IRONI PENCARI KERJA: MENGABAIKAN MEREKA YANG BERPOTENSI JADI ORANG DALAM

28 1 0
                                    

Selama ini kita mengabaikan orang-orang yang berpotensi kelak akan jadi jembatan dalam karir dan pekerjaan kita. Karena berbagai macam alasan, yang lebih sering bersifat egois atau karena kerusakan emosional yang kita alami. Kita menghindari banyak sekali orang penting yang bisa saja jadi jejaring orang dalam saat kelak kita mencari pekerjaan.

Akhir-akhir ini kita melihat, banyak sekali orang yang mengeluh mencari pekerjaan dan sering menyalahkan orang dalam sebagai akar masalah dari kegagalan mereka tidak diterima kerja. Sindiran dan ejekan terhadap orang dalam dan mereka yang diterima lewat jalur pribadi kian marak. Dalam dunia pekerjaan yang lebih mengandalkan kedekatan dan hutang budi pribadi. Kenapa kita, generasi hari ini, banyak yang gagal mendapatkan jejaring orang dalam?

Kenapa banyak dari kita tak memiliki orang dalam dan teman dekat yang bisa membantu kita masuk dalam pekerjaan yang kita inginkan?

Tidak seperti kebanyakan orang tua kita terdahulu dan generasi mereka yang secara umum memiliki etiket yang lebih baik dalam pertemanan dan sebisa mungkin tetap membina hubungan pribadi agar tetap rukun dan bertahan lama. Generasi kita secara umum tak lagi banyak peduli dengan hubungan sosial dan penghormatan terhadap nilai pertemanan yang harus dijaga.

Banyak dari kita terlalu asyik dengan diri sendiri. Terlalu mandiri berdiri sendiri. Tak ingin orang lain ikut campur. Lebih suka menyendiri. Tak ingin terlibat dengan banyak orang. Mudah sakit hati. Dan tak lagi merasa membutuhkan orang lain sehingga banyak dari kita gagal memiliki teman yang kokoh dan bertahan lama.

Banyak dari kita juga terlalu sakit secara emosional dan tak kuat berada di tengah-tengah orang lain dan pertemanan sehingga kita merasa lebih aman jika sendirian. Alhasil, sewaktu kita berada dalam kondisi dituntut keadaaan untuk mencari kerja atau saat nanti kita butuh pekerjaan untuk bertahan hidup. Kita tak memiliki siapa-siapa. Tak ada satu pun kenalan atau teman lama yang bisa kita mintai bantuan karena kita tak pernah merasa memelihara pertemanan itu sehingga akhirnya saat dewasa atau menua. Kita dan teman kita telah menjadi asing dan tak saling butuh antara satu dan lainnya.

Kita tak menghargai tetangga kita. Guru dan dosen kita. Orang dewasa di sekitar kita. Teman kita sendiri. Dan orang yang pernah dekat. Kita memotong sumber masa depan kita sendiri menyangkut pekerjaan dan ekonomi.

Jika kita pun dipercayai oleh teman kita sendiri. Diberi pekerjaan. Diajak masuk dengan mudah. Banyak dari kita meremehkannya. Berlaku sesuka hati lalu membuat sakit orang yang membantu kita mencari pekerjaan. Kita keluar pekerjaan dengan seenaknya. Atau bertingkah buruk sehingga mencoreng nama orang yang memberi kita pekerjaan.

Yang terjadi, kita kehilangan teman dekat yang mau membantu kita tanpa imbalan itu. Teman kita, sebagai orang dalam pun kian menipis dan menjadi tidak ada karena ulah kita sendiri.

Banyak dari kita tak lagi menghargai orang yang membantu kita. Kita ingin berlalu sesuka hati. Tapi lupa, kalau tindakan semacam itu itu pada akhirnya membatasi ruang gerak kita untuk mencari pekerjaan.

Coba lihat di sekelilingmu, siapa saja orang yang kamu abaikan yang berpotensi menjadi orang dalam di kehidupanmu?

Ada anggota TNI. Ada polisi. Ada pejabat. Ada jurnalis. Ada pengusaha. Ada seniman. Ada politikus. Ada peneliti. Ada ilmuwan. Ada dokter dan orang-orang kesehatan lainnya. Ada orang-orang hukum seperti pengacara, hakim dan sebagainya. Ads sastarawan. Ada akademisi. Ada pedagang. Ada petani. Ada buruh pabrik. Ada aktivis. Ada tetangga kontrakan, rumah, apartemen, atau kos. Ada arsitek. Ada kuli bangunan. Ada pekerja rumah tangga. Atlet. Pelatih kebugaran. Dan banyak lainnya.

Jika kita mau merawat orang-orang itu dengan latar profesi masing-masing. Hidup kita sebenarnya akan jadi lebih mudah.

Jika kita butuh pekerjaan, kita tinggal meminta tolong mereka semua dengan latar profesi dan pekerjaan berbeda-beda. Jika kita sakit. Kita hanya tinggal menelpon teman kita yang orang kesehatan untuk konsultasi awal. Jika ada masalah hukum kita tinggal minta tolong teman kita yang orang hukum untuk membantu menyelesaikan masalah. Jika kita ingin tahu seluk beluk membuka usaha. Kita tinggal minta pencerahan dari teman baik kita yang sudah jadi pengusaha dan pedagang itu. Dan begitulah seterusnya.

Dan semua orang yang kita kenal itu yang pertemanannya kita rawat dengan baik. Beberapa dari mereka, jika tidak ada halangan, akan membantu kita saat sedang kesusahan apalagi hanya sekadar mencari pekerjaan.

Itulah sejarah hubungan sosial yang banyak diketemukan di antara orang tua kita terdahulu. Kenapa generasi orang tua kita, banyak dari mereka mudah mencari kerja? Karena mereka memiliki teman di mana-mana. Baik dalam pertemanan itu. Menjaganya. Dan baik di tempat kerja mereka masing-masing.

Saat orang tua kita menganggur karena dipecat, usaha sepi, gulung tikar, atau alasan pribadi sehingga menganggur agak lama. Mereka bisa lebih mudah mencari pekerjaan dan langsung bekerja karena begitu banyaknya teman satu profesi atau beda profesi yang hubungannya selama ini mereka jaga dengan baik. Bahkan mereka bisa bekerja lagi di tempat lama karena masih memiliki hubungan yang baik dengan bos atau majikannya.

Lihatlah di generasi kita dan yang lebih muda. Selain tak menghargai teman yang baik. Banyak yang meremehkan orang-orang yang memberi pekerjaan. Pergi sesuka hati. Keluar tanpa pemberitahuan. Dan meremehkan tanggung jawab dan etika sosial sebagai manusia.

Jika cara hidup dan pola berhubungan dengan orang lain tetap seperti itu sampai menikah kelak. Jika dirinya bukan orang tipe spesial dan memiliki keahlian yang layak. Ia akan semakin kesusahan dalam mencari pekerjaan lalu mengeluh bahwa mencari kerja susah dan selalu kalah dengan orang dalam.

Padahal selama ini, ia sendiri yang tak butuh teman. Teman tak lain bukan adalah orang dalam itu sendiri.

Entah teman sekolah kita. Teman kuliah kita. Teman nongkrong kita. Teman saat di les. Atau saat tak sengaja bertemu di acara-acara tertentu. Jumlah mereka sangat banyak. Mereka belum menjadi siapa-siapa. Tapi saat kelak mereka dewasa. Mereka akan jadi orang-orang yang berpotensi menjadi kaya, makmur, memiliki jabatan tinggi, menjadi orang penting, atau orang-orang yang memiliki keahlian yang tak kita miliki yang kelak akan bisa meringan hidup kita.

Saat ingin membangun rumah. Kita hanya perlu mengontak teman kita yang menjadi kuli dan arsitek. Jika kendaraan kita rusak. Kita hanya perlu bertanya ke teman kita yang seorang montir atau pemilik bengkel. Begitu juga saat ingin mencari kerja. Kita hanya tinggal bertanya mengenai ada dan tidaknya kemungkinan pekerjaan di antara mereka.

Tapi generasi kita yang lebih muda, banyak sekali yang memutuskan hubungan pertemanan semacam itu. Lalu hidup sendirian dengan tidak peduli dengan orang lain dan masa bodoh dengan semua hal.

Saat kehidupan nyata ternyata selalu membutuhkan uang. Apa yang kita abaikan itu baru terasa sekarang. Saat kita menghadapi kedewasaan itu dengan susah payah, tanpa teman dekat, dan dicemooh oleh keluarga, tetangga, teman, kekasih, untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.

Pada akhirnya, kesombongan kita dan kegagalan kita dalam menghargai nilai pertemanan seringkali dibayar sangat mahal saat tengah mencari pekerjaan. Saat kita mengeluh bahwa kita tak memiliki siapa-siapa yang membantu kita masuk dengan mudah.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITAWhere stories live. Discover now