MELIHAT KEMUNGKINAN MASA DEPAN MASYARAKAT KAFE

38 3 0
                                    

Berapa lama waktu bagi orang terpelajar yang sering berada di kafe-kafe untuk mengembalikan masa kejayaan mereka sewaktu masih bersekolah dan berkuliah?

Saat hidup masih cukup damai karena kita hanya perlu menghabiskan uang orang tua tanpa memikirkan tanggung jawab diri sendiri dan pasangan. Saat setiap hari menikmati nongkrong sambil tertawa riang tanpa cemas apakah besok masih bisa bekerja dan usaha masih akan berjalan lancar. Apakah besok harus mengisi token listrik dan terpikir mengenai bensin dan biaya makan bulanan.

Saat masa muda, hidup diisi dengan pelarian-pelarian ke beragam kafe dengan biaya yang terkadang melebihi anggaran hidup para pekerja bergaji UMR dan di bawahnya. Apakah banyak dari mereka siap, menghadapi ngerinya dunia setelah kuliah?

Sebuah kenyataan, saat kamu harus bertanggung jawab terhadap dirimu sendiri. Mencari uangmu sendiri. Membiayai gaya hidup dan biaya harianmu sendiri.

Melihat anak-anak muda di kafe, terkadang sangat menarik. Pertanyaanku selama ini masihlah sama, berapa banyak dari mereka yang aku lihat, yang akan mampu mempertahankan kehidupan menyenangkan mereka sekarang ini dan memilik keuangan yang lebih baik nantinya?

Beberapa dari mereka pastinya berasal dari keluarga kaya dan makmur. Tapi tetap saja, semua itu masihlah uang orang tua mereka. Bukan uang mereka sendiri. Hasil kerja keras dan etika lama para orang tua dalam memapankan diri dan bagaimana uang harus digunakan. Tapi sebagiannya lagi berasal dari kelas menengah yang serba pas-pasan.

Berapa banyak, orang yang sering beramai-ramai datang ke kafe itu, yang belum bekerja, sambil terkadang menikmati vape dan rokok, memiliki etika kerja yang tinggi dan skill yang akan mendukung percepatan ekonomi kehidupan mereka?

Atau, banyak dari mereka kelak akan tersadar mengenai persaingan dunia kerja yang kejam dengan gaji yang tak seberapa? Sedangkan dunia keseharian yang pernah dialami selama masih kuliah sangatlah santai, nyaman, tak kekurangan, berlebih, dan tanpa perlu bekerja keras, uang bulanan otomatis akan selalu ada.

Mau jajan apa saja bisa. Mau beli makanan apa saja tinggal beli. Mau nongkrong pun tak perlu berpikir banyak. Tapi dunia setelah kuliah, akan jauh benar-benar berbeda bagi sebagian besar orang.

Banyak sekali mahasiswa yang tak siap menghadapi situasi di antara lulus kuliah dan masuk ke dalam dunia kerja. Bahkan banyak yang ragu untuk meluluskan diri sendiri karena tak siap. Bagi sebagian besar orang, dunia setelah pendidikan itu kadang mengerikan. Terlebih bagi mereka yang keluarganya pas-pasan, kelas menengah yang biasa saja. Bukan dari kalangan makmur yang masih bisa menganggur sambil mencari-cari pekerjaan yang cocok selama satu dua tahun penuh sambil didukung keuangan orang tua yang pengertian.

Atau dari keluarga kaya raya yang tanpa perlu bekerja pun, orang tua mereka sudah menyedikan rumah, tanah, mobil, dan memberi suntikan dana untuk anaknya guna membangun usaha atau memgerjakan sesuatu. Mereka juga bisa berkali-kali melakukan percobaan dan menikmati kegagalan sebagai proses pembelajaran di masa yang akan datang.

Tapi kalangan bawah dan mereka yang pas-pasan, tak bisa menikmati keindahan pola semacam itu. Banyak mereka yang berkuliah dan kini sibuk di kafe-kafe, berasal dari keluarga menengah yang berkecukupan dan sekadar makmur. Mereka tak kekurangan. Orang tua mereka bisa menguliahkan anak-anak mereka dan mendukung kuliah anak-anaknya sampai selesai. Tapi setelah itu, sang anak harus mencari jalannya sendiri. Karena batas orang tua hanya sampai sejauh itu. Tak bisa memberikan modal usaha yang besar. Apalagi memberikan rumah dan kendaraan yang tersedia tanpa harus perlu ikut bekerja.

Sang anak, yang terbiasa hidup disuapi dengan segala yang mudah. Dari mulai jasa mencuci berbayar. Jasa membersihkan kamar berbayar. Jasa mengantarkan makanan. Jasa kurir dan lain sebagainya itu. Saat hidup begitu sangat terlalu mudah dan tanpa beban yang berarti. Mendadak saja harus dihadapkan dengan mencari kerja dan tertampar oleh kenyataan bahwa gaji tak lebih dari 2 juta rupiah? Atau kurang di bawah lima juta perbulan?

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITAWhere stories live. Discover now