GENERASI BARU REMAJA MISKIN YANG AKU BENCI

56 5 0
                                    

Kenapa mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan ekonomi cenderung iri dan marah terhadap orang-orang kaya atau mereka yang hidupnya lebih makmur? Kenapa mereka tidak mengarahkan perasaan marah mereka ke para orang tua mereka secara langsung?

Alasannya sangat mudah. Mayoritas dari mereka adalah pengecut di dunia nyata. Benar-benar sangat pengecut. Mereka akan berkumpul di media sosial dan di dalam grup yang saling menguatkan dan begitu sangat brutal berkomentar mengenai orang tua orang lain dan tak jarang orang tuanya sendiri. Tapi di kehidupan nyata, mereka hanyalah sekumpulan pengecut.

Ketidakberanian mereka berhadapan langsung dengan kedua orang tua mereka, seringkali diarahkan ke orang lain yang tak punya sangkut pautnya dengan diri mereka yang menderita karena dilahirkan di keluarga yang salah. Keluarga yang toxic. Keluarga yang tak menyayangi mereka. Keluarga yang bercerai. Atau keluarga yang miskin dan serba kekurangan.

Mereka adalah pecundang dan para pengecut yang memilih membenci kebahagiaan orang lain dari pada membenci orang tua mereka sendiri. Mereka marah dengan kekayaan orang lain daripada menuntut orang tua mereka untuk bekerja dan menjadi kaya. Mereka lebih memilih melindungi orang tua mereka yang buruk dan kejam karena alasan agama dan memilih iri ke orang lain yang hidupnya makmur.

Demi egoisme lemah mereka. Mereka tak suka, membenci, marah, iri, dan mengarahkan semua perasaan negatif mereka ke semua orang yang hidupnya lebih baik. Padahal, kemiskinan dan penderitaan mereka adalah hasil dari orang tua mereka sendiri atau hasil dari kesalahan dalam memilih pasangan dan berumah tangga.

Saat orang miskin yang egois ini berkumpul bersama di dalam sebuah komunitas dan grup. Mereka akan cenderung menjadi brutal dan seolah memiliki pembenaran untuk membenci dan menolak siapa saja yang tak mereka suka. Seperti kebanyakan rakyat yang mengatasnamakan kemiskinan. Mereka akan cenderung kehilangan nalar berpikir mereka dan menganggap diri yang paling benar dan berujung anti kritik.

Kemiskinan mereka akibat dari proses panjang pengambilan keputusan orang tua mereka sendiri. Tapi, anehnya, orang lain yang kena getah kemarahan dan ketidakpuasan hidup mereka. Kepalsuan hidup mereka berserta egoisme mereka yang begitu sinis dan tak tahu malu. Membuat aku sendiri kadang begitu malas berurusan dengan mereka.

Orang miskin yang bijak hampir punah. Begitu juga dengan orang kaya yang bijak. Tapi setidaknya, seseorang yang lebih mampu berpikir dengan baik, lebih bisa mengarahkan kebencian dan ketidakpuasan hidup mereka ke arah yang lebih baik. Bukan malah membenci orang-orang yang tak memiliki sangkut paut dengan diri mereka.

Mereka adalah pengecut nyaris sempurna yang rela menderita di rumah karena takut tak bisa makan. Takut tak bisa sekolah. Takut tak memiliki masa depan. Takut tak memiliki tempat tinggal. Takut tak ada siapa-siapa di luar sana. Takut mengambil resiko. Takut keluar dari rumah dan mengambil jalan kebebasan untuk diri sendiri. Takut dianggap durhaka. Takut tak dianggap anak. Takut diusir dari rumah. Takut tak dibiayai. Takut dibenci orang taunya walau disakiti dan dihajar setiap hari. Takut tak memiliki orang tua walau orang tua mereka nyaris tak berguna.

Ketakutan mereka yang begitu banyaknya, membuat banyak dari mereka memilih membenci orang lain yang hidupnya makmur, kaya, lebih baik, dan bisa lebih bersenang-senang. Kadang, aku ingin memberi rasa simpati kepada mereka karana lahir di keluarga yang salah dan memiliki hidup yang jauh lebih buruk dari diriku. Tapi sikap mereka yang parah. Perilaku mereka yang brutal. Cara komunikasi mereka yang buruk dan sangat toxic. Cara mereka yang tak menghargai orang lain. Bagaimana mereka meremehkan orang lain dan membenci orang lain dengan brutal dan kejam. Membuat aku menarik kembali simpati dan empatiku kepada mereka.

Jika mereka miskin dan menderita. Biarkan saja. Jika setiap hari mereka hanya mengeluh kehidupan buruk mereka. Biarkan saja. Jika mereka mengalami hidup yang mengerikan dan tak menyenangkan. Biarkan saja. Itu urusan mereka dan orang tua yang melahirkan diri mereka. Itu bukan urusanku. Bukan urusan kita.

Aku menghargai orang sakit dan miskin yang sadar diri, lebih sopan dan bisa menempatkan diri. Mereka yang menderita dan miskin tapi sangat toxic, brutal, tak sadar diri, merasa paling benar, dan memiliki sikap sosial yang sangat buruk. Biarkan saja mereka menderita dengan kisah hidup mereka dan menderita dalam kemiskinan hidup yang saat ini mereka jalani.

Lagian mereka semua bukan anak-anakku. Peduli apa dengan orang-orang miskin yang tak tahu diri semacam itu?

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITAWhere stories live. Discover now