KALAU KAMU TIDAK MAU AKAN SAYA PAKSA

57 1 0
                                    

2 minggu kemudian

Waktu itu berjalan dengan cepat, tak terasa hari ini adalah waktu yang dulu Keenan janjikan pada keluarga Gita. Wanita itu tak ada pilihan lain, Amri sejak dua minggu ini sering menyalahkan kakaknya sekaligus meragukan apapun janji yang dilontarkan Keenan yang sudah dianggapnya sebagai seorang penjahat kelamin. Sakit hati tentu saja, tidak mungkin tidak karena Amri sangat membesar-besarkan masalah ini.

Cika sudah dijemput dari pukul 11 siang tadi. Anak kecil itu masih berseragam pramuka, dan kini duduk di bangku barisan kedua dengan Alvaro dan sibuk dengan beberapa permainan tepuk-tepukan sekalian bernyanyi-nyanyi dengan kegirangan. Sedangkan kakaknya, Gita, duduk di bangku depan, menemani Keenan menyetir dan sempat kelelahan karena tadi pagi sibuk menemani Keenan yang berbelanja untuk melengkapi berbagai keperluan bermalam di Villa.

Sekarang sudah pukul 12 siang seharusnya anak SMA itu sudah pulang jam segini. Keenan perhatikan jam tangan yang melekat di pergelangan tangannya sembari menunggu anak itu keluar gerbang. Sudah lima belas menit waktu yang mereka habiskan di depan sekolah untuk menunggu Amri.

"Itu Amri Pak, bentar saya susul dulu ya?"

Keenan mengangguk, Gita langsung berlari ke arah gerbang lalu meneriaki nama adiknya tersebut. Amri menoleh dan disuruh masuk ke mobil ini dengan segera.

"Hai kak Amri," sapa Alvaro ceria sekali.

Amri hanya memberikan senyum tipis lalu duduk bersama Cika dan Alvaro. Anak itu tak ada sama sekali menunjukkan antusias dengan pertunangan kakaknya yang akan dilaksanakan hari ini. Dia masih tak percaya seorang penjahat bisa bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya.

Di sepanjang perjalanan, hanya empat orang yang ceria bahkan sampai bernyanyi-nyanyi, satu orang lagi yakni Amri sibuk dengan pikirannya sendiri.

***

Ini dia, villa yang dimaksudkan Keenan yang digunakan untuk bermalam hari ini. Ada sebuah kolam renang di halaman belakang, Cika dan Alvaro sudah mencebur ke dalam sana duluan, baru sampai di sini mereka sudah tak bisa menahan keinginan mereka berdua untuk berendam.

Sedangkan Amri hanya duduk mengawasi sambil sesekali membaca majalah otomotif yang dia temukan di rak meja. Dua lainnya, yakni Gita dan Keenan mereka sibuk berdua dalam kamar di lantai dua untuk membicarakan teknis jika orang tua Keenan nanti sampai ke villa.

"Gita, kita perlu bicara!"

Keenan sekarang sampai di depan pintu kamar. Kamar ini yang nantinya akan digunakan Gita bersama Cika untuk tidur satu malam.

"Iya Pak!"

Gita menghentikan aktivitasnya melipat pakaian yang baru dibeli tadi dari pusat perbelanjaan.

"Gita, kan kita hari ini tunangan, kamu mau ya bilang kalau kamu hamil anak saya. Saya sudah bilang ke orang tua seminggu yang lalu. Awalnya kamu disalah-salahkan karena kamu dituduh merayu saya, tapi saya bilang saya yang memaksa agar bisa meniduri kamu dan mengambil kesucian kamu sehingga pada akhirnya mereka diam. Terus kalau mereka nanya nanti apakah kamu tertular virus hepatitis B, kamu bilang saja tidak karena kamu sudah divaksin sebelumnya dan anakmu juga sehat dan aman! Iya ya?"

Gita tersenyum tipis, pengorbanan apalagi yang dibuat Keenan untuknya.

"Bapak ikhlas berkorban sedemikian rupa untuk saya Pak? Saya jadi merasa bersalah karena Bapak yang harus nanggung semua kesalahan saya."

Keenan kini mendekat ke arah Gita. Lalu dia dudukkan tubuhnya tepat di samping wanita tersebut yakni di bibir ranjang.

"Siapapun kamu di masa lalu, kesalahanmu akan dimulai dari nol lagi saat nikah sama saya, Gita. Kamu bilang saja begitu saat sama mereka, walau kamu masih butuh vaksin satu kali lagi!"

Gita mengangguk walaupun kurang yakin. Keenan mengusap-ngusap bahu calon tunangannya itu.

"Ibu dan Ayah saya itu suka sama kamu, mereka bilang kamu anaknya sopan saat awal pertama kali bertemu. Terus mereka melihat kamu anak baik dengan caramu memperlakukan Alvaro. Tapi saya mau ngaku, dulu waktu mereka datang ke rumah, sebenarnya mereka berniat menemui kamu dan mau bertanya kenapa kamu mau menjalin hubungan dengan saya. Saya dulu memang sudah menceritakan kamu pada mereka berdua sebelum saya mengajak kamu menikah. Saya bilang saya mencintai pengasuh anak saya sendiri dan saya juga bilang kalau dia mau menikah dengan saya. Saya tau saat itu saya halu, tapi bentar lagi terwujud kan, Git?"

Gita kini mengerti kenapa Keenan buru-buru menyuruhnya pulang ketika orang tua pria itu berkunjung ke rumah. Ternyata inilah yang jadi sabab musababnya. Takut ketahuan halu duda ini ternyata.

"Baik Pak, saya mengerti!"

"Makasih ya, saya mencintai kamu Gita, belajar ya untuk mencintai saya?"

Gita mengangguk lemah. Belajar mencintai Keenan sampai sekarang masih sangat sulit dia lakukan. Gagal move on dari Jevi lah penyebabnya.

"Saya ingin cium bibir kamu boleh nggak?"

Gita menggeser posisi duduknya sedikit. Permintaan seperti itu membuat gerak jantung Gita menjadi tak beraturan.

"Pak, nanti ya kalau udah nikah. Ntar ketahun Amri atau yang lainnya gimana?"

"Kalau nikah mah saya tak akan meminta Gita. Tapi semuanya dadakan. Kalau kamu tidak mau akan saya paksa!" ucap Keenan licik.

Gita langsung berdiri dari duduknya, dia menjauhi Keenan yang tadi niat mendekati wajahnya.

"Pak, saya butuh proses untuk ke sana. Saya butuh waktu untuk belajar menerima semuanya. Maaf ya Pak!"

Keenan sebenarnya kecewa, ntah kenapa wanita hamil ini terlalu menarik untuknya. Apalagi bibir Gita yang diwarnai lipstik merah muda, sejak mereka bertemu pagi tadi saat Gita dijemput di rumahnya, sudah membuat Keenan gagal fokus ingin segera mendaratkan bibirnya di sana.

"Ya sudah, ada yang perlu saya bantu nggak buat rapi-rapinya? Kamu nggak boleh kecapekan Gita. Sudah 20 minggu kan kandungan kamu itu?"

"Nggak kok Pak, ini pekerjaan ringan saja. Saya cuman nyediain pakaian kalau Cika dan Amri udah selesai mandi. Udah gitu aja. Iya Pak sudah 20 minggu, dia udah rajin nendang-nendang, tapi masih pelan Pak."

Keenan mengukir senyum saat melihat mimik ketakutan dari calon istrinya tersebut. Gita seperti menghindari tatapan Keenan yang masih berusaha mencari sorot matanya.

"Gita, seberapa besarkah cintamu pada majikanmu yang dulu sampai kamu bisa ketakutan saat disentuh sama saya?"

Pertanyaan paling krusial buat Gita, hati kecil pengasuh anak Keenan itu tak akan bisa berdusta jika sosok Jevi masih ada di hatinya.

"Gita, jawab! Jadi saya tau patokan apa yang harus saya langkaui agar suatu saat kamu hanya mencintai saya!"

"Saya tak tau Pak, keberadaannya seperti bayi ini antara sebuah kebahagiaan sekaligus penyesalan buat saya. Saya bingung harus jawab apa kalau ditanya soal berapa besarnya." Gita berusaha jujur.

"Jatuh cinta itu takdir Gita, tapi nikah tetap pilihan. Saya tau saya adalah satu-satunya yang paling memungkinkan untuk kamu nikahi.Terima kasih ya sudah mau menikah dengan saya meskipun prosesnya sampai pukul-pukulan sama adikmu itu!"

Gita mengangguk pasrah. Benar, tak ada lagi pilihan yang memungkinkan. Semoga sesudah semua ini akan ada rasa cinta yang timbul karena Gita cukup terbebani dengan Keenan yang menjadikannya harapan.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon