SAAT KITA TAK SIAP MENJADI SUAMI

97 9 0
                                    

Menikah itu mudah. Begitu sangat mudah. Tapi setelah menikah. Segala sesuatunya menjadi rumit. Bahkan sebelum menikah dan hanya memikirkan menikah saja, banyak dari kita, para laki-laki, sangat tak siap menghadapinya.

Ada seseorang yang sangat ingin kita nikahi dan bahagiakan. Tapi, banyak bagian dari kita yang belum mampu menjalani pernikahan. Jika itu terjadi, bertanggung jawab secara penuh terhadap seseorang yang kita cintai, itu tidaklah mudah.

Terlebih, orang-orang semacam kita. Para laki-laki yang mungkin memiliki sakit fisik, gangguan kejiwaan, utang yang menumpuk, tak memiliki keuangan yang kokoh, atau belum selesai dengan diri sendiri.

Mengakui diri sendiri bahwa kita ini tidak siap untuk menikah, sangatlah sulit. Apalagi jika umur sudah menua. Pasangan sudah menuntut dan harus segera diikat secara resmi. Banyak perbedaan gagasan dan gaya hidup yang belum disepakati dan diselesaikan. Dan ketakutan, jika kelak, sang kekasih terpaksa harus pergi karena dianggap tak serius menjalani hubungan ke jenjang selanjutnya.

Beberapa laki-laki begitu mudahnya menikahi seorang perempuan tanpa kesiapan apa pun. Hanya karena ingin mengikat kekasihnya agar tidak lepas dan mengikatnya dalam jalinan rumah tangga. Ia membuat sebuah keluarga yang berakhir menyedihkan dengan kemiskinan yang mendera. Pengangguran. Anak-anak yang kekurangan kasih sayang dan asupan uang. Bahkan, hanya untuk bisa mendapatkan pekerjaan tetap dan mengkhayal bisa membeli rumah, rasanya begitu sulit.

Banyak laki-laki yang memaksa diri semacam itu. Sangat tak siap dengan hidup di masa depan dan memberikan kenyamanan terhadap calon istrinya. Tapi memaksa diri untuk menikah dan memiliki anak.

Yang tersisa hanyalah penderitaan bersama.

Ada juga, yang begitu sangat makmur, memiliki pekerjaan tetap yang mapan, dan secara ekonomi nyaris tak ada kekurangan apa pun. Begitu berada atau malah kaya raya. Hanya saja, ia memiliki kehidupan yang tak stabil. Trauma masa lalu. Gangguan kejiwaan yang bisa membuat segalanya menjadi rapuh seketika. Atau pertentangan dengan keluarga dan saudara jauh, yang tak merestuinya untuk menikahi orang yang ia cintai. Juga, ada yang tak sanggup untuk sekedar bersetia dan sadar diri, kelak, ia akan menyakiti perempuan yang hari ini bersamanya.

Jika tak menikah. Ia akan kesepian dan selalu ditinggalkan. Jika menikah, ia akan tergoda dengan yang lain, dan mungkin berakhir meniggalkan. Atau, suatu ketika, kejiwaannya yang rapuh mendadak saja kambuh dan segala yang indah menjadi neraka.

Ada hal yang menyakitkan, saat kita sadar diri bahwa kita tak siap untuk membahagiakan pasangan kita dalam cara apa pun. Entah karena jiwa kita yang rapuh. Fisik kita yang sakit-sakitan dan bisa mati kapan saja. Atau keuangan yang tak menentu dan masa depan yang rasanya, entah.

Bagaimana kita bisa membahagiakan orang yang kita cintai, jika beberapa hal dari kebahagiaan itu hilang sejak awal?

Kita sangat ingin menikah. Ingin bersama dengan kekasih yang kita sayangi. Tapi, diri kita, dan masa depan yang mungkin terjadi, begitu sangat tak menyenangkan.

Apakah kita harus memaksakan diri menikah di saat keadaan kacau dan tidak yakin terhadap diri sendiri? Apakah menikah menjadi alasan untuk kabur dan menahan diri dari ketakutan-ketakutah kita?

Kadang, menelan dilema ini seorang diri sangatlah menakutkan. Benar-benar menakutkan. Apalagi, jika kita jujur terhadap pasangan dan masing-masing bahwa kita juga tak siap dengan masa depan tapi juga tak mau untuk berpisah. Itu juga sangat tak nyaman.

Mungkin akan sangat menyenangkan, jika kita seperti kebanyakan laki-lakinya lainnya. Masa bodoh dengan masa depan. Masa bodoh dengan semaunya. Langsung menikah saja. Entah besok akan jadi seperti apa dunia yang kita jalani. Jalani saja.

Ah, sayangnya, sebagai laki-laki kita tidak bisa semacam itu.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITAWhere stories live. Discover now