MALAM PERTAMA

401 1 0
                                    

Sejak kapan ruangan ini didekorasi, seingat Gita sampai terakhir siang kemaren dia di sini, tempat ini masih seperti biasanya. Tak ada pernak pernik, tak ada kelambu putih bersih, dan pastinya tak ada kelopak mawar yang ditumpuk berbentuk hati di kasurnya itu. Melihat kamar ini berbeda dari biasanya, Gita semakin gugup dibuatnya.

"Bunda, ayo masuk! Udah malam loh, ini sudah waktunya bobo! Kasihan anak kita ntar kalau Bunda begadang" ajak Keenan dengan ramah.

Benar, ini sudah pukul 9 malam. Beberapa orang yang berada di rumah ini sudah masuk ke kamarnya masing-masing. Amri dan Cika juga begitu, mereka malahan diletakkan di kamar yang sama dengan Alvaro di ruangan terbesar di lantai dua. Sampai sekarang masih terdengar suara tertawaan mereka berdua karena sedang bermain bersama.

"Pak, saya ke toilet dulu boleh?"

Gita hendak ke luar kamar untuk menghilangkan kegugupannya. Namun benar-benar percuma, karena toilet ada di dalam ruangan ini.

"Tuh di kamar ini kan ada toilet, kenapa bunda musti jauh-jauh ke luar. Ntar makai toiletnya gantian, kalau Bunda mau barengan juga nggak apa-apa. Ayah siap menemani."

Keenan bisa membicarakan itu dengan teramat santai, berbeda sekali dengan Gita yang bernapas pun sekarang menjadi teramat susah.

"Ayo Bunda, kamu nggak sekalian mandi? Pakaian kamu sudah Ayah siapin loh!"

Gita tak menjawab apapun, sekarang dia malah menatap suaminya itu dengan tatapan nanar.

"Kenapa? Bunda takut sama penyakit Ayah? Tenang, di laci udah ada kok semuanya. Lengkap buat keamanan malam pertama!"

Bukan penyakit yang Gita takutkan sesungguhnya, tapi rasa gugupnya yang tak bisa dia kendalikan begitu saja.

"Nggak kok Pak, Gita rasanya tak siap untuk melayani Bapak dan menunaikan kewajiban Gita sekarang. Bayi Gita gimana ntar?"

Keenan mengusap-ngusap puncak kepala istrinya dengan lembut. Sebenarnya hal itu tak perlu dipikirkan oleh istrinya tersebut karena bagaimanapun Keenan lebih berpengalaman bercinta dengan Ibu hamil sebelumnya.

"Gini saja Sayang, Ayah yang atur semuanya, Ayah akan perlakukan Bunda dengan lembut dan nggak bakal sakit kok!" janji Keenan bersungguh-sungguh.

Ah, Gita ingin kabur saja dari kamar ini rasanya. Namun bagaimana caranya kalau sudah seperti ini. Sudah tak ada cara lain selain melakukannya dan berharap bisa menikmati meski berlawanan dengan kata hati beserta nurani. Lagian melayani suami adalah kewajiban seorang istri. Menolak akan dapat dosa!

"Bagaimana? Deal?" bisik Keenan nakal.

Ah, pubertas kedua Keenan sepertinya sedang kurang ajar peningkatan hormonnya. Gita semakin kelihatan takut-takut untuk memulai semuanya.

"Baik Pak, saya ke toilet dulu ya, buat bersih-bersih!"

Keenan mengangguk, dia langsung tersenyum dengan memikirkan berbagai fantasi nakal di dalam kepalanya. Gita akhirnya masuk kamar mandi dan berada di dalam sana dalam waktu yang cukup lama.

***

Gita menutupi dirinya dalam selimut hangat, persis seperti mayat. Dari ujung kaki sampai ujung kepala ditutupi sampai tak ada satupun yang terbuka dari tubuhnya. Gita berharap bisa terlelap dengan cepat, sebelum Keenan keluar kamar mandi setelah selesai bersih-bersih dan berbenah diri. Kenapa rasanya gugup sekaligus takut, setelah Gita pikir-pikir mungkin semua ini dikarenakan tak adanya cinta dalam hatinya sekaligus juga tak pernah melakukannya dengan suaminya tersebut.

Ah pintu kamar mandi itu akhirnya terbuka, keenan dengan bathrobenya ke luar dari sana dengan aroma wangi maskulin yang luar biasa. Seperti ada wangi coklat, vanila dan dicampur citrus yang menggoda. Dia perhatikan istrinya yang menutupi dirinya dengan selimut, dia panggil segera agar wanita itu dapat terjaga dari lelapnya.

"Bunda, bangun yuk, jangan takut!" bisik Keenan sambil menguncang tubuh Gita pelan.

Gita tak bergerak, hanya ada suara napasnya yang dibuat seolah-olah dia sedang tertidur lelap. Dia tak akan sanggup melayani Keenan saat ini.

Keenan buka selimut itu dengan tergesa-gesa. Wajah istrinya itu sekarang dapat ditangkap netranya.

"Bunda, ayo bangun!" pinta Keenan sekali lagi.

Masih tetap diam. Ini tak bisa dibiarkan berlama-lama, kini Keenan kecup pipi seperti kue pau itu dengan cukup lama sekaligus menggigitnya pelan.

Wanita itu kegelian sehingga terjaga, Dia benar-benar risih dengan semuanya.

"Kenapa sayang. Lagi nggak enak badan ya?" kata Keenan cemas.

Gita menarik selimut itu agar kembali menutupi dadanya. Pakaian sialan, kenapa bisa-bisanya pakaian ini yang ada di lemari Keenan. Kurang bahan dan benar-benar tidak sopan. Sepertinya semuanya sudah direncanakan sehingga Gita harus berpakaian terlalu terbuka.

"Gita lagi kurang enak badan Pak. Gita harus gimana? uhuk uhuk uhuk!" keluh Gita sambil terbatuk-batuk.

Keenan letakkan punggung tangannya ke jidat Gita dengan segera. Tak ada masalah, suhu tubuhnya normal-normal saja.

"Apa yang sakit Bunda? Suhu tubuhmu normal. Apa dadamu kini yang terasa tegang?"

Keenan menyentuh bagian itu dan menekan-nekannya seolah-olah benda itu sangat menggemaskan untuknya. Gita reflek memukul tangan nakal suaminya tersebut dengan keras.

"Kenapa Bunda? Ada masalah? Kamu risih disentuh suami sendiri?" tanya Keenan tak terima.

"Gita —" ucapan Gita langsung terpotong begitu saja.

"Bunda, saya ini bukan orang lain buat kamu, surga saya adalah adalah surga kamu juga. Kalau kamu melayani saya dengan baik maka ridho suami adalah buat kamu. Begitupun juga saya, jika saya membahagiakan kamu, maka saya juga dapat pahala. Jadi apa yang harus kamu takutkan?"

Gita mengangguk, membiarkan Keenan mengobok-obok bagian atasnya dengan semangat. Gita mendesah dan tak bisa berkata tidak meski bagian bawah lingerienya sudah terangkat dan satu tali tangannya sudah terlepas karena ditarik paksa.

"Pak, ah, jangan!" tolak Gita dengan menahan tangan Keenan seketika, tapi sayangnya tenaga laki-laki tidaklah sepadan dengan kekuatan yang Gita miliki.

Keenan tak akan mau berhenti saat tubuh istrinya itu sudah dia kuasai tanpa terkecuali, pakaian Gita sudah terlepas semua, Keenan berkali-kali mencium perut istri mudanya itu dengan penuh perasaan, napasnya terengah-engah, lalu bathrobenya dia tanggalkan agar Gita dapat melihat tubuhnya bulat-bulat.

Tubuh Keenan memang tak seperti tubuh Jevi yang seperti pahatan layaknya dewa-dewa yunani yang perkasa. Tapi tubuh itu cukup terang dan liat sehingga enak dipandangi. Keenan sudah tak kuat untuk tidak mencicipi istri mudanya yang sudah bertelanjang bulat. Dia peluk tubuh istrinya dari belakang, dia ajak Gita menekukkan lututnya, lalu dia tarik lacinya dan memasang pengaman tersebut dengan cepat. Gita sudah teramat basah dan tak lama semuanya terjadi begitu saja, dengan keberhasilan Keenan yang sukses menjamah. Mereka berdua mendesah-desah sampai dini hari semakin dekat. Ikatan batin di antaranya perlahan-lahan tercipta. Rasanya bahagia selamanya akan menjadi sesuatu hal nyata yang akan terjadi, dan benih-benih cinta yang sebelumnya berdomansi di hati Gita kini seperti siap untuk tumbuh lebih besar lagi.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang