HANYA SIMPANAN!

130 1 0
                                    

"Bahagia amat lu habis pulang dari Desa Jev? Ngapain aja lu emangnya?"

Jevi baru sampai tadi siang di kota ini, tapi senyumnya tak akan ada habisnya. Auranya memancar-mancar, bahkan sampai karyawan yang melakukan kesalahan besarpun, dia maafkan tanpa banyak pembicaraan yang menjatuhkan. Dan sore ini, Tama yang baru datang ke pusat kebugaran ini menanyakan keadaan pria yang sedang dimabuk asmara itu setelah lima hari mereka tak berjumpa.

"Ada deh!" jawab Jevi masih merahasiakannya

"Jadian?"

"Lebih!"

"Nikah siri?"

"Kurangin dikit!"

"Tunangan?"

"Lebih!"

"Kawin?"

Jevi semakin memperlambat kecepatan treadmill yang dia naiki. Lalu menghentikan mengayunkan kaki saat benda itu benar-benar tak bergerak lagi. Dia usapkan handuk kecil ke wajahnya yang basah oleh keringat, lalu beranjak duduk ke kursi panjang di sudut ruangan ini, dan tentu saja temannya yang kepo itu mengikuti langkahnya.

"Lu udah kawinin Gita? Gila! Jadi lu belah duren?"

Tama yang sekarang duduk di samping Jevi, memasang muka tak percaya. Bisa-bisanya bujang lapuk ini merusak gadis yang dia cinta.

"Ya begitulah. Edan cuy, merawanin cewek yang masih orisinil itu emang bikin gemas. Takjub gue. Gita memberikan gue banyak pengalaman pertama. Dari bercinta tanpa pengaman dan tentunya tanpa ada ketakutan untuk tak bisa bertanggung jawab. Gue baru ngerasain rasa secandu ini Tam, apalagi gue tau jika gue cinta dia sepenuhnya. Nafsu dengan cinta itu benar-benar kayak garam di sepanci sayuran. Ya Tuhan, gue bisa Gila karena Gita." Jevi meneguk ion waternya setelah mengucapkan itu dengan perasaannya yang menggelora.

"Jad lu udah siap bertanggung jawab kalau dia hamil anak lu?" ucap Tama masih tak percaya.

"Siap lah, emang itu yang gue harapin biar dia bisa gue nikahi dan dibawa ke kota beserta adik-adiknya itu."

Tama geleng-geleng kepala. Menurutnya, temannya yang tampan ini membuat keputusan yang sangat tergesa-gesa

"Dahlia gimana, katanya ntar lagi lu mau nikah sama dia. Itu gimana ceritanya, emang lu udah siap mempermalukan keluarga lu dengan jejak digital VCS lu itu?"

Jevi berpikir sejenak. Lagi-lagi hal itu menyesaki kepalanya, tapi dia ingin bersikap tak terpangaruh banyak dengan masalah yang sebenarnya sudah di depan mata.

"Kagak peduli gue. Gue hanya mau Gita. Udah cuman mau cewek itu aja," ucap Jevi walau tak yakin sepenuhnya.

"Jadi rencana lu gimana kalau ntar lu harus nikahin Dahlia dan bertanggung jawab juga sama Gita?"

"Ini buruk-buruknya nih ya, kalau gue harus banget nikahin itu cewek sengklek, ya terpaksa gue musti letakin Gita sebagai simpanan gue dulu. Baru gue nikahin secara sah kalau akta cerai keluar, gitu bro!"

Tama menghela napas panjang. Jevi terlalu ceroboh mengambil keputusan untuk mengambil kesucian Gita sampai lupa jika pernikahannya akan diadakan tak lama lagi. Jevi memang suka lupa daratan jika sedang berada di puncak kesenangan.

"Tapi cuy, untuk ke depannya, lu harus gunain pengaman deh buat mantap-mantapan sama Gita. Jangan sampai elu nyesal karena nanti dia hamil tapi status lu adalah istri sah Dahlia. Gue yakin tambah menderita itu Gita karena selalu disudutkan jadi orang ketiga. Ya, walaupun di hati lu cuman ada di seorang, tapi lu harus mikirin juga hubungan yang sehat untuk kehidupan dia."

Jevi sementara terdiam, untuk mengizinkan otaknya berpikir kencang. Ada juga benarnya pembicaraan Tama barusan. Masalah Dahlia tak bisa dia remehkan, karena wanita sengklek itu rada-rada psikopat. Bisa saja membuat hidup Jevi dan keluarganya terjungkal dengan ancaman-ancaman yang mengerikan.

***

Gita harus berlari menuju tepi pesisir jika menerima panggilan telepon dari tunangannya itu. Alasannya kali ini ke orang rumah adalah ingin ke warnet untuk mengirim lamaran kerjaan ke kabupaten. Amri tak percaya dan buang muka saat kakaknya itu beralasan demikian, hanya Cika yang mengiyakan, sehingga Gita masih bisa yakin untuk berjalan malam, meskipun suasana kampung nelayan ini sudah hampir gelap gulita.

Gita dudukkan badannya di batu-batu sembari mendengarkan Jevi memulai percakapan mereka lagi. Suara pria itu berlomba-lomba dengan suara angin kencang yang berhembus. Gita harus berkonsentrasi mendengarkan satu-satu kata dari tuan muda itu.

"Git, gimana jalan lu? Nggak aneh lagi kan? Amri juga nggak marah lagi kan, karena lusa kemaren gue culik kakaknya yang cantik itu?"

Gita menggigit bibirnya, ntah kenapa pria yang sebelumnya pernah dia deklarasikan untuk dibenci sampai mati malah dapat menyentuh hatinya dengan pasti.

"Udah nggak sakit sih Om, tapi teman Gita di kedai nasi tau kalau Gita ngelakuin hal itu saat ngeliat jalan Gita tadi. Kalau Amri, ya sampai sekarang nggak mau bicara. Bahkan saat paket itu datang, dia nggak mau melihatnya meski disana ada piagam dia menang MTQ juga."

Jevi yang sedang berbaring di ranjang di rumahnya segera mungkin beralih posisi. Dia berpikir lagi untuk menyelesaikan masalah ini, minimal hari ini Gita harus tau dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Git, lu mau jadi istri gue yang kedua nggak? Gue akan nikahi lu waktu gue jadi dudanya Dahlia."

Gita terbatuk-batuk, ada yang terluka di dalam lubuk hatinya. Bagaimana bisa Jevi merencanakan hal buruk itu untuk hubungan mereka berdua.

"Git, lu dengar gue kan?"

"Iya, dengar Om!" ucap Gita teramat pelan.

"Gimana?"

Ah, mimpi buruk, kemaren pembicaraan mereka di telepon tak seserius ini saat Jevi masih di kereta, dan tentunya pria tersebut tak pernah menyentuh masalah pernikahan mereka ke depannya.

"Om tega!"

Gita segera men-shut off telepon selularnya. Lalu dia bangkit segera dari duduknya dan berlari searah angin yang berhembus. Hatinya terluka, saat sudah memberikan segalanya, malah yang didapatkannya tak seindah yang dijanjikan sebelumnya.

***

Gita kembali ke rumahnya. Hanya Cika yang menunggunya di teras, sedangkan Amri sudah meringkuk dalam selimutnya di ruang tengah. Cika sepertinya butuh kawan, tapi karena dalam dua hari ini Gita memilih mempersibuk dirinya dengan Jevi, Cika sepertinya kehilangan kakaknya sendiri. Apalagi hanya malam waktu yang pas buat kakak beradik itu berkomunikasi karena siang hari mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

"Kak, Gimana kabar Om Jevi?"

Gita tau bagaimanapun dia berdusta agar bisa keluar rumah, Cika pasti tau apa yang disembunyikan kakaknya sebenarnya. Apalagi Amri sesekali memprovokasi anak kecil itu mengenai hubungan terlarang Gita dengan Jevi.

"Nggak apa-apa sih! Cika gimana, udah selesai PR nya?"

"Udah kak, tadi tinggal satu soal lagi, dan udah beres dibantuin Kak Amri."

Mereka berdua masuk ke rumah. Sudah jam setengah 9 malam. Desa ini sudah sepi. Sudah saatnya melarutkan diri dengan istirahat panjang menuju besok hari.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang