RUANG PUBLIK DAN BATAS USIA KITA

53 8 0
                                    

Menjadi tua di Jawa, tidaklah mudah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menjadi tua di Jawa, tidaklah mudah. Terlebih bagi kita yang sangat menyukai cafe, jalanan, dan tempat-tempat berkumpul. Usia yang menua, berarti banyak tempat yang dulu kita sukai sewaktu masih remaja dan cukup muda, satu persatu menutup pintunya untuk kita secara sosial.

Di pulau ini, dari Jakarta sampai Surabaya. Dari Jogja sampai Semarang. Ruang publik seperti cafe, misal, lebih banyak diperuntukan untuk anak-anak sekolah dan mahasiswa. Sangat sulit menemukan seorang berumur di atas tiga puluhan tahun di berbagai cafe yang ada di kota-kota besar di Jawa.

Orang-orang yang sudah menua akhirnya terbatas di working space, cafe khusus berkumpul yang jumlahnya pun tak banyak, dan rumah makan. Mereka kian tersingkir dari berbagai macam kafe dan tersudut di beberapa titik saja.

Mereka mungkin masih bisa berkumpul di acara-acara musik, acara kesenian dan budaya, dan berbagai acara bersama yang menyangkut hobi dan pekerjaan. Tapi cafe adalah hal khusus untuk banyak orang modern kota hari ini.

Di situ kita bisa membaca, merenung, menyendiri, berbincang dengan teman, menulis, melakukan pekerjaan yang belum selesai dan menikmati diri kita sendiri. Cafe adalah ruang publik yang paling nikmat dan mudah dimasuki.

Tapi saat usia mendekati tiga puluh dan melewatinya. Kita menjadi sadar diri bahwa tak banyak orang yang usianya seperti kita ada di dalamnya. Banyak dari mereka anak-anak remaja sekolah dan para mahasiswa atau para pekerja yang usianya masih cukup muda untuk bisa nikmati ruang publik yang paling ramah itu.

Ruang publik yang kita sukai, yang sering kita datangi dan kita sudah terlanjur nyaman, perlahan mulai menjauh karena tubuh kita yang tak lagi muda dan terlihat mencolok dari orang-orang di sekitar kita.

Alasan ini-lah yang membuat aku ingin berpindah ke Bali walau cuma sebentar. Berbeda dengan di Jawa, Bali adalah rumah bersama bagi turis asing dari segala macam negara. Banyak dari mereka memenuhi beragam kafe yang ada di Bali. Dan luar biasanya, banyak dari mereka berusia tak lagi muda. Mereka menikmati hidup mereka di berbagai macam ruang publik tanpa harus merasa malu dengan cara berpakaian, cara duduk dan bagaimana menikmati diri sendiri di berbagai macam cafe yang tersebar.

Bali, seolah-olah diperuntukan bagi mereka yang menua dan ingin menikmati diri mereka di berbagai ruang publik tanpa tatapan mata yang terlalu menusuk dan bisikan-bisikan moral yang tak menyenangkan.

Akhir-akhir ini aku hanya bisa menikmati menulis dari berbagai macam cafe. Cafe-cafe yang aku masuki lebih banyak diisi oleh anak remaja-muda dan nyaris tak menyisakan mereka yang berumur di atas 30-40 tahun.

Agar aku masih bisa nyaman menulis dan menyelesaikan gagasan-gagasanku. Aku harus meninggalkan Jawa dan berpindah ke Bali. Itu cara terbaik agar aku masih bisa menikmati kehidupan publik yang selama ini membantuku dalam menyelesaikan gagasan-gagasanku dan juga membantuku dalam meredam kecemasan harianku.

Banyak dari kalian mungkin juga akan mengalami apa yang kini aku alami. Saat kalian menua, kalian akan menyadari begitu banyaknya ruang publik yang tak lagi bisa dengan nyaman kalian masuki dan nikmati.

Kalian bisa saja berpindah. Seperti diriku. Mencari kota, pulau, atau negara yang membebaskan kita berekspresi walau tubuh kian menua.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITAWhere stories live. Discover now