HIDUP YANG HAMBAR DAN KENIKMATAN YANG BERTAHAP

56 6 0
                                    

Sejak kecil hingga akhir masa remaja sudah terlanjur dijejali oleh segala jenis kenikmatan dan kemudahan hidup. Membuat sebagian orang yang menuju kedewasaan berada di jurang besar perasaan bosan dan sebuah dunia yang benar-benar hambar.

Hampir memiliki segalanya, menikmati segalanya, dan bisa pergi kemana pun sesuka hati. Membuat tingkat kebosanan dan perasaan hambar bisa menjadi parah dan memburuk.

Candu kenyamanan dan segala kemudahan yang diberikan oleh orang tua dan kemampuan kita sendiri dalam karir dan keuangan membuat banyak dari kita berakhir tersesat dalam rimba keinginan diakui, diperhatikan banyak orang, melakukan berbagai perjalanan layaknya tengah meredam penyakit, dan memenuhi dunia kita dengan terus-menerus memaksakan pengalaman-pengalaman baru yang terlalu banyak, berjejalan, dan berakhir menjadi kondisi hampa dan kesendirian.

Biasanya, setelah berbagai perjalanan dan gegap gempita kegembiraan yang sesaat. Akhir dari semua perjalanan kita adalah kesedihan.

Hal itu memang menarik untuk dibahas; perjalanan sebagai penyakit. Aku akan membahasnya di tulisan yang berikutnya. Saat ini, aku akan membahas bagaimana para orang tua secara tak sengaja atau tak mengira bahwa kasih sayang mereka yang dalam terhadap anak-anaknya, dengan memberikan segala kemudahan akses ekonomi dan ilmu pengetahuan. Malah membawa anak-anaknya yang hidup hari ini, tersesat dalam rimba perasaan hambar yang tak berujung dan jurang kecemasan yang tiada henti.

Memberikan terlalu cepat segala kemudahan hidup tanpa usaha dan tanggung jawab yang pasti, bisa berakhir pada kematian eksistensial sang anak. Kematian di umur sebelum 20. Umur yang kini, banyak anak-anak muda mengalami rasa sakit yang luar biasa di tengah kemudahan hidup yang mereka jalani.

Anak-anak muda itu masih hidup layanya makhluk biologis pada umumnya. Tapi perasaan mereka mati. Menjadi kosong. Hambar. Dan hidup setelah usia 20 menjadi sangat menyebalkan untuk dijalani.

Ada sisa 40-60 tahun yang tersisa padahal secara eksistensial kita sudah mati di umur 20 tahun. Sisa usia itu, menjadi penjara mengerikan bagi banyak orang modern semacam kita. Bahwa hidup menjadi terlalu lama dan seolah tak selesai. Atau entah kapan akan berakhir.

Bagaimana cara mengatasi agar anak-anak yang kita miliki nanti tidak jatuh dalam perasaan hambar yang mengerikan di usia mereka yang terlalu cepat?

Aku menemukan apa yang aku sebut sebagai kenikmatan yang bertahap. Yaitu jangan menjejalkan semua kemudahan hidup dan semua kenikmatan yang bisa dijalani kepada anak-anak dalam rentang waktu yang terlalu singkat. Buatlah berbagai kenikmatan menjadi bertahap atau berjenjang. Dengan tahapan usia yang berbeda-beda. Di mana tahun dan usia tertentu sang anak baru bisa menikmati atau mendapatkan apa yang diinginkannya.

Atau sang anak baru bisa mendapatkan barang yang mereka inginkan, perjalanan yang mereka mau, dan hal-hal lainnya saat mereka sudah menyelesaikan beberapa hal yang dianggap bertanggung jawab dan menjadi bagian dari proses pengasuhan menjadi anak yang mandiri dan sehat secara mental.

Buatlah pola pengasuhan agar anak-anak kalian tidak mendapatkan segala jenis kenikmatan hidup dengan mudah, tanpa keringat, tanpa tanggung jawab dan aturan yang pasti. Bahkan jika kamu kaya raya dan konglomerat.

Kita ini hidup di abad semacam ini, yang mana kekayaan yang terlalu besar tanpa kemampuan untuk mengelolanya dengan penuh kesungguhan dan kesadaran diri bisa membuat anak-anak terluka dan jatuh dalam kehambaran hidup yang tiada ujung.

Ajarilah anak-anakmu untuk bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri sedari kecil. Terhadap kenikmatan-kenikmatan hidup mereka dan apa saja yang mereka inginkan. Dan ajarilah mereka kenyataan bahwa segala yang terlalu mudah bisa berakhir pada kebosanan dan penyakit emosional.

Terlalu banyak menikmati dan melihat dunia di usia yang terlalu muda. Membuat anak-anak menjadi sakit secara emosional lebih awal. Entah kenapa, ini semacam kutukan kemakmuran dan segala yang mudah.

Beberapa dari kalian mungkin sudah memiliki kerangka dan pola tahapan tertentu bagaimana anak-anak kalian harus hidup dan menikmati gaya hidup mereka hari ini. Tapi hal yang dilupakan dan tak disadari dari kalian adalah bagaimana kenikmatan dan candu kenyamanan yang diberikan sejak dini dan terlalu awal bisa menyakiti anak-anak. Kalian harus mengatur sendiri pola itu dan sebisa mungkin mengatur sendiri kemungkinan anak-anak kalian agar tidak terjatuh dalam hidup yang hambar dan membosankan terlalu awal.

Buatlah pola pengasuhan yang mana anak-anak memiliki kenangan yang luar biasa terhadap orang tua mereka bukan kepada barang-barang yang dibelinya, atau hal-hal yang di luar keluarga. Apakah kesenangan di luar keluarga itu boleh? Boleh. Sangat boleh. Kita semua tak bisa lepas dari hal semacam itu. Tapi ingatlah, segala macam kesenangan dan kenikmatan yang didapat di luar sana dengan mudah. Akan membuat anak-anak kalian terjebak dalam pencarian kenikmatan yang tiada henti yang bisa berakhir sebagai bencana emosional.

Kita semua pasti tahu, masakan ibu [mami] kita yang enak dan penuh kelembutan jauh lebih kita ingat, kita rindukan dan berharga dari pada banyaknya kenikmatan yang ada di luar sana (segala jenis makanan instan). Hal yang dianggap sepele itu, masakan yang dibuat oleh orang tua kita sendiri, adalah jaring emosional khusus dan ingatan akan kenyamanan itu akan terus menetap sampai kita menua. Yang membantu anak-anak untuk menghargai hubungan sosial dengan keluarga dan dirinya sendiri.

Obrolan yang menyenangkan dengan orang tua dan bagaimana orang tua kita mau mendengarkan kita, jauh lebih berharga dari semua kekayaan yang kita peroleh oleh jerih payah kita sendiri dan bagaimana kita menghabiskan kekayaan itu sebagai pelampiasan atas tak adanya orang yang bisa mengerti dan mau mendengarkan kita.

Membuat kenikmatan menjadi bertahap yang digabungkan dengan kenangan-kenangan indah dalam keluarga dapat membantu anak-anak tidak mencari segala jenis kenikmatan di luar sana yang biasanya tak pernah memuaskan hidup mereka. Karena pencarian kenikmatan itu biasanya digunakan sebagai bentuk pelarian atau kegelisahan hidup yang para orang tua tak mau mendengarkannya. Maka, anak-anak akan tersiksa oleh pencarian kenikmatan yang abadi dan yang tak terpuaskan.

Kekayaan yang terlalu mudah. Kenikmatan-kenikmatan yang terlalu berlebih. Dan segala jenis pengalaman hidup yang terlalu mudah didapat bisa membawa kita pada perasaan hambar akan hidup. Saat kita masih sekolah atau masih berstatus mahasiswa. Kita akan mengalami gejala dari hidup yang hambar itu. Yang biasanya akan meledak saat kita sudah lulus dan bekerja. Bisa membeli semua jenis kenikmatan lewat uang kita sendiri. Dan biasanya, perasaan hambar itu akan berlanjut sampai pernikahan dan saat kita memiliki anak-anak.

Apa yang masih tersisa dari perasaan-perasaan baru dan pengalaman-pengalaman baru saat kita sudah memilikinya dan merasakannya bahkan saat kita belum selesai lulus kuliah?

Ingin merasakan Paris, Tokyo, New York, Bangkok, London, dan lain sebagainya. Semua itu sudah didapatkan. Merasakan pendidikan tinggi di universitas terkenal. Sudah juga. Merasakan hidup enak tanpa memikirkan harga. Sudah juga. Membeli ini itu. Itu juga sudah. Punya karir yang bagus dan keuangan yang stabil dan berlebih. Itu juga sudah didapatkan. Punya pasangan cantik-tampan dan baik. Itu juga sudah. Rumah. Kendaraan. Dan segalanya pun sudah.

Apa yang terjadi? Kita mati secara eksistensial di usia sebelum 20. Dan kita mati secara sosial dan mental di usia sebelum 30.

Semuanya habis di usia itu. Inilah kenapa, segala jenis kemudahan yang berlebih dan mudah didapatkan di usia yang terlalu muda bisa sangat berbahaya jika pihak orang tua dan sang anak tidak memiliki mental yang kuat. Benar-benar kuat.

Agar terhindar dari derita panjang hidup yang hambar. Yang tak bisa disembuhkan oleh segala jenis kekayaan, kenikmatan, dan pengalaman-pengalaman baru. Maka, membatasi kenikmatan dan menjadikannya bertahap adalah sesuatu yang layak dicoba.

Jangan mewujudkan semua keinginan kita dalam waktu yang terlalu dekat kecuali yang berurusan dengan hal-hal dasar yang diperlukan manusia, seperti pondasi ekonomi yang kuat dan rumah yang menaungi kita. Buat segala keinginan kita terselesaikan atau terwujud secara bertahap walau kita bisa melakukannya langsung. Agar kita, tak terjebak oleh keinginan-keinginan lainnya yang baru. Yang terlalu banyak bermunculan setelah keinginan-keinginan lama terpenuhi terlalu mudahnya.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang