kondisi kita membaik dan kita bisa menerima diri sendiri dan apa yang orang tua kita lakukan. Ada trauma yang sampai kapan pun akan tetap ada walau kita sudah menerima dan memaafkan mereka. Bahkan, bagi sebagian orang. Luka itu tak pernah tersembuhkan selama mereka masih ada dan hidup.

Apakah dengan kematian mereka kita akan lebih berbahagia atau malah menjadi penyesalan yang berujung pada rasa sakit dan rasa bersalah yang baru? Ataukah kita harus mencoba untuk mengamankan diri kita sendiri. Menjauh dari mereka. Dan tak lagi berhubungan.

Menjadi egois. Tak peduli. Dan pergi selamanya dari kehidupan mereka. Walau begitu, tetap saja rasa sakit itu masih ada dan membuat hidup kita benar-benar tak pernah lengkap.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITAWhere stories live. Discover now