GUGURKAN ANAK ITU!

71 1 0
                                    

Ting tong

Terdengar pintu pagar digedor-gedor seseorang. Sepertinya yang sedang berada di luar itu gaya-gaya debt collector minta hutang yang jumlahnya milyaran. Namun tak mungkin karena ini sudah lewat jam kerja profesi yang suka bikin rusuh itu, apalagi Jevi juga tak punya utang di bank. Semakin heboh saja lama-lama, karena suaranya itu sampai pada kamar Gita yang posisinya termasuk jajaran ruangan paling belakang.

Ting tong ting tong ting tong

Siapa gerangan yang berani bertamu malam-malam apalagi sudah di atas jam sembilan. Pasti di luar, sang tamu sedang menghempas-hempaskan kakinya ke pintu gerbang, lalu mendorong-dorong benda logam itu sekuat tenaga.

Jevi segera bangkit dari tempatnya berbaring. Ingin sekali dia menghajar orang yang berani bertindak tak sopan di depan rumahnya, kalau itu media, akan dia laporkan ke jalur hukum karena tidak mematuhi kode etik jurnalistik, tapi kalau itu warga yang ingin menghakiminya maka akan dia bawa berunding langsung ke pihak yang berwajib, lagian di jaman sekarang jangan kebanyakan gaya sok suci, seolah-olah seperti malaikat saja yang bebas dari segala dosa, sehingga dapat menghakimi orang seenaknya.

Sial, sang tamu kembali menggedor paksa, tapi Jevi mulai mendengar suara sayup-sayup dari empunya seiring dekatnya dia menuju pintu utama. Jevi buka anak kunci lalu dia langkahkan kaki menuju gerbang untuk mengetahui siapa yang datang dan berani-beraninya membuat keributan malam-malam seperti ini.

"Jeviii, Jeviiii, buka pintunya!"

Ah, dia lagi. Si kecebong tengik! Kenapa hidupnya harus kembali berurusan dengan wanita sialan ini. Andira sialan, bisa-bisanya mengganggu Jevi di dua malam terakhirnya di Indonesia.

"Apa?"

"Gue hamil anak lu Jev, lu musti tanggung jawab! Lu liat ini, hasil dari dokter kandungan setelah gue cek tadi sore!"

Jevi lalu membuka pintu gerbang dengan tergesa-gesa. Ingin dia sadarkan Andira agar menghilangkan sifat halunya yang luar biasa.

"Apa Dir? Apa?" tanya Jevi sekali lagi.

"Gue hamil Jevi, lu baca makanya!"

Jevi mengambil kertas yang di tangan wanita itu dengan kasar. Jevi baca sekilas, lalu dia serahkan kertas itu kembali ke tangan Andira dengan secepatnya.

"Eh bodoh, bukan gue kan Bapaknya? Lu main sama siapa aja emang? Jangan ngada-ngada dah lu. Masa sekali doang langsung jadi aja tuh anak. Lagian gue nyetubuhi lu cuman buat main-main doang. Bukan ada maksud apa-apa! Apalagi punya anak sama orang gila kayak elu!"

Andira reflek menampar Jevi dengan secepatnya. Keras, sampai telinga Jevipun segera berdengung dibuatnya.

"Lu meragukan kesetiaan gue selama ini ke elu Jev? Lu pikirin apa yang nggak gue bikin demi pertahanin elu. Gue berani singkirin siapapun yang ada di hidup lu yang berpotensi mengganggu hubungan kita. Lu masih nggak percaya gue sampai segitunya Jev? Lu gila! Bukan gue doang yang gila, tapi elu juga! Mata hati lu sebenarnya lebih gelap dibanding gue yang pernah masuk penjara dan rumah sakit jiwa!"

Jevi lelah berdebat seperti ini. Dia benci berhubungan lagi dengan wanita ini, dulu Jevi pernah bersyukur Andira yang posesif tiba-tiba pergi dari hidupnya karena tersangkut kasus hukum, sayang sekali Andira tak membusuk sekalian di dalam jeruji besi.

"Dira, lu lebih baik pulang ke rumah lu, gugurkan saja kandungan itu, gue mau menata ulang hidup gue yang baru di tempat yang jauh dan lu nggak perlu tahu kemana itu. Lu liat kan, gue sekarang di posisi yang sama tertekannya kayak lu. Gue ingatin sekali lagi, tak ada untungnya lu minta pertanggungjawaban gue, gue tak akan mau, tak akan sudi, dan yang paling penting, gue nggak pernah cinta elu. Bukankah membunuh adalah hal yang paling mudah buat lu lakukan? Semudah itu kan? Sekarang kenapa nggak lu coba bunuh anak itu, lagian kalau hitungannya masih terlalu kecil nggak akan terlalu menyiksa lu sampai pendarahan yang bikin lu mati. Beli sana cytotec dan selesaikan semuanya di kamar mandi!" saran Jevi santai.

Andira lalu menghantam dada Jevi dengan sekuat tenaga, kasar sekali pembicaraan laki-laki itu sebentar ini.

"Jevi, lu sakit jiwa Jev, lu sakit jiwa. Lu lebih parah dibanding semuanya. Setan lu babi!" umpat Andira.

"Huft, lu nggak bisa berdusta Andira. Jangan pernah ganggu hidup gue lagi. Pergi dari sini! Dan jangan pernah balik lagi! Dasar parasit! Sampah!"

Jevi lalu mengunci pintu gerbang itu dengan rapat-rapat. Andira kembali menggedor-gedor dengan sekuat tenaga. Jevi sudah masuk rumah dan tak mempedulikannya lagi.

Andira akhirnya berbalik dengan senyum miring yang terukir di bibirnya yang keriting. Dia nyalakan kembali mobilnya, lalu berlalu pergi dengan muka yang berseri-seri.

***

Jevi bisa tertidur tenang malam ini, bisa sekali. Bahkan di ranjang Gita yang sempitpun dia dapat bersyukur dapat terjaga di pukul enam pagi karena dibangunkan alarm yang sudah disetelnya dari tadi malam. Sepertinya minum segelas air putih, menyalakan treadmill di lantai dua cukup memulai hari yang indah. Jam delapan nanti dia akan mulai makan pagi, dan siang akan dia beli tiket penerbangan untuk ke belanda esok hari. Ah, tentunya dia tak akan melupakan memasang sebuah iklan di depan rumahnya jika rumah ini akan dijual lengkap dengan perabotannya.

Telepon selular Jevi tiba-tiba berdering setelah alarm itu dimatikan. Ah, dari Mami, tumben-tumbenan maminya menelepon jam segini.

"Halo Mi, ada apa?" sapa Jevi hangat.

"Jevi cek yang ada di instagram lambe-lambean sekarang. Kok ada berita buruk tentang kamu lagi sih. Sekarang yang hujat kamu jadi banyak, kalau dulu yang memaklumi banyak karena kamu akhirnya akan menikahi Dahlia. Ini kok ada masalah yang lain lagi. Ada apa sebenarnya? Mami pusing Jevi!"

Jevi menghela napasnya, ada apa sebenarnya. Emang dia bikin masalah apa lagi akhir-akhir ini? Seingatnya tak ada masalah hukum atau apapun itu. Emang ada video tersebar lagi gitu? Jevi sampai harus mengingat-ingat dengan siapa dia pernah bercinta di masa lalu dan siapa wanita yang dia sakiti yang berbakat jadi paparazi.

"Mi, emang masalah apa sih?" tanya Jevi penasaran.

"Kamu cek aja sendiri, ntar siang pasti namamu akan terkenal lagi!"

Tresna segera mematikan panggilan ke nomor anaknya tersebut. Jevi bertanya-tanya, kenapa kesialannya bisa beruntun seperti saat ini. Dia buka sosial medianya, dan hatinya langsung mengumpat. Mulutnya reflek berkata kotor, dia terjebak, ternyata kejadian tadi malam direkam oleh Andira. Wanita itu benar-benar psikopat, masalahnya yang seharusnya sudah ringan menjadi kembali berat.

"Anj*ng, gue pasti bunuh lu Dir. Lihat aja nanti! Kita buktikan siapa di antara kita yang mati duluan. Bangsat!"

***

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz