MAS JEVI CIUM MBAK GITANYA YA?

75 1 0
                                    

Meja segi empat restoran cepat saji ini menjadi tempat perang dingin di antara dua laki-laki yang berbeda generasi. Satu wanita yang duduk di samping tuan cilik bertindak sebagai penengah dan juga sebagai objek yang diperebutkan di antara dua manusia berseteru tersebut. Di satu bagian meja diisi oleh Alvaro, seorang murid taman kanak-kanak sedangkan di depannya adalah Jevi, seorang pria matang yang tingkahnya sebelas dua belas dengan anak balita itu. Meski tubuh pria matang itu menjulang tinggi tapi kedewasaan pada dirinya masih kurcaci. Masa anak sekecil Alvaro jadi lawan untuk memperebutkan perhatian tunangannya itu, ntah apa yang di pikiran laki-laki itu saat ini.

"Gita, aku bisa makan sambal lebih banyak dibanding Om sok jagoan itu. Bukain saus sambalnya!"

Alvaro memerintah Gita yang duduk di sampingnya. Tapi Nanny-nya itu tak menyetujui perintahnya.

"Varo, jangan makan sambal banyak ya. Ntar Varo sakit perut."

Jevi mencibir ke arah anak kecil itu. Meremehkan kemampuannya lebih tepatnya.

"Eh Bocah, makan ayam lebih banyak dibanding gue aja lu nggak kuat, apalagi makan saus sambal sebanyak ini. Jangan mimpi!"

Jevi menjentikkan jarinya ke meja. Alvaro memandanginya sengit sekali.

"Gita, kata ayah kalau kamu menikah, kamu tak akan menjadi pengasuhku lagi. Emangnya kamu benar-benar akan menikah dengan kakek drakula ini? Jangan dia Gita, dia menyeramkan dan jahat!"

Sialan, sejak kapan Jevi yang tampan ini menjadi kakek untuk seorang bocah songong ini. Anak kecil berambut klimis tersebut benar-benar cari perkara. Apa dia tak tau jika Jevi lebih muda dari pada ayahnya yang sok berkuasa?

"Maaf ya Om, Om jangan marah, Varo belum cukup berumur lima. Mending kalian sekarang baikan, jangan musuhan, nggak enak dilihatinnya juga!" saran Gita.

"Cih," mereka berdua serempak mengalihkan pandangan dan membuang muka. Menolak ide Gita yang baru terlontar begitu saja.

"Ih kok gini sih, kalian itu kenapa sih?" ucap Gita bingung sejadi-jadinya.

"Git, kita akan menikah kan suatu saat nanti? Ini gue udah bawa baju pernikahan kita. Jangan urus anak orang lagi, apalagi bocah belangsatan ini. Lu harus ngurusin anak kita di kemudian hari. Jadi tinggalin aja Alvaro tengik sok jagoan itu!"

Jevi melemparkan satu tentengan yang berada awalnya di bawah kursi ke atas meja. Lalu dia pergi ke arah belakang untuk cuci tangan.

Gita mengecek isi bungkusan itu. Dia tersenyum tipis. Ternyata isinya benar-benar baju pengantin yang dulu sempat dia minta ke Jevi untuk membelinya ketika laki-laki itu bersama Dahlia. Tak disangka, dari yang awalnya hanya main-main dan bersandiwara, ternyata kini dia jatuh cinta benaran dengan mantan majikannya itu.

"Gita, kamu beneran mau menikah dengan dia? Jadi kata Ayah itu benar-benar kenyataan?"

Gita mengangguk lalu memeluk Alvaro dengan erat. Walaupun Gita tak tau rencana Jevi sekarang, dia sudah teramat bahagia dengan semuanya.

"Gita, kamu akan meninggalkan aku Gita? Kamu tak akan mengurusi aku lagi untuk ke depannya?"

Mata Alvaro berkaca-kaca, dia dorong piringnya dengan keras. Gita tau tuan cilik ini sedang marah padanya, tapi apa boleh buat, jika suatu saat dia harus menikahi Jevi itu artinya dia tak akan berprofesi seperti ini lagi. Mungkin Gita akan mengurusi anak-anaknya sendiri di kemudian hari.

"Varo jangan sedih ya, ntar Gita bakal rajin hubungin Alvaro kok kalau Gita nggak kerja lagi!"

Gita berusaha menenangkan bocah laki-laki itu, tapi tak lama Jevi datang dan menyambar pembicaraan, "Urusi anak sendiri saja ntar, jangan urusi anak orang lain. Ayo buruan, kita harus melakukan pemotretan pernikahan sekarang. Lu titip Varo ke penitipan anak di dekat sini Git, dari pada dia bikin kacau acara kita!"

Jevi memang semena-mena untuk anak yang tak disukainya, tapi Gita tak akan tega meninggalkan Alvaro sendirian. Alhasil mereka bertiga bersama-sama ke foto studio untuk melaksanakan pemotretan.

***

Gaun itu melekat pas di tubuh Gita lengkap dengan riasan pengantin di wajahnya yang cantik. Ini mungkin bisa disebut simulasi pernikahan yang tujuannya hanya satu yakni menciptakan suatu kenangan sebelum Jevi benar-benar mempersunting orang lain. Sebenarnya ada yang menangis di hati wanita yang sedang berjalan ke arah laki-laki matang itu kini, apalagi saat membayangkan jika Jevi akan menjadi milik orang lain yang sah di mata hukum di negeri ini. Namun berhubung ini merupakan salah satu momen terbaik di hidup Gita, maka dia berusaha melupakan apa yang sedang mencengkram hatinya itu untuk sementara waktu.

Jevi sambut tangan Gita dengan hangat. Kecantikan wanitanya itu benar-benar paripurna dengan lekuk tubuh yang terlalu sempurna. Jantung Jevi semakin cepat memompa terlebih ketika fotografer mengarahkan mereka berdua berfoto dengan jarak yang terlalu dekat, saling menatap, berpegangan tangan, berpelukan dan berangkulan. Tak harus mengulang take foto berkali-kali karena mereka berdua memang sangat mudah diarahkan, apalagi chemistry yang tercipta di antara keduanya tak akan bisa berdusta karena sama-sama cinta. Mereka sudah seperti selayaknya model profesional yang sedang pemotretan pakaian pengantin. Semuanya menarik dan ciamik.

"Mas Jevi cium Mbak Gita nya ya?"

Mereka berdua saling berpandangan, lalu senyum terukir dari bibir keduanya. Gita malu-malu sedangkan Jevi tentunya tak akan melewatkan momen itu.

Jevi menarik tekuk Gita kasar, mata mereka berdua terpejam, sebenarnya bukan kecupan bibir yang fotografer itu inginkan, tapi karena semuanya sudah kejadian, mau tak mau tombol shutter itu harus dipencet berkali-kali. Apalagi hasilnya juga sangat alamiah dan panas serta mencerminkan pasangan serasi.

"Gita, aku bosan nunggu di luar!"

Gita melepaskan pagutan Jevi di bibirnya ketika pintu itu terbuka. Dia angkat, bagian bawah gaunnya lalu berlari menuju Alvaro yang tampangnya sangat muak karena dipaksa menunggu dengan duduk di depan pintu.

"Mas, Mbak, adek ini bisa foto bareng kalian juga nggak, ntar pakaian adek ini kami sediakan. Kebetulan kami bulan ini ada program diskon untuk foto keluarga. Kalian keberatan nggak jadi bahan promosi bagi kami, nanti kami akan beri royalti dan penggratisan foto kalian sebelumnya!"

"Mau, Gita mau! Ayo Varo kita sekarang foto barengan ya! Mas pakaiannya mana?"

Gita kalau urusan gratisan biasanya cepat sehingga sudah menggendong Alvaro dan mengikuti sang fotografer masuk ke dalam ruangan busana. Jevi yang menganggap jika itu bukanlah ide buruk, hanya dapat menunggu dengan sabar sampai dua orang itu keluar dari ruangan tersebut.

Alvaro bertuxedo dengan warna yang senada dengan Jevi lalu berlari menuju tempat pemotretan itu. Mereka bertiga berfoto dengan berbagai pose meskipun Alvaro dan Jevi harus mati-matian terlihat akrab agar hasilnya baik dan seperti gambaran keluarga ideal kebanyakan. Agak lama sih karena Alvaro cukup sulit diarahkan, tapi fotografer tersebut puas dengan hasil dari model dadakannya. Terlebih Gita yang sangat bahagia menerima uang dari studio foto yang paling terkenal di daerahnya ini. Apalagi dia juga tak sabar nanti foto mereka akan digunakan sebagai bahan promosi di sosial media.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang