TERLALU NEKAT!

43 1 0
                                    

"Bapak, Gita kembaliin lagi HP Bapak, Terima kasih ya Pak!"

Keenan kebingungan, ada apa dengan Gita yang tiba-tiba menyerahkan kembali telepon selular itu ke tangannya. Gita sekarang bermuram durja. Seperti ada berita buruk yang barusan dia baca saat mencari informasi mengenai perusahaan kekasihnya itu.

"Kamu kenapa Gita? Apa ada yang salah dari nomor travelnya?" tanya Keenan penasaran.

Gita menggeleng, lalu kembali menatap ke arah jalanan. Dia kepalkan tangannya lalu menutup bibirnya rapat-rapat.

"Gita ada apa? Kita lanjut jalan nih sekarang? Kamu yakin nggak mau hubungi dia?"

Gita menggeleng. Dia tarik napasnya dalam-dalam. Ingin rasanya dia terisak tapi tetap dia tahan.

"Gita ada apa? Kamu jadinya akan nemuin dia aja buat kepastian? Atau bagaimana?" tanya Keenan meminta konfirmasi.

"Pak, saya jadinya izin besok ya, saya memutuskan untuk menemui dia besok Pak. Maafkan saya jadinya ngambil jatah liburan bulan depan untuk besok hari. Bapak nggak apa-apa potong gaji saya bulan ini. Saya akan berangkat sore ini ke Jakarta Pak!"

Keenan tau jika Gita tak baik-baik saja. Ekspresi wanita itu berubah terlalu cepat saat mencari nomor telepon perusahaan kekasihnya tersebut lewat search engine.

Keenan buka layar kunci hapenya, lalu mencari jejak penyelusuran Gita sebentar ini. Dia mulai mengerti, ternyata ini yang membuat pengasuh anaknya itu berubah perangai.

"Ok, Jevi mantan pemilik Jev star menyuruh seseorang di masa lalunya untuk menggugurkan kandungannya. Heboh juga sih headline beritanya jadi ngundang yang baca."

Gita kembali mengatupkan bibirnya. Tak ingin memperpanjang masalah.

"Kamu masih yakin mau ke sana, Git? Kamu yakin kalau dia tak akan memintamu melakukan hal yang sama? Saya bingung, sebenarnya sampai mana kamu benar-benar mengenal laki-laki ini, kenapa kamu seakan-akan tertipu dengan rayuannya sehingga kamu kasih segalanya padahal dia banyak kasus dengan para wanita?"

Air mata Gita mulai berderai-derai. Gita sebenarnya tahu banyak mengenai Jevi yang tak baik dalam perangai. Termasuk kebejatannya ke banyak wanita, tapi memang Gitanya saja yang terbawa perasaan, jadi tak mampu mengendalikan hasratnya terhadap laki-laki tersebut.

"Gita nggak tau Pak, Gita sayang sama dia. Selama kita menjalin hubungan dia nggak pernah sejahat itu ke Gita. Nggak pernah sama sekali. Gita harap dia nggak memperlakukan ke Gita hal yang sama saat Gita minta pertanggungjawaban."

Keenan putus asa. Wanita ini memang ada bodoh-bodohnya. Gemas sekali rasanya jika tak muncubit pipi Gita yang gembul itu agar wanita ini cepat sadar dari kehaluannya.

"Gita, sadar ya! Laki-laki itu nggak bakalan berubah dengan cepat. Kamu ngapain coba ke sana. Sudah, gini saja, kita menikah, dan anak itu adalah anak saya. Termasuk nanti di catatan sipil dia tetap anak kita. Kamu lupakan laki-laki bajingan itu sekarang dan kita buka lembaran baru secepatnya!"

"Ah sakit Pak, pipi Gita jangan ditarik-tarik!" keluh Gita.

"Deal, kita menikah? Kita mulai semuanya dari nol. Saya bersumpah akan menyayangi anak itu seperti saya menyayangi anak kandung saya yaitu Alvaro. Kamu udah tau dari lama kan saya terkena hepatitis B? Saya tak mau kamu mengikuti jejak saya karena keinginan saya punya anak. Anak yang kamu kandung itu adalah anak terakhir yang pernah saya miliki di dunia. Kamu udah tau kisah saya di masa lalu kan dari buku diari Monalisa? Nanti kamu bisa baca itu lagi, kamu bisa pelajari apa yang saya suka dan apa yang tidak saya sukai. Kisah hidupmu banyak yang saya sudah ketahui dari Amri. Ya walaupun ada salah persepsi antara Amri dan kamu mengenai status wanita simpanan. Tapi saya tau kamu sebenarnya bukan simpanan dalam arti sesungguhnya, karena Ria tau kapan kamu memberikan segalanya ke laki-laki itu. Empat bulan yang lalu saat jalanmu aneh dan kamu curhat ke keponakan jauh saya itu kan keperawanan kamu terenggut? Saya tau dari dia!"

Gita menganga, otaknya kini mencerna kalimat demi kalimat. Ternyata selama ini Keenan tau jika Gita sudah membaca diari itu. Muka Gita kini tambah memerah dan tak hanya di sebelah kanan yang baru saja kena cubitan Keenan. Sekarang rasa hangat sudah menyapu ke jidatnya juga. Seperti ada angin surga yang baru dia dengarkan. Ada harapan yang baru selesai disemai dan waktu akan membuat harapan itu tumbuh di kehidupannya yang baru.

***

Malamnya ....

"Pak Keenan, Pak Keenan!"

Sebuah suara terdengar di luar gerbang sebuah rumah. Dua kakak beradik itu datang di waktu malam sudah merangkak jauh. Karena kakaknya yang tak punya satupun media komunikasi itu tak juga pulang ke rumah dari tadi pagi, jadi dua kakak beradik itu memutuskan untuk mencari kakak tertuanya di sini. Apalagi tadi pagi, memang yang mereka cari dibawa oleh pemilik rumah ini.

"Kak Amri, Cika yakin, kak Gita pasti di rumah ini. Disuruh nginap buat jagain Alvaro. Lagian selama Kak Gita nginap kan nggak ada apa-apa. Ngapain harus dirisaukan, nggak enak tau Kak, ini udah jam 9 malam, kita malah ke sini. Kalau Pak Keenan atau Kak Gitanya udah tidur gimana. Kita jadi ganggu ketenangan yang ada di rumah ini!" Tegur Cika yang mencerocos seperti kereta api.

"Cik, perasaan kakak nggak enak. Lagian Pak Keenan nomornya juga nggak bisa dihubungi. Kalau Pak Keenan sama Kak Gita tiba-tiba nyebur ke laut saat liat-liat tambak, lalu terseret ombak, dan nggak ada yang tau gimana? Kan susah juga Cik! Lebih baik kita mastiin ke sini, habis ini kita pulang dan bisa tidur tenang sampai besok hari."

Cika mengangguk-angguk. Lalu dia ikutan berteriak di luar rumah besar ini. Walaupun belum pernah ke sini, mereka berdua yakin ini adalah alamat rumah yang benar, apalagi di luarnya juga ada kolam ikan seperti yang pernah dideskripsikan Keenan terhadap Amri.

"Bentar-bentar Cik, ada bel ternyata, kenapa kita nggak mencet bel aja. Lagian halamannya luas, kakak jadi nggak yakin suara kita sampai ke dalam."

Amri memijit bel pintu itu dua kali. Sang empunya rumah yang berpiyama langsung ke luar menghampiri. Dua anak itu segera memberikan salam sambil menekur tanda penghormatan.

"Eh kalian, kenapa? Ada apa malam-malam ke sini?"

"Maaf Pak Keenan, kami ingin memastikan keberadaan kakak kami. Kak Gita ada di dalam rumah kan Pak?"

Keenan mempertemukan alis. Wanita itu benar-benar keras kepala. Dibilangin jangan pergi, malah dia nekat mengejar Jevi ke Jakarta.

"Gita udah saya antarkan sore tadi. Tapi emang saat saya antarkan itu rumah lagi kosong. Kalian pergi mengaji kan sore-sore tadi?"

Mereka berdua mengangguk. Amri terlihat panik karena mengetahui Gita tak ada di sini.

"Pak, biasanya Kak Gita kemana ya?"

"Dia ke Jakarta ada keperluan, lusa dia pulang. Kalian ayo masuk, jangan di luar aja. Anak saya juga ada di dalam, pasti senang ketemu kalian berdua!" ajak Keenan.

"Maaf Pak, kami harus pulang cepat. Soalnya besok pagi kami ujian semester Pak jadi harus berangkat pagi. Assalamualaikum!"

"Ntar kalian saya antarkan ke sekolah pagi, tidur saja di rumah ini. Jangan malu-malu."

"Maaf Pak, kapan-kapan saja. kami pulang ya Pak. Assalamualaikum!" tolak Amri sopan.

"Kalian mau saya antarkan pulang nggak?"

"Nggak usah Pak, kami jalan aja berdua, makasih Pak!"

Keenan melambaikan tangan, kekuatirannya terjawab, Gita benar-benar nekat.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now