GITA MERASA MELAYANG!

1K 2 0
                                    

Ini bukan makan malam yang biasa namanya, kata Jevi ini adalah candle light dinner yang romantis ala-ala pasangan kasmaran. Tentu saja ini tak akan sama rasanya dengan beli nasi goreng Bang Rojak di dekat portal komplek lalu dihabiskan di meja makan rumah mewah itu dengan duduk berdua.

Lilin-lilin panjang mengisi celah-celah antara piring yang berisi hidangan yang sudah tersedia. Cahaya apinya sedikit bergoyang-goyang dihembus angin ke arah lautan. Pemain biola memberikan persembahan satu musik sebagai ucapan selamat datang untuk mereka berdua lalu tak lama undur diri. Keadaan ini seperti yang biasa Gita lihat di drama-drama korea, tapi sekarang jadi nyata di depannya.

"Om, ini yang makan berapa orang? Banyak amat makanannya!"

Gita yang memakai dress berwarna merah menyala dengan lengan sebesar tali spagetty lalu mendudukan tubuhnya di kursi. Jevi yang bertuxedo hitam pekat dengan berkemeja putih di dalamnya lalu mengambil tempat di hadapan gadis tersebut. Tatapan matanya seperti tertanam pada Gita yang terlihat lebih dewasa dibanding yang sore tadi, penampilan Gita dengan rambut indah yang terurai itu benar-benar seperti gambaran wanita yang selalu Jevi impikan dari malam ke malam.

"Om, diam aja ditanya!"

"Ya kita berdualah, emang menurut lu ada tanda-tanda mau kondangan di tempat ini? Di sini cuman ada kita berdua."

Gita kembali mengamati di sekelilingnya, enak sekali jadi orang kaya rupanya. Bisa menyewa tempat privat seperti ini.

"Om, ini nggak ada air buat cuci tangan ya?"

"Air kobokan kata lu? Ini pakai tisu basah."

Jevi mengeluarkan benda itu dari dalam tuxedonya, lalu Gita menerima tissue basah itu dan mengusapkan ke tangannya dengan segera.

"Boleh langsung mulai makan nggak Om, Gita laper nih!"

Jevi benar-benar tertawa, memang lucu sekali pembantunya ini. Noraknya pas untuk dibawa kemana-mana.

"Udah, buruan lu makan! Semuanya bisa lu makan, kecuali lilin, piring, sama meja."

"Terus sendok garpunya bisa dimakan dong Om? Hebat amat jadi orang kaya. Besipun bisa dimakan, ususnya terbuat dari baja kali ya!"

"Becanda mulu lu, katanya laper tadi. Ayo makan!"

Gita akhirnya bersemangat untuk memasukkan makanan itu ke piring. Dia sampai berdiri karena sepertinya lagi kalap dengan banyaknya makanan di hadapannya.

"Eh, yakin bakal habis segitu banyaknya?"

Gita meletakkan chicken barbeque, tuna salad, chicken filled, dan garlic butter shrimp dalam satu piring. Penuh dan menggunung, bahkan sedikit melebihi kapasitas wadahnya sehingga sedikit tumpah.

"Nggak ada nasi, takut nggak kenyang."

Ya Tuhan, inilah satu-satunya cewek yang pernah Jevi bawa ke sini dengan gaya paling tak terelegan yang pernah ada. Pipinya seketika cemong oleh minyak dan saus karena makan dengan kecepatan tinggi. Untung saja itu kaki tak naik satu ke kursi, kalau iya, mungkin gadis itu kira mereka sekarang bukan candle light dinner tapi lagi makan di warung tegal pinggir jalan.

"Om, enak ya, jarang-jarang kita makan malam kayak gini, biasanya juga nasi goreng Bang Rojak lagi, nasi goreng Bang Rojak lagi, fast food lagi, fast food lagi, nggak pernah makan kayak gini selama Gita kerja di tempat Om."

Jevi yang sedang memotong steak tunanya dengan pisau lalu menatap ke arah Gita dengan geleng-geleng kepala. Belum juga habis satu piring besar dengan makanan yang dia campur sesukanya, tapi gadis itu sudah mengambil piring lain untuk memotong appetizer berupa cake coklat yang menarik perhatiannya.

"Lu yakin itu bakal habis Git? Cepat amat lu beralihnya ke makanan yang lain."

"Tenang Om, habis kok, soalnya lidah Gita lagi asin karena makan makanan yang tadi dan butuh penetralisir makanan yang manis-manis."

Gita menggigit satu potongan besar cake coklat, rasanya benar-benar lumer di mulut, benar-benar dapat menjelaskan definisi makanan surga dunia.

"Om mau coba nggak? Enak banget loh cake nya!"

Jevi menggeleng, membiarkan Gita bermain-main dengan makanan. Sekarang gadis itu menambahkan sepotong kue tart ke piringnya, lalu menambahkan lagi coco lava di sana, dan menumpahkan selai strawberry dan kacang di atasnya.

Eureka, makanan itu sekarang menyatu dalam mulutnya memberikan rasa yang menurutnya menarik dan tatapannya berubah seperti tatapan chef Renata saat bertemu hidangan terbaik. Senyumnya mekar dan dia segera mengusap mukanya yang cemong itu dengan tissue di depannya.

"Om enak banget loh! Gila-gila!"

Dia bertepuk tangan, Jevi kembali menggelengkan kepala, menunggu apa lagi yang akan diuji coba olehnya.

"Git, lu nggak boleh minum itu, jangan-jangan! Ntar lu rieweuh pas mabuk!"

Gita sudah menenggak anggur itu dari botolnya. Lalu mengernyitkan kening karena minuman itu berasa pahit di lidahnya.

"Om, pahit ih, nggak enak!"

Jevi memperhatikan wajah wanita itu bulat-bulat, semoga saja tadi dia tak minum terlalu banyak. Gawat juga ntar kalau mabuk dia tiba-tiba tidur di sembarang tempat atau meracau pada salah orang dan alamat.

"Itu nggak enak Om, Gita makan yang ini aja deh."

Dia sekarang mencomot potongan buah semangga di dekat meja Jevi lalu memasukkannya ke mulut dengan segera.

"Manis Om, manis banget malahan, beda sama semangka di daerah Gita, tak terlalu manis."

Gita akhirnya bersendawa, yang semakin bikin Jevi geleng-geleng kepala. Lalu dia diam tanpa berkata-kata. Duduk begitu saja, tak tau karena kekenyangan atau apa.

"Kenapa lu Git?"

"Gita merasa melayang, rasanya rileks amat Om."

Aduh, belum apa-apa, alkohol itu sudah bereaksi saja di tubuhnya. Gadis itu sepertinya tak terlalu kuat dengan alkohol. Mencoba beberapa mili saja dia sudah tipsi dibuatnya.

"Udah lu duduk aja di sana. Gue suruh orang nyari air kelapa dulu."

Jevi bangkit dari kursi lalu berlari mencari bantuan. Sedangkan gadis itu duduk untuk kembali memastikan rasa wine itu lagi karena penasaran. Kenapa rasanya terasa pahit di lidah, mungkin cara minumnya harus dicampur dengan sedikit air seperti sirup pada umumnya.

Dia mulai bereksperimen saat pikirannya sudah melayang-layang kesana kemari. Menambahkan air sedikit ke gelas, ditambah wine dan sedikit pemanis dari gula. Masih tetap pahit, bahkan ketika sudah dua sachet gula tebu ditambahkan ke campuran tersebut.

Dia ambil lagi gelas baru karena tak sanggup menghabiskan yang pertama. Dia perbanyak konsentrasi air dan sekarang perbandingannya jadi satu banding satu, selanjutnya dia tambah dua sachet gula. Rasanya sekarang benar-benar sebaik rupanya yang berwarna merah keunguan itu. Dia teguk tanpa bersisa, tapi apa mau di kata, tak berapa lama Gita tak ingat apa-apa. Tak sadarkan diri singkatnya.

Jevi yang baru saja tiba membawa kelapa muda terkejut karena melihat anak walinya itu kini mukanya sudah menempel pada meja. Rambutnya ada yang tercelup pada kuah tongseng dan Jevi tau penyebabnya apalagi kalau bukan wine berkadar alkohol 16 persen ini yang sepertinya Gita baru saja bermain-main dengannya.

Boro-boro membuat anak Mbak Sumi ini mengerti hakikat makan malam romantis, Gita malah telah mengacaukan semuanya tanpa terkecuali.

"Git bangun woy, ini gue!"

Jevi mengguncang-guncang bahu Gita yang kini tampak semakin seksi karena tali gaunnya itu berubah posisi jatuh ke lengan atasnya yang sedikit berisi.

"Git, kalau mau tidur di dalam kamar, bukan di meja makan!"

Gita tak bersuara, dia hanya memukul pelan meja.

Jevi tak ada pilihan, sebelum gadis ini komat kamit, lebih baik memindahkannya ke dalam kamar. Dia bopong Gita seperti membawa karung beras, meskipun sedikit terlambat karena wanita ini sudah meracau-racau tak jelas.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now