MENYELESAIKAN MASALAH ITU MAHAL!

38 1 0
                                    

6 minggu kemudian

Jevi mengemasi beberapa file-file pentingnya di kantor ini untuk dibawanya ke Belanda. Urusan hukumnya sudah selesai, media sudah dia hadapi dengan bijaksana, dan penyebar pertama yang diduga adalah Dahlia sedang dicari keberadaannya. Lusa jika tak ada halangan, dia akan ke Amsterdam dengan satu kali transit di Singapura. Dia akan mulai kembali menata kehidupannya yang berantakan, dengan berpindah negara untuk melupakan dan bangkit dari keterpurukan. Tekat Jevi sudah bulat untuk meninggalkan apapun yang sudah dia bangun di sini. Lalu memilih memulai semuanya lagi dari nol di negeri orang nanti.

Azam kini memperhatikan sepupu laki-lakinya itu dengan prihatin. Dia perhatikan mimik Jevi yang seperti sedang mengingat-ingat kenangan masa lalu saat barang-barang itu dia kemasi satu persatu. Dia rasakan empati yang terjadi di kehidupan Jevi saat ini, semua kesialan ini seperti tsunami yang meluluhlantahkan bangunan dalam sekejap, sehingga mau tak mau Jevi harus menyingkir dari segala hasil jerih payahnya yang harusnya sudah tinggal dinikmati.

"Beres, semuanya sudah selesai. Itu aja sih. Cuman segini, gue akan buka kembali restauran lu itu Zam, dan gue kembali panggil karyawan lu itu buat bekerja. Sekalian di sana gue ambil kursus bahasa belanda agar gue lebih mudah berkomunikasi dengan para pekerja. Ya seperti itu kira-kira rencana gue!" ucap Jevi yakin.

"Rumah jadi lu jual? Mobil-mobil lu juga?"

Jevi mengangguk pasti. Napasnya seperti akan lepas. Di rumah itu terlalu banyak kenangan antara dia dan Gita. Bagaimana bisa dia meninggalkan begitu saja, tapi selama kasus hukumnya berjalan, memang banyak yang harus dia korbankan, termasuk waktu, tenaga dan uang. Eksistensi uang memang tak bisa dimungkiri jika itu adalah faktor penting yang dapat melancarkan semuanya.

Menyelesaikan masalah itu mahal, bikin masalahnya yang gratis tanpa modal!

"Gue ingin ngembangin restoran indonesia lu itu lagi, agar yang makan di sana bukan mahasiswa Indonesia atau asia saja. Mungkin ada beberapa resep yang harus gue sesuaikan dengan selera bule. Ya gue udah bikin perencanaannya sih, biar restauran itu terkenal. Termasuk gue udah belajar juga dari beberapa chef yang ahli masakan western dan asian cushion selama 6 minggu ini. Ya semoga bisa lah, gue cuman agak takut sama bahasanya, semoga bahasa inggris masih bisa diterima lah di sana!"

Azam geleng-geleng kepala, kalau masalah perencanaan memang tak akan ada yang mengalahkan seorang Jevi. Semua yang ditanganinya pasti bisa 'boom' karena laki-laki itu sangat terstruktur dan berambisi. Dia petarung yang tangguh, meskipun uangnya banyak habis selama kasusnya bergulir, tapi Azam tau jika masih ada milyaran uang di rekeningnya yang sampai sekarang tak bisa diganggu gugat. Jevi bukan hanya perkasa di ranjang, tapi pemenang dalam manajemen perusahaan. Dia hampir bisa menyelesaikan masalah usahanya sendiri sebelum mengandalkan modal Papinya, beda sekali dengan posisi Azam kini yang harus minta bantuan dari sepupu-sepupu yang lain bahkan pegawai kantor untuk bisa mengerti alur strategi bisnis perusahan travel ini.

"Siapa wanita beruntung yang sukses mengambil hati lu itu Jev, lu keren, gue sampai mangap-mangap pun nggak bakal bisa nyamain kesuksesan lu!"

Mata Jevi seketika berkaca-kaca, dia langsung menatap sofa yang berada tak jauh dari posisinya. Dia tunjuk benda itu dengan perlahan-lahan.

"Wanita itu sering tidur di sofa itu Zam, muka innocentnya pas tidur membuat gue jatuh cinta. Kalau semuanya lancar, sebulan lagi gue akan kembali balik ke Indonesia, buat jemput dia dan adik-adiknya, kita akan sama-sama ke Belanda, dan gue akan menikahi dia di sana. Gue ingin menua bersama dia!"

Azam terpesona. Jarang-jarang Jevi bisa terpincut dengan wanita sampai demikian gilanya. Ini seperti bentuk keajaiban di alam semesta, laki-laki yang sering bergonta ganti wanita, kini mempunyai keinginan menetap di satu wanita yang sama dan menua bersamanya.

"Lu pasti bisa dapetin dia Jev, semangat! Kalau ada apa-apa hubungin gue. Kan hp lu udah baru tuh, nomor lu juga, minimal lu nggak bakal diteror apapun dan sama siapapun juga, dan kasus lu benar-benar udah hampir mereda. Intinya lu sekarang musti tenang, dan nikmati kehidupan lu ke depan," ucap Azam memberikan semangat.

Jevi mengangguk, lalu mohon pamit dari perusahan Jev Star yang pernah dia bangun dari tetes darah dan keringat. Namun dia bahagia, karena di akhir masa kepemimpinannya banyak karyawannya yang lama yang mengucapkan agar perjalanan Jevi ke tempat selanjutnya menyenangkan. Dan tentunya mereka juga berdoa agar Jevi lebih sukses lagi dibanding sekarang.

Huft, meninggalkan zona nyaman memang tak pernah indah, tapi kehidupan akan terus berjalan ke depan. Berhenti terlalu lama hanya membuat kita tertinggal jauh di belakang.

***

Malam harinya ....

Jevi membaringkan badannya di kamar Gita. Kamar yang dulu terlalu banyak kenangan di dalamnya. Mereka di sini pernah hampir bercinta, pernah kepergok Amri karena berbicara hal-hal jorok yang pernah mereka lakukan bersama, tentunya Jevi juga pernah melamar Gita di dalam ini sehingga sampai sekarang Jevi masih memasang cincin tersebut di jari manisnya.

Jevi usap bantalnya, memang tak ada lagi bau Gita, tapi dia merasa tenang jika membaringkan diri di kamar ini. Ada nostalgia-nostalgia yang menguasai benaknya, seolah-olah itu kembali nyata.

Berulang-ulang Jevi sebut keinginannya seperti merapalkan mantra, berkali-kali juga hatinya terluka, tapi dia masih sangat percaya jika ada masa depan yang disediakan Tuhan untuk mempersatukan mereka berdua dalam hubungan yang sah di mata hukum negara dan agama.

"Tunggu gue ya Gita. Tunggu gue. Sebulan ini gue musti bisa bikin restauran itu lebih dikenal, biar ntar waktu lu dan adik lu pindah ke Groningen, gue udah punya penghasilan yang layak untuk kehidupan kita bersama, dan elu beserta adik-adik lu juga bisa gue sekolahkan di sana!"

Kamar ini sebenarnya sudah kosong dari segala perlengkapan yang biasanya digunakan Gita. Karena rumah ini akan dijual beserta perabotnya, maka segala benda-benda kecil, seperti baju, alat tulis, dan buku-buku sudah Jevi singkirkan terlebih dahulu ke rumah orang tuanya. Termasuk foto-foto yang terdapat di dinding kamarnya sendiri, semuanya sudah diasingkan di suatu tempat yang aman. Nanti jika Jevi dan keluarga memutuskan balik lagi ke Indonesia tiga sampai empat tahun lagi, semuanya tinggal di tata lagi di rumah mereka yang baru. Untung-untung dia dan Gita saat itu sudah punya momongan, ah, pasti semakin lengkap kebahagian mereka berdua.

Rasanya dia akan mengarungi lautan lepas lusa hari. Keliatan bebas tapi di dalamnya masih sangat banyak bahaya yang menanti. Banyak misteri kehidupan yang akan dia lewati.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang