OM YANG MENYENTUH GITA DULUAN!

454 3 0
                                    

Sudah seminggu ini Jevi sendirian di rumah. Setelah Dahlia ke sini, laki-laki itu tak pernah lagi membawa wanita lain karena lagi dirundung galau berkepanjangan. Hidupnya sekarang benar-benar dikendalikan oleh harta orang tua yang ada di perusahaannya sendiri. Bodoh sekali rasanya kenapa dulu tak ada perjanjian hitam di atas putih kapan investasi itu boleh ditarik dan dengan syarat-syarat apa saja yang sama yang kedua belah pihak setujui. Ini susahnya jika kolega bisnis adalah keluarga sendiri. Jadi kurang tau batas-batasan mengenai hak dan kewajiban karena semuanya didasari hanya dengan saling mempercayai.

Jevi tak siap menikah, tapi orang tuanya semakin merongrongnya untuk berumah tangga secepatnya. Bertubi-tubi desakan itu tiba, seperti kini saat telepon di meja kerja kamarnya berbunyi-bunyi seolah-olah si penelpon ingin sekali panggilannya untuk segera dijawab. "Pasti dari Mami lagi, Mami lagi," rutuk Jevi dalam hati.

"Halo Mi, ada apa?"

"Kamu udah siap-siap buat makan malam belum? Ini penting loh, biar kamu semakin dekat dengan Nabila!" Maminya menanyakan itu dengan semangat empat lima, seakan tak sabar untuk mempunyai cucu tiri langsung dua.

"Jevi pusing Mi, nggak bisa. Puyeng ini kepala. Sakit keras dan mau keder rasanya."

Jevi berusaha membuat alasan agar terhindar dari makan malam dua keluarga besar.

"Alah kamu alasan saja. Pilihannya hanya dua, kamu ke sini atau besok Papimu udah mulai ngambil modal-modalnya di perusahaan travelmu itu?"

Rasanya Jevi ingin modar saja setiap mendengar ancaman seperti demikian. Di pikirannya kini, tak mungkin proyek pengadaan tambahan armada itu harus dijalankan dengan hutang-hutang. Bisa bertambah-tambah resikonya jika gagal di tengah jalan.

"Iya Jevi ke sana. Iya Iya!"

Jevi segera menutup panggilan dari Maminya dengan segera. Ah sudahlah, mungkin benar kata Andre beberapa hari belakangan, jika yang sedang Jevi jalankan sekarang adalah karma dari segala dosa-dosanya. Jadi harus sabar, itulah kuncinya.

---

Sekarang Jevi sedang lesu dan dipaksa harus tersenyum palsu dengan semua yang berada di ruang makan itu. Sungguh begitu melelahkannya aktivitas seperti itu sejujurnya. Tapi mau bagaimana lagi, sudah tak ada lagi pilihan lainnya.

"Iya Sis, kalau bisa sih dipercepat, biar kita bisa semakin cepat juga besanannya," kata Mami Jevi bikin semakin keruh keadaan.

Satu anak yang duduk di sudut meja makan sana, lalu menghantamkan sendok ke meja. Iya benar, siapa lagi kalau bukan Rara yang sedang nyari perkara. Dia terlihat sangat kesal setelah mengerti apa yang dibicarakan oleh orang dewasa sekitarnya ini. Uminya yang berada di sampingnya langsung menariknya ke belakang agar tak ada kata-kata yang menyakitkan keluar dari mulut Rara yang kurang saringan.

"Masih nggak bisa nerima, Sis?" tanya Mami Jevi penasaran.

"Biasalah anak-anak Sis, dia memang waktu kecil dekat dengan ayahnya. Tapi kan dia nggak tau gimana Ayahnya menyelingkuhi Ibunya. Jadi ya begitulah. Lagian Nabila itu bukan tipe orang yang suka menyudutkan orang lain meski dia aslinya sangat terpuruk karena perceraian itu."

Pengakuan Ibu Nabila itu mengusik nurani Jevi sehingga dia sadar jika akhlak calon istrinya itu benar-benar baik adanya.

"Jev, kamu Gimana? Udah mendekatkan diri ke Rara belum?" tanya Ayah Nabila yang bernama Aiman.

Jevi mengulang ingatannya. Sejujurnya, bertemu Rara pertama kali adalah suatu bentuk kenangan buruk baginya.

"Udah Pak, ya begitulah, anaknya susah move on dari Abi nya."

"Maafin kami ya Nak, dari dulu kami sudah berusaha buat Rara lebih baik dan menerima Ayah barunya, tapi Nabila selalu melarang kami mengatakan tentang rumah tangga lamanya yang berantakan karena perselingkuhan. Dia tak ingin menciptakan kenangan buruk untuk Rara tentang keberadaan ayah kandungnya," ucap Pak Aiman memberi penjelasan.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora